Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Iri dengan Ipar yang Dibelikan Rumah oleh Mertua
17 Juni 2020 15:11 WIB
Tulisan dari Mertua Oh Mertua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perhatian mertua ke setiap anak dan menantu seringkali nggak rata. Setidaknya, itulah yang dipikirkan Asa, ibu dengan bayi umur 6 bulan. Dia merasa iri dengan adik iparnya yang dibantu mertua beli rumah, sedangkan dia dan suami harus berjuang sendiri. Ikuti ceritanya.
ADVERTISEMENT
—
Suamiku adalah anak sulung dari dua bersaudara. Adiknya perempuan, sudah menikah juga. Aku dan adiknya nggak terlalu dekat. Kurang cocok saja. Lagi pula, aku merasa adik iparku itu terlalu manja.
Ya, aku merasa perlakuan ayah dan ibu mertua nggak adil terhadap suamiku dan adik ipar. Suamiku selalu dituntut mandiri, nggak boleh mengharap bantuan finansial dari orang tua. Sebaliknya, adik iparku malah cuma menadah dari harta orang tuanya.
Semua itu terlihat sejak awal. Untuk biaya resepsi pernikahan misalnya, aku dan suami pakai tabungan hasil jerih payah sendiri. Aku sampai bela-belain lembur hampir setiap hari sampai dijuluki juru kunci di kantor. Semua demi resepsi pernikahan impian.
Begitu pula suamiku, kerja terus sampai sering lupa makan. Alhasil, dia sekarang punya maag akut. Kami mati-matian menabung untuk pernikahan dan DP rumah impian kami.
Tapi rasanya sakit ketika tahu adik ipar mendapatkan semua itu hanya dengan ongkang-ongkang kaki. Nggak lama setelah lulus kuliah, dia menikah dengan laki-laki berusia lima tahun lebih tua. Suaminya bekerja di bank BUMN pelat merah dan punya posisi lumayan.
ADVERTISEMENT
Rasanya, calon suami adik ipar mampu-mampu saja membiayai resepsi pernikahan mereka yang mewah. Tapi entah bagaimana, malah mertuaku yang membayar lebih dari 70 persen biaya resepsinya. Bahkan aku dengar dari suami, mertua yang inisiatif melakukannya.
Mendengar itu aku jadi emosi. Kenapa nggak adil gitu? Ke mana mereka saat aku dan suami menikah?
Setelah menikah, adik iparku tetap nggak cari kerja. Rupanya dia memutuskan untuk jadi ibu rumah tangga. Padahal sayang, dia belum punya anak dan masih muda.
Enam bulan setelah mereka menikah, adik ipar dan suaminya mulai bayar cicilan rumah inden. Wajar saja pikirku, kan mereka nggak bayar biaya resepsi sendiri. Harusnya punya tabungan lebih.
Aku makin kebakaran jenggot (padahal nggak punya) setelah tahu mertua juga yang bayar DP rumah mereka. Sekitar Rp 150 juta, kata suami. Lah, bukannya dulu kami disuruh berjuang sendiri pas minta bantuan DP rumah?
Aku mengutarakan kekecewaanku kepada suami. Bukannya aku ingin mengemis harta mertua, tapi rasanya nggak adil banget. Kalau suamiku disuruh berusaha sendiri, seharusnya hal itu juga berlaku untuk adiknya.
ADVERTISEMENT
“Sabar sayang. Rezeki sudah ada yang mengatur. Positive thinking aja. Anggap aja Ayah sama Ibu nggak bantu kita karena merasa kita sudah mampu berdiri di kaki sendiri,” jelas suamiku.
Masuk akal sih perkataan suamiku. Kami memang lebih potensial untuk mandiri secara finansial. Kami berdua bekerja, sedangkan adik iparku memilih jadi ibu rumah tangga. Meski berusaha dari nol, keuangan kami baik-baik saja sampai sekarang.
Tapi tetap saja aku merasa mertua pilih kasih. Apa aku salah berpikir demikian? (sam)
—
Jadi gimana, nih? Apakah Anda juga pernah mengalami pengalaman serupa dengan Asa? Boleh dong, diceritakan di kolom komentar. Takut namanya kebaca sama mertua? Kirim email aja! Ke: [email protected]