Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Keresahan Batalnya PD U-20 di Indonesia: Jangan Campuri Sepak Bola dan Politik
6 April 2023 6:47 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhamad Azri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Jangan campuri sepak bola dengan politik"
Akhir-akhir ini frasa tersebut sering kali menghiasi kolom komentar dan timeline sosial media, seiring mencuatnya berita dibatalkannya pergelaran turnamen Piala Dunia U-20 di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Padahal dalam sejarah lahirnya sepak bola Indonesia sangat erat kaitannya dengan berpolitik, maka kurang tepat jika mengatakan jangan campuri sepak bola dengan politik. Dan memisahkan sepak bola dengan politik juga sangat tidak mungkin mengingat sepakbola dan politik sama-sama menjadi sarana dan juga sebagai bentuk ekspresi diri dari banyak manusia satu dengan yang lainnya.
Bahkan jika kita ingat dalam permainan sepakbola masa kecil yang hanya sekadar main-main juga terselip sedikit politik di dalamnya. Biasanya sang pemilik bola akan dengan bebas menentukan siapa yang diizinkannya untuk ikut bermain atau tidak, dan terkadang juga ketika bola keluar jauh dari lapangan maka orang lain yang akan mengambilkannya. Hal tersebut secara sederhana merupakan politik.
Pembentukan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia yang disingkat PSSI menjadi awal sejarah sepak bola Indonesia. PSSI sendiri dibentuk pada 19 April 1930 di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Soeratin Sosrosoegondo dalam bukunya yang berjudul Menentang Penjajahan Belanda dengan Sepak Bola Kebangsaan menyebutkan bahwa tujuan pembentukan PSSI adalah untuk melawan diskriminasi yang dilakukan NIVB.
Sejarah lahirnya sepak bola Indonesia di atas selaras dengan pengertian politik yang diungkapkan menurut teori klasik Aristoteles, pengertian politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Begitu pula seperti yang terjadi sekarang dalam persepakbolaan Indonesia, Piala Dunia U-20 gagal digelar di Indonesia juga ditengarai demi kebaikan bersama, sayangnya dalam proses gagalnya tidak sesuai dengan harapan bersama.
Bermula dari penolakan dua gubernur dari enam gubernur yang sebelumnya sudah tanda tangan menyetujui stadion dari wilayahnya digunakan untuk pergelaran Piala Dunia U-20, yang kemudian mengungkapkan penolakannya terhadap kehadiran Israel jika datang ke Indonesia sebagai peserta Piala Dunia U-20.
Sehingga berujung pada FIFA selaku penyelenggara telah resmi mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. FIFA tidak menjelaskan alasan penyelenggaraan Piala U-20 2023 batal di Indonesia. Namun, sejumlah pihak meyakini bahwa hal tersebut berhubungan dengan timnas Israel yang akan tampil di putaran final setelah memastikan lolos.
ADVERTISEMENT
Indonesia diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam Piala Dunia U-20 bukan karena lolos kualifikasi namun pemberian kesempatan selaku tuan rumah namun seiring dicabutnya status tersebut juga mengiringi gagalnya kesempatan Timnas Indonesia berlaga dalam Piala Dunia U-20.
Benar FIFA tidak menjelaskan alasan pencabutan status tuan rumah secara langsung, namun ketua PSSI terbaru Erik Thohir menyebutkan karena adanya intervensi terhadap kedatangan timnas Israel serta alasan keamanan.
Bagi beberapa kalangan seharusnya tidak masalah jika harus menolak timnas Israel karena sejalan dengan prinsip Indonesia sebagai mana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yaitu menolak segala bentuk penjajahan dan Israel dikenal sebagai Penjajah Palestina. Bahkan sampai sekarang negara Indonesia tetap tidak membuka jalur diplomatik resmi dengan Israel akibat perlakuannya tersebut terhadap Palestina.
Hanya saja kenapa tidak dilakukan dari awal dengan menolak untuk melakukan tanda tangan persetujuan. Kenapa tiba-tiba melakukan intervensi ketika semua sudah bersiap dan telah menghabiskan tidak sedikit biaya.
ADVERTISEMENT
Ketika isu batalnya pergelaran Piala Dunia U-20 di Indonesia bergulir di media, baik media massa atau media sosial, dengan latar belakang intervensi oleh dua gubernur kerap kali dinilai oleh netizen sebagi tindakan politis untuk menarik simpatisan. Mengingat salah satu gubernur yang menolak digadang sebagai calon presiden di pemilu yang akan datang pada tahun 2024.
Asumsi di atas juga tidak salah namun mengatakan jangan campuri sepak bola dengan politik juga tidak sepenuhnya benar. Sebab lebih dari apa pun sepak bola bukan hanya sekadar permainan tapi terkadang menjelma sebagai simbol perlawanan, terkadang juga sebagai interpretasi dari diri seseorang. Segala sesuatu ketika telah meliputi banyak orang maka tidak akan pernah bisa lepas dari hiruk pikuk politik. Karena melalui sepak bola selalu ada kehidupan yang diusahakan.
ADVERTISEMENT