Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Sistem Pendidikan Terbaik Dunia: Membandingkan Finlandia dan Singapura
16 Juni 2017 14:43 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana segera mengimplementasikan program penguatan karakter siswa melalui program 8 jam di sekolah. Kebijakan akan dimulai pada tahun ajaran 2017/2018.
ADVERTISEMENT
Banyak kalangan lantas menyebut program tersebut sebagai full day school, meski Mendikbud Muhadjir Effendi meminta kebijakan itu tak disebut demikian karena tak seluruhnya dari 8 jam itu digunakan untuk belajar.
“Program tambahannya adalah program kokurikuler dan ekstrakurikuler, jadi penunjang dari intrakurikuler. Penunjang belajar di sekolah untuk penguatan karakter,” ujar Muhadjir di Jakarta, Rabu Rabu (14/6).
[Baca juga: Buat Apa 8 Jam di Sekolah? ]
Berbicara soal sistem pendidikan, bagaimanakah sebetulnya sistem pendidikan di negara-negara lain di dunia?
Mari kita ambil contoh Finlandia dan Singapura. Hampir di semua kategori dalam ranking Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2015, kedua negara ini masuk 5 besar.
PISA merupakan survei tiga tahunan yang menguji kemampuan siswa berusia 15 tahun untuk tiga bidang, yakni membaca, matematika, dan sains. Survei ini diinisiasi Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD)
ADVERTISEMENT
Sementara itu Indonesia sendiri mendapat ranking 62 di bidang sains, 63 di bidang matematika, dan 64 untuk membaca.
[Baca juga: Mau Dibawa ke Mana Pendidikan Indonesia? ]
Finlandia dan Singapura merupakan contoh menarik karena keduanya memiliki pendekatan berbeda dalam memberikan pendidikan kepada anak bangsanya, namun sama-sama mendulang sukses.
Finlandia terkenal dengan sistem pendidikan santai yang tak memforsir dan menekan siswanya, sementara sistem pendidikan di Singapura cenderung sangat disiplin dan membuat siswanya mati-matian belajar.
Kepemilikan Sekolah
Finlandia menyediakan pendidikan gratis bagi warganya, bahkan hingga jenjang sarjana. Hampir semua sekolah di Finlandia merupakan sekolah yang dibiayai dari pajak dan berstatus sekolah negeri.
Hal ini membuat tidak ada perbedaan berarti antarsekolah, baik dari segi fasilitas dan kualitas. Universitas yang ada pun semuanya negeri, sehingga tak ada tekanan berlebih bagi para siswa untuk mendapatkan universitas berkualitas.
ADVERTISEMENT
Sementara di Singapura, banyak berdiri sekolah-sekolah swasta. Sama seperti di Indonesia, sekolah negeri di Singapura secara tidak langsung memiliki kasta --sekolah unggulan dan non-unggulan.
Saat tes masuk universtias negeri pun, para siswa terpacu bersaing habis-habisan untuk mendapatkan universitas negeri. Hal ini karena masih ada kecenderungan perusahaan-perusahaan atau lembaga pemerintah melihat calon pekerja dari latar belakang kampusnya.
[Baca juga: Murid Indonesia Sayang, Murid Kami Malang ]
Jam Belajar
Sekolah di Finlandia hanya menghabiskan waktu sekitar 4-5 jam sehari. Siswa bahkan akan mendapatkan waktu sekitar 15 menit untuk beristirahat tiap 45 menit belajar.
Pemerintah lebih mengutamakan kualitas dibanding kuantitas.
Pendeknya waktu sekolah juga dianggap memberi keleluasaan dan kesempatan bagi para siswa untuk menambah dan mempelajari ilmu-ilmu lain di luar sekolah.
ADVERTISEMENT
Saat di sekolah, para siswa juga diberi kebebasan untuk memilih seragam yang dikenakan dan pelajaran yang ingin dipelajari.
Singapura berbeda, baik sekolah swasta maupun negeri memiliki jam sekolah lebih lama. Antara 6-8 jam, belum lagi kegiatan belajar tambahan seperti les atau pemantapan.
[Baca juga: “Mengurung” Anak Sehari Penuh di Sekolah ]
Urusan makan siang pun ikut terpengaruh. Para siswa kerap makan siang pada waktu telat (jam 2-3). Tentu berat membayangkannya, apalagi buat orang Indonesia yang biasa makan siang sekitar jam 12.
Di Singapura, hampir tiap sekolah memilki seragam khusus bagi para muridnya, dan pemilihan mata pelajaran tak bebas seperti di Finlandia.
PR dan Ujian
Bahagia. Mungkin itu yang dirasakan para siswa di Finlandia. Tangan tak akan terasa pegal karena mengisi Lembar Kerja Sekolah (LKS) atau menulis esai di buku tugas.
ADVERTISEMENT
Para siswa jarang sekali diberi PR dan kesempatan lebih untuk bermain. Ujian nasional pun hanya berlaku pada sekolah menengah --hanya sebagai bahan evaluasi pemerintah, dan bukan jadi indikator kelulusan siswa.
Ingin tahu bagaimana PR dan ujian di Singapura?
Coba ingat-ingat apa yang kamu alami saat masa-masa sekolah. Stres bukan? Sama juga di Singapura.
[Baca juga: 10 Kali Gonta-ganti Kurikulum Pendidikan ]
Namun peringkat Singapura dan Indonesia berbeda jauh meski yang dirasa murid-muridnya sama. Ini salah satunya karena sulitnya pemerataan fasilitas dan kualitas pendidik di nusantara dengan penduduk lebih dari 200 jua jiwa. Tentu tak bisa dibandingkan dengan Singapura yang luasnya tak jauh beda denga DKI Jakarta.
Faktor lain yang kerap disebut memengaruhi perkembangan pendidikan di Indonesia adalah masalah konsistensi kurikulum. Mulai dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan Kurikulum 2013, hanyalah sebagian dari perubahan kurikulum yang pernah terjadi di Indonesia yang jumlahnya mencapai belasan.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, semua keputusan berada di tangan pemerintah. Apakah akan bertahan dengan sistem pendidikan saat ini yang lebih mengacu pada kesuksesan ala Singapura? Ataukah mendekatkan diri pada “mazhab” Finlandia dan merealisasikan penghapusan Ujian nasional yang kini tinggal wacana?
Jika kebahagiaan para siswa yang jadi tolak ukur, mungkin ada baiknya Indonesia mencoba mencontoh Finlandia. Dalam World Happiness Report 2017, Finlandia berada di urutan ke-5 negara paling bahagia sedunia, sedangkan Singapura ada di urutan ke-26.
Indonesia? Kita ada di peringkat 81 --di bawah rata-rata ASEAN dan dunia.
Jadi, sistem pendidikan mana yang lebih kamu suka?