Muhammadiyah: Kebijakan Sekolah 8 Jam Perkuat Pendidikan Karakter

15 Juni 2017 16:18 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketum Muhammadiyah Haedar Nashir (Foto: Embong Salampessy/ANTARA)
zoom-in-whitePerbesar
Ketum Muhammadiyah Haedar Nashir (Foto: Embong Salampessy/ANTARA)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kebijakan sekolah 8 jam sehari atau full day school yang dicetuskan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, menuai pro kontra di masyarakat. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu`ti, menilai kebijakan itu adalah strategi memperkuat pendidikan karakter.
ADVERTISEMENT
"Kebijakan sekolah 5 hari dengan masa belajar 8 jam setiap hari merupakan bagian dari strategi pendidikan karakter. Menteri Muhadjir Effendy melihat banyak masalah timbul karena kurang efektifnya sistem sekolah sekarang ini. Banyaknya waktu luang di luar kegiatan sekolah menyebabkan masalah," ucap Abdul Mu'ti kepada kumparan (kumparan.com), Kamis (15/6).
"Selain itu, terdapat masalah akademik dan administrasi keguruan. Banyak anak yang mengikuti les mata pelajaran, keterampilan, atau kesenian setelah jam sekolah karena merasa tidak cukup diberikan oleh sekolah," imbuhnya.
Oleh karena itu, kebijakan Mendikbud diharapkan dapat mengatasi persoalan-persoalan tersebut dengan memaksimalkan peran guru, tenaga kependidikan, dan kerja sama antara sekolah dengan masyarakat.
Sekretaris PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sekretaris PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Menurutnya, kebijakan tersebut akan berdampak terhadap penyelenggaraan pendidikan formal dan non-formal termasuk lembaga pendidikan Muhammadiyah.
ADVERTISEMENT
"Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah mengelola lembaga pendidikan sekolah, madrasah, diniyyah, dan pesantren dalam bentuk boarding school. Tidak sedikit warga Muhammadiyah yang bekerja sebagai guru. Karena itu Muhammadiyah jelas terdampak oleh kebijakan Mendikbud," paparnya.
Untuk diketahui, dalam laporan Muktamar tahun 2015, Muhammadiyah memiliki 1.064 SD, 1.111 SMP, 567 SMP, 546 SMK, 1.188 Madrasah Ibtidaiyah (MI), 521 Madrasah Tsanawiyah (MTs), 178 sekolah Madrasah Aliyah (MA), dan 89 pondok pesantren. Jumlah itu terus bertambah dengan pembangunan sekolah baru di Indonesia.
Anak Sekolah  (Foto: Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Anak Sekolah (Foto: Antara)
Abdul Mu'ti mengatakan, dalam hubungannya dengan kebijakan pemerintah, Muhammadiyah senantiasa berusaha mematuhi hukum dan aturan yang berlaku kecuali bertentangan dengan Islam.
ADVERTISEMENT
Dalam banyak hal Muhammadiyah senantiasa akomodatif terhadap peraturan dan undang-undang. Misalnya terkait pendidikan agama. Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan agama diajarkan sesuai dengan agama siswa dan diajarkan oleh guru yang seagama. Muhammadiyah memberikan pelajaran agama Kristen yang diajarkan oleh guru agama Kristen.
"Karena itu, terkait dengan kebijakan sekolah 5 hari, Muhammadiyah berusaha untuk menyesuaikan diri. Ciri Muhammadiyah senantiasa berpandangan luas dan bersikap luwes. Karena prinsip luas dan luwes itulah Muhammadiyah dan amal usahanya bisa bertahan dan berkembang," paparnya.
Anak panti asuhan Makan gratis di PP Muhammadiyah. (Foto: Iqra Ardini/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anak panti asuhan Makan gratis di PP Muhammadiyah. (Foto: Iqra Ardini/kumparan)
Muhammadiyah berharap semua elemen masyarakat untuk tidak terlalu over-reaktif menyikapi kebijakan Mendikbud tentang sekolah 5 hari. Pelaksanaan tidak bersifat serentak dan dipaksakan. Kebijakan dilaksanakan secara bertahap dengan sukarela sambil dievaluasi.
ADVERTISEMENT
"Jangan terlalu dipolitisasi. Setelah empat tahun berjalan K-13 (Kurikulum 2013-red) belum diberlakukan secara penuh. Tidak ada masalah. Yang siap melaksanakan, yang belum dipersiapkan secara bertahap," terang Abdul Mu'ti.
Tak hanya itu, Abdul Mu'ti juga berharap pemerintah tidak perlu gamang dengan banyaknya tekanan dan keberatan. Yang penting dibangun komunikasi yang baik dan penjelasan yang komprehensif.
Dia menilai, penolakan sebagian pihak lebih karena kurangnya informasi dan pemahaman. Jika memang tidak mampu, bisa minta dispensasi tidak harus memaksa kebijakan dihapus atau dibatalkan. Dia menyarankan wait and see dulu sambil dipelajari kelebihan dan kekurangannya.
Anak Sekolah  (Foto: Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Anak Sekolah (Foto: Antara)
Pendidikan Karakter
Lebih lanjut soal pendidikan karakter. Abdul Mu'ti menyebut, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, di antara tujuan pendidikan nasional adalah untuk membentuk karakter bangsa.
ADVERTISEMENT
"Secara kebijakan, pendidikan karakter sudah dimulai pada masa Menteri Pendidikan Nasional Prof Muhammad Nuh," kata Abdul Mu'ti.
Dalam rangka itu, diberlakukan Kurikulum 2013 sebagai pengganti Kurikulum 2006 (KTSP). Dalam K-13 terdapat penekanan sikap spiritual dan sikap sosial sebagai kompetensi yang harus ada pada setiap mata pelajaran.
Termasuk dalam rangka pendidikan karakter mata pelajaran agama yang durasinya 2 jam pelajaran/minggu diubah menjadi pelajaran agama dan budi pekerti dengan durasi 3 jam pelajaran/minggu.
"Jadi pendidikan karakter merupakan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Menteri Muhammad Nuh membuat kebijakan pendidikan karakter dengan memberlakukan K-13," tegasnya.