Konten dari Pengguna

Fenomena Gus Miftah dan Penjual Es Teh: Saat Momen Viral Jadi Strategi Pemasaran

Nadhifa Nada Nisrina
Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Brawijaya dan Pemagang di Institut Humor Indonesia Kini
15 Desember 2024 16:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadhifa Nada Nisrina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Esteh. Foto: Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Esteh. Foto: Pexels.com
ADVERTISEMENT
Viralnya Gus Miftah dan seorang penjual es teh baru-baru ini menjadi momen yang dimanfaatkan oleh berbagai brand untuk membuat parodi kreatif dalam promosi produk mereka. Momen ini, yang awalnya menjadi sorotan karena kontroversi dan humor spontan di media sosial, kini diubah menjadi alat pemasaran yang menarik perhatian publik.
ADVERTISEMENT
Beberapa brand melihat peluang besar dalam tren ini. Salah satunya adalah Onesite Creative Café dalam akun Tiktoknya, yang memanfaatkan momen tersebut dengan menawarkan promo menarik. Mereka mengiklankan es teh dengan gaya parodi, menjanjikan satu gelas es teh gratis bagi pelanggan yang membeli menu all variant di kafe mereka. Dengan gaya kreatif khas TikTok, mereka meniru percakapan viral itu dan menyisipkan tawaran diskon yang sukses menarik perhatian audiens online. Tidak hanya itu, Tehdesa Official dalam akun Tiktoknya juga ikut meramaikan tren ini dengan menggunakan narasi serupa dalam iklan mereka. Dengan slogan jenaka dan video parodi pendek, mereka berhasil memasarkan produk es teh mereka sambil mengundang tawa para penonton.
Mengapa Humor dan Parodi Efektif dalam Iklan?
ADVERTISEMENT
Humor dalam iklan dapat menciptakan ikatan emosional yang kuat antara brand dan audiens. Seperti dijelaskan oleh Stern (1996), humor meningkatkan daya tarik iklan dengan mengubah pengalaman konsumen menjadi lebih menyenangkan dan berkesan. Dalam konteks parodi Gus Miftah dan penjual es teh, audiens merasakan kedekatan dengan brand yang memahami tren budaya populer yang sedang hangat dibicarakan.
Humor bekerja dengan menciptakan inkongruensi atau ketidaksesuaian yang mengejutkan antara ekspektasi audiens dan kenyataan. Attardo (1994) menyatakan bahwa humor sering muncul ketika elemen yang tak terduga disajikan dalam konteks yang biasa. Dalam parodi ini, ekspektasi audiens mungkin adalah promosi es teh biasa, tetapi Onesite Creative dan Tehdesa Official menyisipkan elemen humor melalui referensi viral yang tidak terduga. Hal ini membuat konten mereka lebih menarik dan berkesan.
ADVERTISEMENT
Parodi sering kali mengandalkan elemen pengulangan dari momen viral yang sudah dikenali audiens. Menurut Sweller (1988), pengulangan sederhana dapat meminimalkan beban kognitif, sehingga informasi lebih mudah diingat. Ketika audiens melihat kembali momen viral Gus Miftah dan penjual es teh dalam bentuk parodi, mereka lebih mungkin untuk mengingat pesan iklan sekaligus brand yang memproduksi konten tersebut.
TikTok sebagai platform sangat mendukung konten humor dan parodi. Penelitian oleh Voorveld et al. (2018) menunjukkan bahwa konten yang memancing emosi positif, seperti humor, lebih cenderung mendapat interaksi tinggi, sehingga algoritma memperluas jangkauan konten tersebut. Onesite Creative dan Tehdesa Official memanfaatkan momentum ini dengan mengunggah video parodi mereka di TikTok, yang berujung pada peningkatan visibilitas produk mereka di kalangan pengguna platform.
ADVERTISEMENT
Fenomena Gus Miftah dan penjual es teh yang viral membuktikan bahwa momen internet dapat diubah menjadi peluang pemasaran yang efektif. Dengan memanfaatkan humor dan parodi, brand seperti Onesite Creative dan Tehdesa Official berhasil menarik perhatian, meningkatkan visibilitas, dan menciptakan koneksi emosional dengan audiens. Pendekatan ini tidak hanya menghibur tetapi juga memastikan bahwa pesan brand tetap diingat, menjadikan humor sebagai senjata pemasaran yang tak ternilai. 🍹