Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Koin Rupiah Berkah Penjual Gorengan
14 Juli 2021 12:02 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Nindi Widya Wati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Manusia hidup dengan jalan serta perjuangannya masing-masing. Perihal menyambung hidup, tak hanya berwujud dari jejeran lembar merah seratus ribu rupiah. Namun, rezeki dapat bersumber dari dua ribu, seribu, ataupun koin rupiah yang perlahan mampu mendatangkan berkah.
ADVERTISEMENT
Menelusuri tapak tilas hidup sepasang suami istri paruh baya penjual gorengan yang merantau ke kota metropolitan. Sejak tahun 1990 Rusmanto dan Acha memutuskan untuk menjemput rezeki dengan hijrah menjadi pedagang kaki lima. Berangkat dari Brebes, Jawa Tengah ke tempat yang konon tak pernah tidur, kota Jakarta.
Sebelum berjualan menggunakan gerobak, awalnya Rusmanto menjajakan gorengan tahu, ubi, bakwan, tempe, dan pisang molennya dengan dipikul. Rusmanto ditemani oleh Acha (sang istri) sehari-hari mengelilingi gang-gang sempit, dan jalan perkampungan untuk berjualan di sekitar Cipinang Muara. "Ibu mah ibarat pacar yang setia dek, dari masih mikul selalu nemenin saya keliling buat jual gorengan," ucap Rusmanto saat memuji istrinya.
Suami-istri yang memiliki dua anak ini seringkali berpindah tempat tinggal. "Selama hidup merantau, keluarga saya rumahnya sering pindah-pindah dek," ucap Rusmanto sembari menggoreng bakwan gorengnya. Berawal dari tinggal di wilayah Cipinang Muara, lalu berpindah ke Kalideres. Sampai akhirnya betah menjual gorengan di Beji Timur, Depok. Meskipun seringkali berpindah tempat tinggal, nyatanya menjual gorengan tetap menjadi pencaharian utama yang digeluti oleh Rusmanto.
ADVERTISEMENT
Bagi seorang pedagang, jika mengalami kerugian telah menjadi hal wajar, atau bahkan sudah harus menjadi kesiapan. "Kalau satu hari sedang rugi, ya besoknya tetap semangat harus jualan lagi dek," tutur Acha sambil menggiling adonan kulit pisang molennya. Rugi satu hari bukanlah akhir dari segalanya. Bahkan, karena adanya proses jatuh bangun tersebut keduanya dapat belajar perihal ketekunan dan rasa sabar.
Berkat ketekunannya, pelan namun pasti anak pertamanya dapat kuliah sampai lulus dari Fakultas Farmasi. "Rezeki apapun dari Allah SWT selalu saya syukuri dek, mungkin itu yang ngebuat harapan supaya anak ibu bisa sekolah sarjana akhirnya terwujud," ungkap ibu dua orang anak ini. Acha selalu berdoa, agar dua orang anaknya bisa mengenyam pendidikan dengan layak, meskipun biaya hidup hanya dari menjual gorengan.
ADVERTISEMENT
Menurut sepasang suami istri ini, berjualan bukan hanya untuk mengais rupiah. Namun, juga dapat menjadi perantara untuk memberikan rezeki untuk orang lain. Hal itu rupanya tercermin, ketika Rusmanto yang tak ingin menaikkan harga jual gorengannya, meskipun tengah berada di masa serba sulit pandemi Covid-19. "Saya gak mau naikin harga gorengan dek. Soalnya, saya sering ketemu pembeli yang beli gorengan tapi buat lauk makan, dan mereka punya anak banyak. Nah, kalau mau dinaikin, tapi melihat hal seperti itu kan kasihan dek," jelas Rusmanto.
Dampak merebaknya pandemi Covid-19 yang juga dirasakan oleh Rusmanto dan Acha. Terlebih dengan adanya peraturan agar segala kegiatan dilaksanakan dari rumah. Maka para pelanggannya, yakni anak sekolah dan para mahasiswa pun libur. Padahal, mereka adalah pelanggan Gorengan 89. Meskipun demikian, keduanya senantiasa berprasangka baik dengan segala ketentuan Tuhan, karena perihal pintu rezeki bisa datang dari arah mana saja.
ADVERTISEMENT
Kehidupan bagi Rusmanto dan Acha bukan saja untuk menyenangkan diri sendiri. Namun, juga untuk senantiasa ingat dan berbagi kepada sesama. "Manusia hidup kan bukan untuk mikirin dirinya sendiri ya dek, tapi juga harus ingat sama orang-orang sekitarnya," ucap Rusmanto sembari mengelap kaca gerobak gorengannya. Berbagi rezeki tak harus menunggu jadi orang kaya bergelimpang harta, namun dapat dilakukan oleh orang yang luas hati dan ketulusannya.
Nindi Widya Wati
Politeknik Negeri Jakarta