Anggota DPR Minta Pemerintah Hapus Tradisi Sidang Isbat

24 Mei 2017 11:49 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bulan Ramadhan 2017 segera tiba. (Foto: Thinkstock)
Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan awal bulan suci Ramadhan melalui sidang isbat, yaitu sidang penentuan yang rujukannya adalah laporan adanya hilal atau penampakan awal bulan.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi VIII DPR asal Fraksi Gerindra, Sodik Mudjahid, menyebut sidang isbat adalah ikhtiar atau usaha duniawi. Padahal zaman sudah modern, tidak perlu lagi menentukan awal bulan secara manual dengan melihat hilal.
"Sidang isbat adalah sebuah ikhtiar duniawi pemerintah Indonesia bersama ulama dan ormas Islam dalam menetapkan 1 Ramadhan dan Syawal, karena itu maka bisa diubah dan diperbaharui," ucap Sodik dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan (kumparan.com), Rabu (24/5). Komisi VIII bermitra dengan Kemenag.
Hilal. (Foto: Wikimedia Commons)
Menurutnya, sidang isbat sudah berlangsung puluhan tahun dan layak dikaji keberadaannya sesuai dengan perkembangan zaman, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang astronomi dan ilmu falaq.
ADVERTISEMENT
"Dengan kemajuan iptek ini maka sesungguhnya penetapan kalender Hijriah (dalam Islam), termasuk di dalamnya penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal, sudah bisa dilaksanakan dengan akurat puluhan tahun sebelumnya dalam sebuah Kalender Hijriah Permanen seperti halnya kalender Masehi permanen," papar mantan ketua MUI Jawa Barat itu.
Kurma jelang Ramadhan (Foto: Akbar Nugroho Gumay/Antara)
Berikut alasan lengkap gagasan penghapusan tradisi sidang isbat menurut Sodik:
1. Kemajuan iptek yang sudah mampu memprediksi dengan akurat penanggalan hari per hari untuk waktu puluhan tahun ke depan.
2. Sidang isbat sering mempertontonkan perbedaan pendapat di kalangan ulama dan pemimpin umat saat menghadapi bulan suci Ramadhan. Perbedaan pendapat ini oleh masyarakat sering diartikan sebagai tidak adanya kekompakan, bahkan kesan perpecahan ulama dan ormas jelang bulan suci Ramadhan.
ADVERTISEMENT
3. Selain kesan perpecahan, perbedaaan penetapan oleh isbat beberapa hari sebelum tiba bulan puasa, sering memperkuat dan mempertegas kebingungan di kalangan umat awam atas perbedaan tersebut.
4. Proses sidang isbat dari mulai kegiatan pengamatan di lapangan di beberapa titik jauh sebelum sidang isbat, sampai kegiatan sidangnya, memerlukan biaya yang cukup besar. Lebih manfaat jika dana itu diserahkan kepada MUI dan ormas Islam untuk pembinaan umat selama Ramadhan.
5. Sebelum sidang isbat, ormas-ormas sudah menetapkan dan mensosialisasikan ketetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal kepada jemaah masing masing dan hal tersebu dipegang dengan kuat sebagai pedoman berpuasa.
6. Ormas Islam mempunyai otonomi dalam isbat 1 Ramadhan dan 1 Syawal tanpa ada perasaan sungkan berbeda seperti ketika masih ada sidang isbat.
Massa aksi 55 di Istiqlal. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Dengan penghapusan tradisi sidang isbat, Sodik mengusulkan mekanisme baru penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal oleh Menteri Agama, sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
1. Menteri Agama sebelumnya telah menetapkan tim dari kalangan ilmuwan dan ulama untuk menyusun Kalander Hijriah Permanen.
2. Jelang tiba bulan puasa, Menteri Agama meminta penegasan kepada tim tentang pertanggalan 1 Ramadhan dan 1 Syawal tahun berjalan, berdasar Kalender Hijriah Permanen yang sudah ditetapkan
3. Menampung laporan isbat (penetapan) 1 Ramadhan dan 1 Syawal dari ormas Islam baik dalam forum pertemuan langsung dengan pimpinan ormas atau cukup laporan tertulis.
4. Pengumuman penegasan pertanggalan 1 Ramadhan dan 1 Syawal tahun berjalan Republik Indonesia oleh Menteri Agama berdasarkan kalender hijriah permanen yang sudah disusun dan ditetapkan sebelumnya.
5. Pada saat penegasan 1 Ramadhan dan 1 Syawal versi pemerintah, Menteri Agama menyampaikan pula hasil isbat ormas-ormas Islam baik yang sama atau yang beda dengan pemerintah.
ADVERTISEMENT
6. Masyarakat dipersilakan untuk mengikuti isbat sesuai keyakinnanya seperti selama ini sudah berjalan.
Sodik Mudjahid (Foto: sodikmudjahid.com)
"Dengan penghapusan tradisi sidang isbat, maka manfaat yang bisa diambil adalah bangsa Indonesia masuk dalam era iptek yang total dalam penetapan kalender Hijriah sehingga mempunyai Kalender Hijriah permanen untuk puluhan tahun, termasuk di dalamnya 1 Ramadhan, 1 Syawal, Hari Wukuf Arafah dan lainnya," papar mantan ketua Alumni Brigade PII Jawa Barat tersebut.
Menurut Sodik, dengan adanya kalender Hijriah yang permanen hasil metode hisab, maka umat Islam khususnya di kalangan awam tidak dipertontokan perpecahan dan diberi kebingungan menjelang bulan suci Ramadhan.
"Dana proses isbat bisa digunakan untuk pembinaan umat dalam bulan Ramadhan, dan ormas-ormas (Islam) tetap diberi otonomi untuk isbat tanpa terpaksa harus sama atau sungkan bila berbeda dalam proses isbat," tutupnya.
ADVERTISEMENT