Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Memaknai Pernikahan
5 Oktober 2023 8:00 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Minhajuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dua minggu sebelumnya, saya menulis tentang pengalaman menjadi saksi perceraian salah seorang rekan kampus. Dia memutuskan untuk mengambil langkah terakhir ketika menyadari bahwa biduk rumah tangga yang dijalani sudah tidak bisa diperbaiki. Saya tahu persis masalahnya dan alasan kenapa dia memilih bercerai.
ADVERTISEMENT
Awalnya saya menganggap bahwa proses perceraian semudah dengan berita-berita perceraian artis yang saya baca di media, tetapi pada kenyataannya, proses sidang cerai tidak semudah para politisi yang mengucapkan janji politiknya.
Di ruang sidang, saya dan salah seorang teman yang juga jadi saksi, diberondong pertanyaan-pertanyaan mendasar oleh hakim. Mulai dari tempat tinggal, seberapa lama saya mengenal si penggugat, pernahkah melihat langsung pertengkaran dan jarak tempat tinggal ke rumah si tergugat.
Akhirnya setelah menjawab semua pertanyaan mendasar, hakim menolak saya sebagai saksi perceraian karena hanya mendengar cerita dari penggugat yang notabene adalah rekan saya di kampus. Begitulah para hakim menjalankan fungsinya untuk memastikan bahwa kesakralan pernikahan tidak boleh dicemari dengan mudahnya pasangan bercerai.
ADVERTISEMENT
Saya membayangkan bahwa dengan proses yang serumit itu, angka perceraian terus meningkat. Apalagi ketika sistem sidang cerai dipermudah, maka pasangan yang merasa menghadapi masalah akan dengan mudah untuk mengajukan gugatan cerai.
Dinamika Pernikahan
Kemarin adalah ulang tahun pernikahan saya yang sudah kesekian kalinya. Saya tidak pernah membayangkan bahwa saya bisa menjalani pernikahan dengan pasangan yang berbeda dalam segala hal, termasuk kultur yang menjadi pembeda paling besar.
Dia berasal dari tanah Jawa dengan berbagai standar kultur kesopanan yang sangat berbeda dengan standar saya yang berasal dari pulau Seberang. Saya berasal dari daerah dengan intonasi suara yang tidak bisa diturunkan. Nada bicara saya menurut mereka adalah teriakan-teriakan penuh emosi.
Awal pernikahan menjadi perjuangan yang berat karena harus menyamakan visi untuk tetap bersama, selain tentunya beberapa perbedaan yang kemudian muncul. Ada fase di mana saya merasa bahwa dia tidak pernah mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya dan memilih untuk memendamnya.
ADVERTISEMENT
Meskipun tidak bisa digeneralisasi, namun memang ada kultur yang memilih untuk memendam perasaan daripada mengungkapkan secara langsung. Kultur ini yang seringkali membuat masalah berlarut-larut dan tidak terselesaikan dengan segera ketika terjadi masalah.
Sementara di fase yang lain, dia terkejut dengan sikap saya yang blak-blakan ketika menyatakan sesuatu tanpa harus memperhatikan tata krama yang dia anut. Perbedaan ini yang pada akhirnya menjadi pelajaran pada kami bahwa pernikahan bukan perjalanan yang mulus tetapi berbatu dan berlobang.
Kita harus menakar diri kapan melompat menghindari lubang di perjalanan pernikahan atau kapan memutar balik untuk mencari jalan yang lain. Proses pembelajaran tersebut tidak bisa dilakukan dalam setahun atau dua tahun tetapi pembelajaran sepanjang hayat. Pernikahan akan dianggap sukses ketika kita mampu saling menggenggam tangan sampai titik akhir.
ADVERTISEMENT
Proses mitigasi masalah dalam pernikahan sangat penting untuk tetap menjaga keutuhan rumah tangga . Batasan saya bahwa selama pasangan tidak mengumbar masalah kepada keluarganya atau orang lain, maka saya yakin bahwa masalah pernikahan akan bisa diatasi.
Seringkali masalah pernikahan menjadi rumit ketika ada suara-suara sumbang dari orang lain yang mencampuri urusan rumah tangga apalagi jika suara-suara tersebut berasal dari keluarga masing-masing pasangan.
Tujuan Pernikahan
Dalam sebuah perjalanan harus memiliki tujuan yang jelas, pun demikian dengan pernikahan yang akan dijalani. Tujuan pernikahan tidak bisa diberlakukan secara universal selain jika kita menggunakan justifikasi agama, itupun akan sangat bergantung kepada masing-masing pasangan dalam menafsirkan apa yang dimaksud dengan perintah dalam agama.
Begitu banyak dinamika pernikahan yang sudah sering kita dengar. Ada yang tetap memilih untuk bersama demi anak-anaknya meskipun mereka sudah tidak sejalan. Ada yang memilih untuk bercerai dengan alasan membahagiakan diri mereka sendiri dan berbagai dinamika lain yang sangat kompleks.
ADVERTISEMENT
Saya sangat menyukai sebuah kisah yang sudah sangat populer tentang seorang suami yang mengadukan perasaannya kepada seorang syekh yang alim.
Si suami curhat bahwa sebelum menikah, calon istrinya terlihat sangat cantik bahkan menurutnya, tidak ada satu wanita pun yang mengalahkan kecantikan istrinya.
Setelah dia melamar istrinya, dia menyadari bahwa ternyata sangat banyak wanita yang sama dengan istrinya. sudah tidak seperti saat dia belum meminangnya.
Ketika dia sudah menikah beberapa tahun, ternyata semua wanita yang dilihatnya jauh lebih cantik dari istrinya. Bahkan tidak ada yang di bawah standar kecantikan istrinya.
Syekh yang alim kemudian menimpali dengan sebuah pertanyaan, "Apakah kamu mau saya berita tahu sesuatu yang bahkan lebih pahit dari apa yang kamu rasakan?"
ADVERTISEMENT
Syekh kemudian melanjutkan, "Bahkan jika kamu menikahi seluruh wanita yang ada di dunia ini, maka anjing-anjing yang mungkin akan kamu temui di jalan, jauh lebih menarik dari seluruh istri-istrimu."
"Kenapa Syekh bisa berkata demikian?" si suami menimpali.
Oleh sebab persoalan utamanya bukan terletak pada istrimu. Manusia jika diberi hati yang dipenuhi ketamakan, pandangan yang liar, dan sama sekali tidak mempunyai rasa malu kepada Allah SWT. Tidak akan pernah ada yang akan memenuhi penglihatannya kecuali kuburan.
Kisah tersebut sudah sangat populer ditulis dan disampaikan sebagai nasihat pernikahan tetapi selalu relevan kepada setiap pasangan yang sudah menjalani pernikahan selama bertahun-tahun. Naluriahnya, manusia akan merasa bosan atas apa yang selalu dilihat setiap hari atau bahkan dimakan tetapi rasa bosan seperti itu tidak boleh dijadikan justifikasi untuk merusak rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, pernikahan memang akan menghadapi berbagai dinamika dan satu hal yang akan memperkokoh biduk pernikahan adalah komitmen untuk terus saling berpegangan tangan sampai ujung waktu.
#Kado Pernikahan.
Live Update