Menyibak Praktik Perdukunan dalam Masyarakat Gayo

Midrar Yusya
Mahasiswa Ilmu Jurnalistik Unpad yang sedang latihan nulis. impiannya sih jadi columnist buat Majalah The New Yorker dan The Economist #mimpiajadulu
Konten dari Pengguna
10 Mei 2021 10:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Midrar Yusya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tampak Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah dari ketinggian. (Dokumen Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Tampak Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah dari ketinggian. (Dokumen Pribadi)
ADVERTISEMENT
Sebagai masyarakat modern, bila ada seseorang yang mengajak atau menawarkan kepada kita untuk mencari kesembuhan atas suatu penyakit dengan cara pergi ke seorang dukun, mungkin kita akan keheranan dan merasa aneh, sebab merupakan suatu tindakan yang tidak rasional untuk dilakukan. Siapa yang masih percaya dengan dukun di zaman sekarang?
ADVERTISEMENT
Dunia kita yang telah bertransformasi menjadi sebuah dunia yang canggih dan telah berkembang pesat berkat teknologi dan ilmu pengetahuan, rasa-rasanya sudah meninggalkan praktik animisme, yaitu kepercayaan manusia terhadap arwah/roh leluhur, jin atau makhluk halus untuk meminta pertolongan dan kesejahteraan. Salah satu alasan praktik animisme ditinggalkan karena ilmu mengenai makhluk gaib dan praktik perdukunan kalah tenar oleh ilmu pengetahuan yang secara eksponensial telah berkembang dalam kehidupan masyarakat. Ilmu pengetahuan ilmiah dianggap mampu memberikan penjelasan yang rasional mengenai sebab-sebab sesuatu ada di dunia ketimbang praktik perdukunan.
Namun di daerah nusantara, kepercayaan terhadap kehadiran makhluk tak kasat mata dan praktik perdukunan masih dipercaya oleh masyarakat dan tidak jarang dijadikan sebagai sumber utama pengabul hajat ketika masyarakat sedang dilanda kesulitan. Masyarakat Gayo yang terletak di Aceh Tengah, merupakan salah satu masyarakat di nusantara yang masih memiliki kepercayaan kuat terhadap praktik perdukunan. Kepercayaan ini telah berlangsung dari zaman sebelum Islam sampai di pulau Sumatera hingga kini.
ADVERTISEMENT
Ketika kita membahas terminologi ‘dukun’, sering sekali kita menemui dua konotasi, yaitu konotasi negatif dan konotasi positif. Namun acap kali persepsi terhadap dukun yang tergambar dalam masyarakat ialah seseorang dengan gambaran sifat yang negatif. Hal ini muncul karena eksistensi dukun dalam masyarakat sejak dahulu sudah dikaitkan sebagai seseorang yang memiliki kekuatan supranatural dan bersifat gaib. Dukun umumnya dikaitkan dengan penyakit-penyakit aneh, memiliki kemampuan untuk mencelakai orang lain sampai menyebabkan kematian.
Tetapi di samping konotasi negatif, dukun memiliki kemampuan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh jin atau makhluk halus, santet, sihir, dan penyakit lainnya. Sehingga, seperti terdapat dua sisi mata uang dalam melihat praktik dunia perdukunan. Di satu sisi ia merupakan sosok jahat dan merugikan orang lain, namun di sisi lain ia membantu mengobati orang yang sakit akibat guna-guna dan sihir.
ADVERTISEMENT
Dalam masyarakat Gayo, dukun berperan sebagai penyembuh penyakit yang diduga disebabkan oleh hal-hal gaib seperti sihir, santet, dan lainnya. Tetapi selain menyembuhkan penyakit, dukun juga hadir sebagai sosok yang mampu untuk memecahkan permasalahan masyarakat dalam hal lain seperti dalam hal ekonomi, politik, dan budaya.
Jika dalam hal ekonomi, masyarakat Gayo pergi ke dukun untuk meminta agar dagangan yang ia jual cepat laris. Di bagian politik, dukun menjadi pihak yang punya kemampuan untuk meloloskan seseorang pada pemilihan umum.
Dan jika dalam kegiatan kebudayaan dukun dimintai untuk menerawang nama anak yang cocok, perjodohan, perwatakan calon keluarga mempelai, dan lainnya. Sehingga, dukun menjadi rujukan utama masyarakat Gayo sebagai elemen dalam masyarakat untuk membantu mewujudkan hajat mereka.
ADVERTISEMENT
Jika kita mengkaji lebih dalam, dengan perkembangan teknologi dan kecanggihan alat medis yang tersedia saat ini, mengapa masih terdapat individu atau kelompok masyarakat yang kepercayaan terhadap dukun lebih besar ketimbang ilmu pengetahuan ilmiah?
Dalam artikel “Eksistensi Dukun di Tanah Gayo” menjelaskan bahwa salah satu penyebab terbesar mengapa masyarakat Gayo masih memiliki kepercayaan yang relatif kuat terhadap praktik perdukunan adalah karena kenyataan bahwa terdapat orang yang sembuh setelah berobat kepada dukun.
“Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pengobatan modern (medis) tidak selalu membawa kepada kesembuhan dan bahkan tidak selalu mampu memberi diagnosa atas suatu penyakit tertentu. Bila suatu ketika penyakit tersebut dapat disembuhkan melalui perantara seorang dukun, maka tingkat kepercayaan terhadap dukun tersebut semakin kuat,” tulis Indra Setia Bakti, Saifullah, dan Alwi dalam artikel “Eksistensi Dukun di Tanah Gayo” yang terbit di Jurnal Sosiologi Universitas Syiah Kuala pada 2018.
ADVERTISEMENT
Artikel tersebut menyebutkan, jika seorang dukun sudah menyembuhkan banyak orang atau menyembuhkan penyakit tertentu yang tidak dapat disembuhkan dukun lain, maka informasi mengenai dukun tersebut akan tersebar melalui perantara lisan ke lisan masyarakat yang mengetahui atau pernah berobat kepada dukun tersebut. Proses penyebaran informasi ini membuat sang dukun semakin diketahui oleh masyarakat dari berbagai daerah sehingga mendorong orang yang memiliki keluhan penyakit dan mendapatkan informasi tersebut untuk berobat kepada dukun itu.
Mumtaz, seorang dosen yang tinggal di Aceh Tengah, memvalidasi bahwa praktik perdukunan di Gayo saat ini masih terus terjadi ketika ditanya melalui WhatsApp call. Ia menyebutkan bahwa penyebaran informasi mengenai seorang dukun memang umumnya melalui metode mulut ke mulut. Penyebaran informasi itu akan lebih cepat jika terjadi antar saudara dalam sebuah keluarga. Ditambah lagi dengan kemajuan teknologi alat komunikasi seperti gawai, semakin memudahkan informasi mengenai seorang dukun untuk tersebar.
ADVERTISEMENT
“Informasi tentang dukun keseringannya itu lewat obrolan antar satu orang dengan orang lain, atau dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga lain. Kalo ada anggota keluarga yang tahu tentang seorang dukun yang mujarab menyembuhkan orang, dia akan merekomendasikan si dukun itu ke saudaranya entah yang sakit atau kenapa untuk pergi ke dukun itu,” jelas Mumtaz.
Mumtaz menceritakan bahkan ia memiliki pengalaman langsung direkomendasikan untuk pergi ke seorang dukun untuk berobat. Rekomendasi itu disampaikan oleh saudaranya yang mengetahui praktik dukun yang mujarab di suatu daerah di Aceh tengah. Saudaranya menyampaikan jika ingin cepat dikaruniai seorang anak, dukun tersebut dapat membantu pasutri agar cepat memiliki keturunan. Sebab, sudah banyak pasutri yang berobat kepada dukun itu dan sepulang dari tempat si dukun sang istri akan hamil. Mumtaz yang memiliki latar belakang sebagai seorang akademisi sedikit keheranan ketika ia mendapat rekomendasi tersebut dari saudaranya, sebab baginya praktik tersebut tidak rasional dan tidak memiliki dasar pengetahuan medis yang valid.
ADVERTISEMENT
Tingkat kepercayaan untuk berobat ke dukun atau ke dokter pada masyarakat Gayo berbeda-beda, ada yang lebih mempercayai dukun ketimbang dokter dan ada juga yang tidak demikian.
“Jika untuk masyarakat di kampung, pergi berobat ke dukun bisa dibilang lebih utama daripada berobat kepada seorang dokter. Kepercayaan bahwa saya akan sembuh dari sebuah penyakit lebih besar porsinya kepada dukun daripada dokter. Ada juga masyarakat kota yang percaya kepada dukun dan berobat ke dukun, tapi akan dibarengi juga dengan pergi ke dokter. Jadi hanya prioritas pilihan antara dukun dan dokter saja yang berbeda di masyarakat kota,” ujar Mumtaz.
Al Yasa’ Abubakar, seorang budayawan Gayo mengatakan bahwa jika kita membandingkan seberapa besar eksistensi dukun di tengah masyarakat Gayo saat ini, dapat dikatakan teknologi sudah mengurangi intensitas interaksi masyarakat Gayo dengan praktik perdukunan.
ADVERTISEMENT
“Jika dahulu, teknologi dan pengetahuan belum terdistribusi ke daerah Aceh Tengah dan sekitarnya seperti Blangkejeren dan Gayo Lues, sebab terkendala oleh faktor geografis dan faktor lain. Karena itu, praktik perdukunan merupakan suatu hal yang paling memungkinkan untuk dilakukan sebab tidak ada pilihan lain yang ditawarkan kepada masyarakat.
Namun sekarang, teknologi dan ilmu kesehatan sudah berkembang pesat dan sudah menjangkau daerah-daerah di Gayo, aksesibilitas terhadap dokter dan penjelasan ilmiah terhadap suatu penyakit sudah ada sehingga orang punya pilihan ke mana ia akan pergi berobat apakah ke dukun atau ke rumah sakit,” ujar Al Yasa’ ketika ditemui di kediamannya di Banda Aceh.
Ilustrasi dukun. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan