'KPK Dirugikan Nota Kesepahaman'

29 Maret 2017 16:02 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Prasetyo, Agus dan Tito. (Foto: Antara-kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Prasetyo, Agus dan Tito. (Foto: Antara-kumparan)
Bertajuk Kerja Sama dalam Pemberantasan Korupsi, nota kesepahaman yang diteken KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan, dianggap berpotensi menghambat pemberantasan korupsi. Nota kesepahaman itu diteken tiga lembaga tersebut, Rabu (29/3), dan berlaku hingga tiga tahun ke depan.
ADVERTISEMENT
"Nota kesepahaman itu seperti melindungi polisi dan jaksa dari jerat KPK," kata Hifdzil Alim, peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada, Rabu (29/3).
Poin yang dianggap akan menjadi masalah ada tiga. Pertama, Pasal 3 ayat 6, yang berbunyi "Dalam hal salah satu pihak melakukan pemeriksaan terhadap personel pihak lainnya maka personel tersebut didampingi oleh fungsi hukum atau bantuan advokat para pihak dan pemeriksaan dapat dilakukan di kantor para pihak".
Menurut Hifdzil, poin itu membolehkan polisi dan jaksa yang diperiksa KPK didampingi penasihat hukum, meskipun berstatus saksi. Padahal, pengungkapan kasus korupsi oleh KPK biasanya berasal dari pengakuan saksi. KUHAP hanya mengatur pendampingan hukum bagi tersangka.
ADVERTISEMENT
Di kasus suap di lingkungan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, menurut Hifdzil, KPK telah memeriksa Kepala Kejati DKI, Sudung Situmorang; dan bawahannya: Tomo Sitepu. Pengungkapan kasus itu telah membuat Marudut Pakpahan dihukum karena terbukti menjadi makelar kasus.
"Ini dapat mematikan whistle blower system," kata Hifdzil.
Poin lain berada di Pasal 3 ayat 5 nota kesepahaman itu berbunyi "Dalam hal salah satu pihak melakukan pemanggilan terhadap personel pihak lainnya maka pihak yang melakukan pemanggilan tersebut memberitahukan kepada pimpinan personel yang dipanggil".
Menurut Hifdzil, poin itu mengharuskan KPK memberi tahu pimpinan Polri atau Kejaksaan jika hendak memanggil polisi atau jaksa.
Hifdzil mengingatkan tentang pemanggilan tiga polisi yang menjadi ajudan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi. Alih-alih menghadirkan ketiganya ke KPK, pimpinan Polri malah menugaskan mereka ke Operasi Tinombala.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Pasal 3 ayat 7, yang berbunyi "Dalam hal salah satu pihak melakukan tindakan penggeledahan penyitaan atau memasuki kantor pihak lainnya maka pihak yang melakukannya memberitahukan kepada pimpinan pihak yang menjadi objek dilakukannya tindakan tersebut kecuali tangkap tangan".
Hifdzil menyebut aturan itu bisa berpotensi merugikan KPK. Ketika KPK mengusut kasus korupsi simulator SIM, pimpinan Polri malah mengunci Gedung Korlantas dan melarang penyidik membawa berkas.
Nota kesepahaman yang berisi 15 pasal itu ditandatangani oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Ketua KPK Agus Rahardjo, dan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.