Konten dari Pengguna

Separuh Jiwa Hilang

Maryam Nurfauziah
Journalist Student of Polytechnic State Jakarta
31 Mei 2022 14:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maryam Nurfauziah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi foto seorang ibu denga anak laki-laki. Sumber: Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi foto seorang ibu denga anak laki-laki. Sumber: Pexels.com
ADVERTISEMENT
Tak ada yang lebih menyakitkan dari kehilangan seseorang yang sangat berarti dan kita cintai untuk selama-lamanya.
ADVERTISEMENT
Patah hati terhebat, kesedihan tak berujung dan kehilangan paling membekas adalah ketika ditinggal oleh seorang ibu. Seperti yang dialami oleh Aditia. Ia merasa, kehilangan sosok ibu membuat separuh jiwanya hilang.
Aditia yang ditinggalkan oleh ibunya baru-baru ini membuat kehidupan yang dia jalani menjadi berantakan. Pasalnya ia masih merenungi kesedihan atas kepergian ibunya yang membuat ia kini hanya hidup seorang diri. Ayahnya yang sudah lama berpisah dan memutuskan untuk menikah dengan perempuan lain tidak pernah lagi menanyakan kabar dirinya, sementara kakaknya pun sudah menikah dengan wanita pilihannya dan sibuk dengan keluarga kecil mereka.
Ia menyaksikan betapa kesakitannya sang ibu saat dilarikan ke ruang ICU akibat penyakit lambung yang sudah ibunya derita sejak lama. Di balik pintu ruang ICU ia hanya bisa berdoa kepada Allah supaya ibunya bisa selamat dan bisa segera diangkat penyakitnya agar sang ibu tidak merasa kesakitan lagi.
ADVERTISEMENT
Namun takdir berkata lain. Beberapa jam kemudian sang dokter pun keluar, dengan rasa khawatir Aditia bertanya kepada dokter tersebut “bagaimana keadaan ibu saya dok?” dengan rasa berat hati dokter menjawab bahwa sang ibu sudah meninggal.
Rasa bersalah, sedih, kecewa dan bingung Aditia rasakan setelah mendengar jawaban dari dokter tersebut. Seketika dunia hancur dan ia sudah tidak tahu harus hidup dengan siapa lagi. Kepergian sang ibu benar-benar membuat ia merasa hidup sebatang kara.
Atas kejadian itupun ia menjadi trauma dan tidak pernah mau untuk memakan makanan pedas dan telat makan karena selalu terbayang akan ibunya yang pada saat itu sangat kesakitan. Ia tidak mau merasakan seberapa sakitnya sang ibu saat berada di ruang ICU waktu itu.
ADVERTISEMENT
Kepergian sang ibu membuat dirinya hilang arah dan entah harus seperti apa ia menjalani hidup. Hidup yang kini ia jalani seperti ditemani oleh awan hitam yang selalu mengikuti kemana pun ia pergi. Ia merasa sudah tidak bisa melihat indahnya pelangi kehidupan dalam dirinya. Terkadang ia selalu berpikir kapan dirinya bisa bertemu dan menyusul sang ibu ke syurga.
Setelah kepergian ibunya, ia kini hanya hidup sendiri di sebuah rumah yang seperti tak berpenghuni, karena rumah itu hanya akan ia singgahi untuk melepaskan rasa penat setelah ia bekerja dari pagi sampai sore hari.