Tato dan Mengapa Dia Dicap Buruk

13 Juni 2017 8:44 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
FPI di Rembang (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
FPI di Rembang (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Seorang anggota Front Pembela Islam (FPI) Rembang dihardik warganet setelah fotonya memiliki tato bergambar perempuan telanjang beredar di dunia maya. Cercaan semacam itu mewakili anggapan bahwa apa yang dimiliki pria tersebut tidak sesuai dengan FPI yang begitu mencitrakan diri sebagai organisasi penjaga moral.
ADVERTISEMENT
Persepsi orang Indonesia menganggap bahwa tato hanya akan menempel pada tubuh orang-orang kriminal dan deretan identitas tanpa moral lainnya. Sejak tato menjadi penanda identitas kriminal di Indonesia pada era penembakan misterius tahun 1980-an, tato dilekatkan dengan citra preman dan kriminal. Tubuh yang bersih dari tinta ikut menjadi standar menentukan jiwa yang bersih.
Anggota FPI tersebut tidak sendirian dalam mendapati dirinya dicela karena tatonya. Hanya saja sayangnya dia cukup apes karena hidup di zaman tato dicitrakan sebagai hal buruk.
Yang baru dari tato adalah stigmanya. Melukis tubuh -- baik permanen maupun tidak -- adalah warisan kebudayaan manusia yang telah ada sejak lebih dari 5000 tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Pria dengan tato memenuhi bagian tangan. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Pria dengan tato memenuhi bagian tangan. (Foto: Pixabay)
Awal peradaban tato
Dilansir Smithsonian, kehadiran tato pada peradaban kuno diawali penemuan sebuah mumi perempuan Mesir kuno dari 2000 tahun sebelum masehi (SM). Di bagian tangannya, terdapat goresan berwarna hitam yang menyerupai tato. Kemudian, temuan perempuan purba bertato dari Chincurruan, Chile yang diduga berasal dari periode 3000 SM. Namun, mumi bertato tertua yang hidup pada tahun 3200 SM bernama Otzi ditemukan di bawah geyser yang berlokasi di perbatasan Austria - Italia.
Tato mumi perempuan di Sudan bertuliskan Michael dengan bentuk salib di bagian atasnya. Perempuan yang menjadi bagian dari Mesir kuno itu sedang menunjukkan bahwa ia memiliki harapan agar diberi kesehatan dalam hidupnya atas keputusannya menggambar tangannya.
ADVERTISEMENT
Pada era kuno, tato menjadi bentuk pengharapan. Dikutip dari British Museum, tato zaman dahulu merupakan bentuk aestetic medicine atau pengobatan dengan cara yang estetis. Para perempuan Mesir bertato untuk menghindarkan diri dari penyakit. Sedangkan tato di 15 titik pada tubuh mumi Otzi dari Alpen merupakan satu bentuk terapi kesehatan pada masa itu.
Penemuan mumi bertato memberi satu pelajaran: makna tato tidak tunggal dan tetap.
Masing-masing masyarakat punya gagasan sendiri mengapa perlu menggambar tubuh. Barulah sejarah menunjukkan bahwa tato hidup di setiap peradaban. Dari para ksatria Jepang hingga Suku Maori di Selandia Baru, suku Dayak Kalimantan hingga kepulauan Pasifik, sampai peradaban religius Arab dan India hingga Afrika, melukis tubuh menjadi varian budaya yang tak terpisahkan.
ADVERTISEMENT
Ketika manusia beranjak menuju tahun masehi, tato ikut bergeser makna menjadi penonjolan identitas. Sosiolog Amerika Serikat, Clinton Sanders, dalam bukunya Customizing Body: The Art and Culture of Tattooing, fungsi tato digunakan untuk menonjolkan identitas tertentu yang artinya bisa sangat berbeda antara satu tato dengan lainnya. Manusia menciptakan gambar di tubuhnya untuk kebutuhan dekoratif, religius, dan simbol tertentu.
Peradaban Jepang paling bisa menjelaskan evolusi tato.
Pada 500 SM, tato menjadi bagian penting dalam kehidupan koloni-koloni Jepang kuno. Sebuah pahatan di Osaka menceritakan budaya haniwa yang menunjukkan bahwa tato adalah bentuk paling artistik yang dilakukan manusia waktu itu.
Barulah abad ke 13 budaya mentato memiliki simbol baru yang berkaitan erat dengan stigma negatif. Tato menjadi tanda yang disematkan kepada para kriminal. Untuk mengenali bandit pada saat itu ditentukan oleh gambar hinin atau tato yang menggambarkan lokasi operasi tindakan kriminal mereka.
ADVERTISEMENT
Abad ke 17, artefak sejarah menunjukkan makna lain tato di Jepang. Sebuah tato bernama irebokuro yang artinya "menyuntik di bagian tubuh yang indah" begitu digandrungi oleh masyarakat Jepang. Tato ini menjadi simbol cinta dan loyalitas. Bentuk positif tato berkembang dengan munculnya model irezumi atau simbol kepahlawanan. Para ksatria yang membela rakyat kecil pada saat itu dikenal dengan ciri-ciri badan penuh dengan tato.
Irezumi luntur seiring tekanan pemerintah pada era Restorasi Meiji di abad 19. Kaisar Meiji memandang bahwa tato adalah bentuk amoral, dan ia khawatir ketika bangsa Barat datang dan melihat orang bertato, Jepang akan dianggap bangsa yang barbar.
Tato di peradaban Tahiti dan Maori (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Tato di peradaban Tahiti dan Maori (Foto: Wikimedia Commons)
Tato dan Pertentangannya
Namun sejatinya tato hanya istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan proses mewarnai tubuh. Dan istilah tato tidak muncul di Jepang, melainkan di Tahiti, sebagaimana dicatat Sander. Dikisahkan pendaratan James Cook di Tahiti pada 1769 mendapati suku yang tubuhnya penuh lukisan. James Cook bercerita bahwa masyarakat setempat menyebutnya sebagai ta tu yang artinya tanda.
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun berselang, Cook ikut membawa pangeran Tahiti bernama Omai yang badannya penuh ta tu ke tanah Inggris. Pengrajin itu dikenalkan ke keluarga aristokrat Kerajaan Inggris. Seni ta tu langsung merebut hati keluarga kerajaan dan borjuis London. Oleh karenanya, budaya tato modern kemudian cepat menyebar.
Namun persebaran gaya hidup mentato tidak digandrungi oleh kelas menengah Eropa lain. Budaya mentato jamak ditemui di aristokrat kerajaan, pelaut, tentara, dan pedagang.
Seni melukis diri seperti ta tu bukan hal baru di tanah Eropa. Ketika awal masuk ke Anglo Saxon, tato digunakan sebagai bentuk penunjukkan derajat kehormatan dan religiusitas. Mayat Raja Harold memiliki tato di bagian dadanya.
Namun secara terpisah, Bangsa Eropa yang jamak menggunakan tato sempat tersendat oleh kebijakan gereja. Tato bertentangan dengan nilai moral yang diusung gereja karena dianggap "memanipulasi bentuk asli dari ciptaan Tuhan.”
ADVERTISEMENT
Tato di Nusantara
Peradaban Nusantara sendiri tidak lepas dari budaya melukis tubuh dengan tato. Masyarakat Dayak menggunakan tato sebagai simbol strata sosial dan kelas ekonomi. Bagi orang Dayak, semakin banyak tato yang dimiliki, semakin tinggi derajat di masyarakat.
Sedangkan peradaban tradisional Nusantara yang paling dikenal dengan tatonya adalah orang-orang Mentawai. Mengutip Antara, tato masyarakat Mentawai disebut sebagai peradaban menggambar tubuh yang paling tua di dunia yang ada sejak jaman neolitikum. Mereka disebut telah hadir sejak 500 SM.
Seniman tato (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Seniman tato (Foto: Pixabay)
Warisan nusantara ini dipandang setelah mata oleh rezim Orde Baru. Operasi pemberantasan preman pada medio 1980-an menyebut label para kriminal dengan ciri fisik tubuh bertato dan tambut gondrong. Dengan gaya Orde Baru yang begitu represif, stigma dengan cepat menyebar dan mengakar.
ADVERTISEMENT
Namun, stigma terhadap tato bukan tentang sebuah norma yang menentukan baik dan buruk seseorang. Kisah pendisiplinan yang dilakukan Gereja Katolik Roma, Kekaisaran Meiji, hingga pemerintah Orde Baru, adalah kisah tentang bagaimana kekuasaan mengatur segala gerak dan rupa bahkan mulai dari pori-pori kulit.