Mertua dan Perhitungan Weton Andalannya

Mertua Oh Mertua
Curhatan, keluh kesah, dan kisah cinta tentang mertua. Banyak drama di antara kita.
Konten dari Pengguna
20 Februari 2020 16:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mertua Oh Mertua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perhitungan weton mertua. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perhitungan weton mertua. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Alasan utama sering terjadi konflik dengan mertua adalah karena faktor perbedaan. Mulai dari beda generasi, beda gaya hidup, hingga beda keyakinan. Perbedaan yang kadang jadi berkah, tapi seringnya jadi drama. Seperti kisah Fifi, yang dibuat bingung karena kepercayaan kuat ibu mertuanya terhadap weton.
ADVERTISEMENT
Ibu mertuaku adalah perempuan Jawa yang berpegang teguh pada adat istiadatnya. Aku sendiri berasal dari keluarga Jawa, tapi bedanya keluargaku lebih fleksibel. Kami tidak begitu mengikuti adat, yang penting taat agama.
Salah satu yang paling diikuti ibu mertuaku adalah perhitungan weton. Dia tahu betul cara menghitung weton untuk mencari tanggal baik.
Perhitungan wetonnya sempat bikin aku dan suami repot saat pernikahan kami dulu. Kami sepakat mengikuti tanggal perhitungannya untuk akad pernikahan, meski agak berat karena jatuh pada hari kerja. Artinya, teman-teman dekatku harus bolos kerja agar bisa datang.
Venue sudah di-booking, katering sudah dipesan. Begitu suami mengabari update-nya, ibunya malah marah-marah. Menurut perhitungannya wetonnya, akad kami baiknya diadakan pagi, tapi malah kami jadwalkan siang jam 11. Detail itu tidak ia jelaskan sebelumnya. Tapi dia tetap ngotot minta dimajukan pagi.
Ilustrasi wedding venue. Foto: Unsplash
Akhirnya kami harus memohon persetujuan KUA, koordinasi dengan venue dan katering, dan lain sebagainya. Suamiku juga sempat disemprot orang KUA karena itu. Semua demi perhitungan weton ibu mertua.
ADVERTISEMENT
Kukira setelah menikah, urusan perwetonan itu akan selesai. Nyatanya tidak. Hal itu terjadi lagi saat kami pindah rumah.
Suamiku mengajak ibunya berkunjung ke rumah baru kami. Kami memang baru saja pindah, barang-barang belum ditata. Sebelum berangkat, dia menyiapkan sejumlah beras, peralatan makan, tikar, sebotol air matang dan air mentah, dan banyak printilan lainnya untuk diberikan kepada kami.
Pindahan rumah. Foto: Giphy
“Dulu mbahmu juga nyiapin ini pas ibu pindahan rumah. Sudah pesan nasi tumpeng?” tanya ibu mertuaku.
“Sudah pesan nasi kuning kok, bu. Besok Minggu sore mau dibagikan ke tetangga-tetangga sekalian kenalan. Mumpung hari libur,”
“Loh kok Minggu? Kamu sih enggak konsultasi ke ibu,” ujarnya gusar.
Ternyata menurut perhitungan wetonnya, hari pindahan terbaik untuk kami adalah Kamis. Jadi sebaiknya kami potong tumpeng atau bagi-bagi nasi kuning pada hari itu.
Foto: Giphy
“Ada nomor telepon kateringnya, kan? Cepet ditelpon, bisa enggak dimundurin? Kalau enggak bisa, di-cancel aja,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Waduh. Aku dan suami langsung saling bertatapan mata. Aku berharap suamiku berani beda pendapat dengan ibunya, untuk sesekali tidak mengikuti perhitungan weton.
Pada akhirnya, kami mengalah. Selain daripada ribut, toh ibu mertuaku membantu banyak dalam proses pindahan ini.
Tapi rasanya aku tidak mau membebani anak dan menantuku nanti dengan perhitungan weton. Biarkan mereka menentukan jalannya sendiri. Semua tanggal adalah baik, bila memang niatnya baik. Eits, jangan beritahu mertuaku ya! (sam)
Jadi gimana, nih? Apakah Anda juga pernah mengalami pengalaman serupa dengan Fifi? Boleh dong, diceritakan di kolom komentar. Takut namanya kebaca sama mertua? Kirim email aja! Ke: [email protected]