Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Suket Jangan Jadi Masalah di Pertarungan Ahok Vs Anies
7 April 2017 21:13 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Pemungutan suara putaran pertama pada 15 Februari lalu masih diwarnai sedikit kisruh. Salah satunya karena banyak pemilih yang menggunakan surat keterangan (suket) tidak bisa mencoblos.
ADVERTISEMENT
Suket adalah surat keterangan pengganti blangko e-KTP yang kosong. Mereka menggunakan suket karena punya hak pilih, tapi luput dalam pendataan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Pemilih dengan suket atau e-KTP, hanya bisa mencoblos satu jam sebelum TPS ditutup (12.00-13.00 WIB).
Data Disdukcapil DKI Jakarta menyebut total ada 84.851 pemilih yang menggunakan suket pada putaran pertama. Dari data itu, ada yang menghadapi masalah, yaitu pemilih yang surat suaranya kehabisan di TPS, ada juga yang masa mencoblosnya habis.
Baca: Pilkada Sialan!
Sebagai catatan, dalam beberapa gugatan Pilkada serentak 2017 di Mahkamah Konstitusi (MK), suket adalah salah satu masalah yang diajukan. Di antaranya Banten, karena jumlah suket di TPS beda dengan jumlah yang dikeluarkan dukcapil.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana menghadapi masalah suket di putaran kedua?
Komisioner KPU DKI Jakarta Pokja Pemutakhiran Data, Moch Sidik, menuturkan hingga saat ini KPU belum mengetahui berapa suket untuk putaran dua. Pasalnya, DPT baru direkapitulasi di KPU pada Kamis (6/4) kemarin, dengan jumlah 7.218.280 pemilih.
Mereka yang menggunakan suket atau e-KTP di putaran pertama, sudah diakomodir dalam DPT putaran dua. Itulah alasan mengapa ada 109.691 pemilih tambahan di DPT.
"Memang tidak ada batas waktu penerbitan suket, tapi harus perhatikan problem teknisnya," ucap Sidik kepada kumparan (kumparan.com), Jumat (7/4).
Masalah pertama, KPU DKI perlu menyediakan surat suara di TPS sejumlah suket yang diterbitkan, karena surat suara hanya disiapkan untuk pemilih yang terdata dalam DPT ditambah surat suara cadangan 2,5 persen tiap TPS.
ADVERTISEMENT
Jika data pengguna suket baru diketahui H-1, KPU tidak ada waktu untuk mencetak surat suaranya. Sementara jika berharap pada surat suara cadangan, akan berbahaya jika ada kekurangan di TPS.
"Misal sampai H-1. Pengadaan surat suaranya kapan? Distribusi ke TPS-nya kapan? Di putaran pertama, kendalanya bagaimana surat suara itu sampai di 13 ribu TPS se-Jakarta," papar Sidik.
Masalah lainnya adalah KPU perlu menginformasikan pemilih suket yang diterima dari Disdukcapil DKI itu, kepada Bawaslu dan para saksi tim Ahok-Djarot dan Anies-Sandi. Jangan sampai ada data dan surat suara untuk suket di TPS, yang tak diketahui saksi paslon.
"Saat ini masih berdebat penerbitan suket hingga H-3 atau H-1," terang mantan Ketua KPU Kepuluan Seribu itu.
ADVERTISEMENT
"Kami dorong agar jauh hari (batas akhir penerbitan suket untuk Pilgub), karena perlu disiapkan surat suaranya jauh hari," imbuh Sidik.
Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono (Soni) menyebut ada 3 alternatif untuk menyelesaikan kapan batas akhir penerbitan suket. Pertama, berhenti diterbitkan sejak DPT ditetapkan. Kedua, suket berhenti diterbitkan pada H-3 pencoblosan (16 April). Ketiga ialah H-1 pukul 16.00 WIB.
"Kalau yang pertama, kurang sehari KPU keberatan, karena dia butuh waktu. Data suket itu harus sampai kepada timses paslon dan harus sampai ke TPS dipasang. Kalau cuma satu hari, bagaimana keliling pulau di Pulau Bidadari. Enggak mungkin ngejar," jelasnya di Balai Kota Jakarta, Jum'at (7/4).
"Oleh karena itu KPU pengin punya kesempatan at least tidak satu hari. Yang ideal adalah H-3. Nah setelah nanti suket-suket diberikan nanti disetop," sambung Soni.
ADVERTISEMENT
Soni mengatakan, suket tersebut sebetulnya cenderung dipersoalkan oleh tim pasangan calon Anies-Sandi saat rapat rekapitulasi DPT Kamis (6/4) kemarin.
"Isu suket itu dari pasangan calon nomor 3 memang lebih cenderung mempertanyakan tentang suket. Kalau dasar hukum dipertanyakan jelas saya kira. Dalam UU, Peraturan KPU, memang suket dimungkinkan selama memang tidak ada KTP elektronik," tegasnya.
Cagub DKI Anies Baswedan tak membantah timnya mengkritisi soal suket. Dia menyebut pada putaran pertama jumlah suket mencurigakan. Dia menegaskan bahwa putaran dua pada 19 April harus fair.
"Saya juga tak tahu apa yang terjadi di tempat itu (TPS yang banyak suket). Tapi bagi mereka yang mempelajari ilmu elektoral, itu sesuatu fenomena yang sangat unik," ucap Anies di sela kampanye siang tadi.
ADVERTISEMENT
"Kami ingin fair, kami tak ingin ada pihak-pihak yang tidak berhak dan ikut dalam pilkada, karena prosesnya pun banyak pertanyaan," imbuhnya.