Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Kisah FPI Bertato dan Hukum Islam yang Mengaturnya
13 Juni 2017 9:44 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Maskulinitas, seni, memorial, dan bentuk ekspresi merupakan sejumlah alasan seseorang memilih untuk bertato.
[Baca juga: Tato dan Mengapa Ia Dicap Buruk ]
Lantas apakah boleh seorang muslim mentato tubuhnya?
Tidak boleh. Hal ini secara tegas disebutkan dalam hadist dan Alquran.
Menurut Ustaz Rikza Maulan, Direktur Institute for Islamic Studies & Development Jakarta, seperti disebutkan dalam hadist baik pihak yang mentato dan membuatkan tato terancam laknat Allah SWT.
“Jadi tato itu termasuk yang dilarang dan dilaknat Allah, dalam hadis-nya kira-kira Nabi Muhammad melarang orang yang mentato diri dan membuatkan tato,” ujar ustaz Rikza Maulan kepada kumparan (kumparan.com) Senin (12/6).
Namun, kehebohan tentang anggota Front Pembela Islam (FPI) di Rembang yang ketahuan memiliki tato orang telanjang membuat publik bertanya-tanya. Apalagi, anggota FPI tersebut disebut sebagai sosok yang dulunya preman namun sudah bertobat.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: Apakah seseorang yang telah bertaubat wajib menghapus tatonya?
“Kalau yang sudah terlanjur maka yang pertama dia wajib bertobat karena tato itu bagi sebagian ulama termasuk dosa besar yang melanggar syariat Allah. Kedua setelah dia bertobat maka wajib menghilangkan tato tersebut dari tubuhnya ‘sebisa’ yang dia mampu. Apabila telah berusaha tapi tidak bisa hilang mudah-mudahan Allah mengampuni,” ujar Rikza.
Larangan ini tak lepas dari dampak dari tato yang akan mengubah mengganti warna pigmen pada kulit. Seorang muslim dilarang untuk mengubah-ngubah ciptaan Tuhan kecuali hal tersebut memilki latar belakang kesehatan dan dalam kondisi ‘terpaksa’.
ADVERTISEMENT
Bagaimana apakah kamu akan tetap membuat mempertahankan tatomu? Hal ini kembali ke kepercayaan dan kemauan masing-masing.
Di sisi lain bagi yang tidak bertato, jangan sampai pula kita mendiskreditkan dan berpandangan buruk kepada orang-orang yang bertato.
Allah SWT saja membuka kesempatan bertobat, mengapa manusia tidak?
[Baca juga: Tato di Indonesia: dari Adat Menjadi Stigma ]