Konten dari Pengguna

Penerapan Nilai Filosofis Pancasila dan UUD 1945 dalam Hukum Positif

Nazhif Ali Murtadho
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya.
27 Agustus 2024 12:16 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nazhif Ali Murtadho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Patung Garuda dan Pahlawan Sejarah Peristiwa G30S PKI. (Sumber Foto: Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Patung Garuda dan Pahlawan Sejarah Peristiwa G30S PKI. (Sumber Foto: Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pancasila dan UUD NRI 1945 mengandung banyak pedoman perilaku yang masih bersifat filosofis dan prinsip dasar. Contohnya, “bangsa Indonesia percaya kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa” atau, “Negara harus melindungi martabat manusia dan memperlakukan semua orang secara setara.” Ketentuan-ketentuan yang bersifat filosofis dan prinsip tersebut tidak dapat diberlakukan secara paksa dengan penegakan hukum dan penerapan sanksi oleh negara sebelum diatur dalam bentuk undang-undang. Misalnya, seseorang yang menyatakan dirinya tidak bertuhan, meskipun dianggap tidak sejalan dengan Pancasila dan UUD, tidak dapat dihukum karena belum ada undang-undang yang mewajibkan warga negara untuk bertuhan yang diikuti dengan ancaman hukuman bagi pelanggarnya.
ADVERTISEMENT
Orang yang melanggar ketentuan yang masih bersifat filosofis atau prinsip dasar tidak dapat dikenai sanksi heteronom (yang dipaksakan oleh aparat negara), tetapi bisa saja mereka menerima sanksi otonom (yang muncul dari dalam diri sendiri, seperti rasa bersalah, malu, atau takut yang bersumber dari hati nurani). Demikian pula, seseorang yang menyatakan dirinya sebagai atheis, komunis, Marxis, atau Leninis tidak dapat diadili dan dihukum karena tidak ada undang-undang yang secara tegas melarang pernyataan tersebut disertai ancaman hukuman.
Namun, jika seseorang mengajak orang lain untuk tidak beragama atau mengikuti ajaran Komunis dan Marxis, mereka bisa dikenai hukuman, tetapi alasannya bukan karena melanggar Pancasila secara langsung, melainkan karena melanggar undang-undang yang sudah ada, seperti KUHP Baru dan UU Nomor 1/PNPS/1965. Oleh karena itu, masih banyak nilai-nilai filosofis dalam Pancasila dan prinsip-prinsip hukum dalam UUD 1945 yang belum dapat ditegakkan secara hukum karena belum diterjemahkan ke dalam bentuk undang-undang. Berdasarkan asas legalitas, “Nullum delictum nulla poena sine previa lege poenali,” tidak ada seorang pun yang dapat dianggap melakukan kejahatan dan dihukum karena melakukan sesuatu yang belum diatur dan diancam dengan hukuman tertentu oleh undang-undang.
ADVERTISEMENT
(Nazhif Ali Murtadho, S.H., Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya)