Mengenal Datuk Panji Alam Khalifatullah: Taufik Ismail, sang Legendaris

Najah Jelita
Mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
19 Juni 2022 22:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Najah Jelita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Buku-buku  Sastra. Sumber: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Buku-buku Sastra. Sumber: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mungkin nama Taufik Ismail sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar pecinta sastra. Iya, dia adalah seorang sastrawan yang memiliki gelar Datuk Panji Alam Khalifatullah atau yang memiliki nama asli Taufik Ismail. Beliau merupakan penyair dan sastrawan legendaris asal indonesia yang Lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di daerah Bukittinggi, Sumatera Barat. Ia merupakan anak sulung dari tiga bersaudara. Ayahnya bernama KH. Abdul Gaffar Ismail dan ibunya Timur M. Nur. Lahir dan besar di kalangan keluarga berprofesi guru dan wartawan, membuatnya pernah merasakan pekerjaan dan mendapat pengalaman dari profesi tersebut. Perjalanan sekolahnya dimulai di SD Yogyakarta. Kemudian dilanjutkan dengan SMP di daerah Bukittinggi dan SMA di Kota Bogor. Lalu dia melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi karena mendapat beasiswa atas prestasinya dengan memenangkan American Field Service International School untuk mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat pada tahun 1956-1957 sebagai salah satu angkatan pertama yang berhasil menerima beasiswa tersebut. Setelah menempuh pendidikan di AS, Taufik Ismail memiliki rencana membangun peternakan untuk mencapai mimpinya akan kesusateraan, maka dari itu jurusan kedokteran hewan adalah pilihan awal ketika ia masuk kuliah di Indonesia dan tamat pada tahun 1963. Namun disayangkan, setelah menamatkan kuliahnya dia tidak berhasil membangun peternakan. Pendidikan lain yang ia tempuh yaitu American Field Service International School, International Writing Program di University of Iowa, dan di Faculty of Languange and Literature, Mesir. Banyak karir dan pengalaman yang juga menjadi bukti keaktifan Taufik Ismail dalam berbagai bidang serta organisasi seperti Pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah Ciampea, Kolumnis Harian KAMI pada tahun 1966-1970, bersama rekan-rekannya mendirikan Yayasan Indonesia dan Majalah Sastra Horison, Ketua Senat Mahasiswa FKHP UI tahun 1960-1961, Ketua Lembaga Kesenian Minangkabau tahun 1984-1986, Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia tahun 1978-1990, terpilih menjadi anggota Dewan Penyantun Board of Trustees AFS International di New York pada tahun 1974-1976 dan banyak lagi pengalaman yang lainnya. Membaca dan menulis adalah hobi yang sangat disukai Taufik Ismail sejak kecil. Menjadi sastrawan merupakan cita-cita yang ia dambakan sejak menginjak bangku SMA. Saat ini, ia menghasilkan lebih dari tiga puluh karya yang telah diterjemahkan diberbagai bahasa, seperti Inggris, Jerman, Prancis, Arab, Jepang dan banyak lainnya. Beberapa diantara karya yang telah di hasilkan yaitu : • Malu Aku Jadi Orang Indonesia (1998) • Tirani dan Benteng : dua kumpulan puisi (1992) • Kembalikan Indonesia padaku : puisi pilihan (2010) • Debu di atas debu (2014) • Sajadah kata : antologi puisi religius (2001) • Tafakur : gado-gado simpang lima (2005) • Mengakar ke bumi, menggapai ke langit (2008) • Kembalikan Indonesia Kepadaku (1971) • Seorang Tukang Rambutan Pada Istrinya (1966) • Kita Adalah pemilik Sah Republik ini (1966) • Benteng (1966) • La Strada, atau Jalan Terpanggang ini (1966) • Dari Catatan Seorang Demonstran (1933) • Refleksi Seorang Pejuang Tua (1966) • Oda Bagi Seorang Sopir Truk (1966) • Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis (1998) • yang Selalu Terapung di atas Gelombang (1998) • Ketika Sebagai Kakek di Tahun 2040, Menjawab Pertanyaan Cucumu (1998) • Sembilan Burung Camar Tuan Yusuf (1993) • Syair Empat Kartu di Tangan (1988) • Ketika Burung Merpati Sore Melayang • Bagaimana Kalau (1966) • Bukit Biru, Bukit Kelu (1965) Nah, itu hanya sebagian karyanya saja, masih banyak lagi karya yang ditulis dan dihasilkan oleh Taufik Ismail. Sebagai seorang penyair, Taufik Ismail juga kerap membacakan karya nya di berbagai tempat dan daerah. Tidak lupa pada beberapa peristiwa bersejarah, karyanya juga di bacakan dan ikut andil dalam sejarah. Seperti pada peristiwa Trisakti, peristiwa Pengeboman Bali dan jatuhnya Rezim Soeharto. Ia juga membacakan karya-karyanya mulai di dalam negara hingga sampai ke mancanegara. Tidak hanya puisi, Taufik Ismail juga menyukai musik dan mahir dalam menciptakan beberapa lagu. Karena kegemarannya terhadap lagu, ia dengan beberapa temannya seperti Bimbo, Chrisye, Ian Antono dan Ucok Harahap bekerjasama menjalin hubungan di bidang musik pada tahun 1974. Namun, Taufik Ismail pernah batal dikirim untuk studi lanjutan karena ke Univeristas Kentucky dan Florida karena menandatangani Manifes Kebudayaan yang dinyatakan terlarang oleh presiden Soekarno dan akibatnya ia dipecat sebagai pegawai negri pada tahun 1974. Tetapi itu tidak menjadi alasan untuk berhenti berkarya dan tetap menghasilkan lebih banyak karya ke depannya. Karena semangat serta tekadnya dalam dunia sastra, Taufik ismail memperoleh beberapa penghargaan diantaranya yaitu penghargaan Anugerah Seni dari Pemerintah RI pada tahun 1970, penghargaan Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia pada tahun 1977, penghargaan South East Asia (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand pada tahun 1994, penghargaan Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa pada tahun 1994, penghargaan Sastrawan Nusantara dari Negri Johor (Malaysia) pada tahun 1999 dan penghargaan Doctor honoris causa dari Universitas Negri Yogyakarta 2003. Walaupun telah berumur lebih dari 80 tahun, namun Taufik Ismail tetap menjadi penyair dan satrawan legendaris yang diingat karena semangat perjuangannya serta karya-karyanya banyak dibaca dan dinikmati hingga sekarang.
ADVERTISEMENT