news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Toxic Productivity, Keinginan untuk Selalu Kerja yang Diam-diam Menyiksa

23 Juli 2021 12:25 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kerja fleksibel. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kerja fleksibel. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 memaksa kita untuk bekerja dari rumah. Seringkali situasi ini menuntut seseorang untuk selalu produktif.
ADVERTISEMENT
Namun akibatnya, enggak sedikit orang yang tanpa sadar justru terjebak dalam toxic productivity.

Apa itu toxic productivity?

Toxic productivity merupakan suatu keinginan untuk selalu produktif setiap waktu dengan segala usaha dan cara, serta enggak mau berhenti walaupun tugasnya telah selesai,” jelas Dokter Erikavitri Yulianti, dilansir laman Unair.
Erikavitri menjelaskan bahwa seseorang yang terjebak dalam toxic productivity akan selalu mengkritik, menuntut diri sendiri seakan belum melakukan dan mencapai apa-apa, serta melupakan prestasi yang telah diraih.
Menurutnya, toxic productivity berpotensi menimbulkan suatu burn out sehingga relasi dengan orang lain akan terganggu.

Penyebab toxic productivity

Konsultan bidang psikiatri itu menjelaskan bahwa penyebab toxic productivity adalah rutinitas yang berubah. Khususnya di tengah pandemi saat ini.
ADVERTISEMENT
“Sebetulnya kita ini enggak nyaman. Kita takut dengan ketidakpastian pandemi COVID-19, sehingga melakukan suatu produktivitas toksik yang akan memberikan ‘rasa aman’ untuk menutupi ketakutan,” tutur Erikavitri.

Ciri seseorang melakukan toxic productivity

Ia menyebut, beberapa ciri yang menandakan seseorang melakukan toxic productivity adalah sering merasa bersalah. Selain itu juga menuntut untuk harus melakukan lebih banyak pekerjaan, padahal sudah enggak ada lagi yang perlu dikerjakan.
Toxic productivity dapat pula ditandai dengan kelelahan di pagi hari meski udah tidur cukup, dan enggak efisien saat kerja.

Tips terbebas dari toxic productivity