Konten dari Pengguna

Strategi, Pengelolaan, dan Tantangan dalam Pemasaran Destinasi Wisata

Noel Juan Fernando Simanjuntak
Seorang Mahasiswa Strata Satu di Program Studi Industri Pariwisata, yang bertempat di Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Daerah Sumedang
14 Desember 2024 12:36 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Noel Juan Fernando Simanjuntak tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Pemasaran Destinasi Wisata : Perbandingan Pendekatan Berbasis Teknologi atau Keaslian Alam

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sumedang, Indonesia – Pemasaran destinasi wisata telah menjadi elemen penting dalam upaya menarik kunjungan wisatawan dan meningkatkan daya saing di pasar pariwisata. Museum Nasional di Jakarta dan Mata Air Sirah Cipelang di Sumedang adalah dua destinasi wisata yang menarik perhatian. Meskipun berbeda dari segi karakteristik dan target pasar, keduanya memiliki pendekatan pemasaran yang unik dan strategis.
Keunikan Destinasi
Museum Nasional memiliki daya tarik tersendiri sebagai salah satu museum tertua di Indonesia. Koleksi yang disajikan mencakup sejarah Nusantara dari masa prasejarah hingga pra-kemerdekaan. Arsitektur bangunan yang megah serta perannya sebagai pusat penelitian budaya dan sejarah menjadikannya destinasi yang diminati oleh wisatawan dari berbagai kalangan. Pengunjung dapat mengeksplorasi kekayaan budaya Indonesia dalam satu lokasi, yang menjadikannya tujuan wisata edukatif dan rekreatif. Menurut Aep Saefulloh, Humas Museum Nasional, keunikan Museum Nasional terletak pada kelengkapan koleksinya serta peran ganda museum ini sebagai lembaga penelitian dan penyimpanan sejarah.
Koleksi Seajarah dan Diorama di Museum Nasional. Kredit : Noel Juan Fernando Simanjuntak/Pribadi
Di sisi lain, Mata Air Sirah Cipelang memikat wisatawan dengan keindahan alam dan kearifan lokal. Berlokasi di tengah hamparan sawah dan akar pohon jajaway yang lebat, destinasi ini menghadirkan suasana alami yang asri. Tak hanya menawarkan keindahan visual, tempat ini juga dikenal karena nilai spiritualnya, yang terkait dengan legenda dan kepercayaan masyarakat setempat. Agung Leonaras, pengelola Mata Air Sirah Cipelang, menegaskan bahwa daya tarik utama lokasi ini terletak pada keaslian alam dan akar pohon jajaway yang memberikan suasana magis dan unik.
Akar - akar Pohon Jajaway di Mata Air Kabuyutan Sirah Cipelang. Kredit : Noel Juan Fernando Simanjuntak/Pribadi
Segmentasi Pasar
ADVERTISEMENT
Museum Nasional menargetkan pengunjung dari semua kalangan usia, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Data wawancara menunjukkan bahwa mayoritas pengunjung museum berasal dari generasi muda yang tertarik dengan pengalaman edukatif dan fasilitas interaktif berbasis teknologi. Menurut Aep Saefulloh, pengunjung terbanyak berasal dari kalangan anak muda, meskipun segmen keluarga dan pelajar juga menjadi sasaran utama. Berbeda dengan Museum Nasional, Mata Air Sirah Cipelang lebih sering dikunjungi oleh keluarga, komunitas, dan wisatawan individu yang ingin menikmati pengalaman spiritual. Agung Leonaras menyatakan bahwa kebanyakan pengunjung Mata Air Sirah Cipelang adalah keluarga dan komunitas, terutama mereka yang tertarik pada keindahan alam serta pengalaman berbasis spiritual dan tradisi lokal.
Ilustasi Wisatawan. Kredit : freepik
Strategi Pemasaran
Untuk menarik wisatawan, Museum Nasional mengandalkan promosi berbasis media sosial dan media interaktif. Museum ini memanfaatkan konten-konten digital seperti Paras Nusantara dan game edukatif berbasis teknologi. Tur virtual yang diperkenalkan sejak 2016 memungkinkan pengunjung mengeksplorasi museum secara daring. Kolaborasi dengan influencer serta pengangkatan duta pariwisata dari kalangan publik figur turut memperkuat visibilitas Museum Nasional di mata publik. Aep Saefulloh menjelaskan bahwa program-program edukatif, workshop, dan pameran tematik juga berperan besar dalam meningkatkan kunjungan ke museum.
Ilustrasi Virtual Tour. Kredit : freepik
Di sisi lain, promosi Mata Air Sirah Cipelang mengedepankan pendekatan berbasis komunitas. Pengelola bekerja sama dengan komunitas motor dan kelompok lokal lainnya untuk mengadakan acara-acara khusus yang bertujuan menarik kunjungan. Promosi dari mulut ke mulut serta penyebaran konten di media sosial menjadi alat utama untuk menjangkau pasar yang lebih luas. Kolaborasi dengan komunitas setempat juga memperkuat hubungan antara pengelola destinasi dan masyarakat lokal. Menurut Agung Leonaras, kolaborasi dengan komunitas-komunitas seperti kelompok motor dan organisasi lokal turut berperan penting dalam meningkatkan eksposur Mata Air Sirah Cipelang.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Komunitas. Kredit : freepik
Pengelolaan Sumber Daya
Pengelolaan sumber daya di Museum Nasional difokuskan pada modernisasi fasilitas. Penggunaan layar 3D, pencahayaan tematik di ruang arca, serta fasilitas interaktif berbasis teknologi memberikan pengalaman baru kepada pengunjung. Selain itu, pengelola juga memastikan aksesibilitas bagi pengunjung disabilitas. Menurut Aep Saefulloh, fasilitas ramah disabilitas, ruang arca tematik, serta spot-spot interaktif menjadi nilai tambah yang membedakan Museum Nasional dari destinasi lain. Sementara itu, pengelolaan sumber daya di Mata Air Sirah Cipelang difokuskan pada pelestarian alam dan pemanfaatan kearifan lokal. Air yang mengalir dari alam digunakan tidak hanya untuk kebutuhan pariwisata, tetapi juga untuk irigasi sawah dan pemenuhan kebutuhan air bersih bagi masyarakat setempat. Agung Leonaras menekankan bahwa pemanfaatan air untuk kebutuhan desa turut mendukung aspek keberlanjutan dalam pengelolaan destinasi ini.
ADVERTISEMENT
Penentuan Harga
Penetapan harga tiket masuk menjadi aspek krusial dalam pemasaran destinasi wisata. Museum Nasional menentukan harga tiket berdasarkan survei daya beli masyarakat, perbandingan dengan destinasi serupa, serta kebijakan pemerintah. Sebagai museum yang dikelola oleh pemerintah, harga tiket mempertimbangkan aspek aksesibilitas untuk semua kalangan. Menurut Aep Saefulloh, harga tiket yang kompetitif dan aksesibilitas bagi kelompok tertentu, seperti pelajar dan veteran, bertujuan untuk memastikan bahwa museum dapat diakses oleh berbagai lapisan masyarakat. Sebaliknya, harga tiket masuk di Mata Air Sirah Cipelang ditetapkan melalui musyawarah desa. Proses ini melibatkan pengelola, perangkat desa, dan masyarakat setempat. Harga tiket disesuaikan dengan daya beli masyarakat sekitar serta kebutuhan operasional destinasi. Agung Leonaras menjelaskan bahwa harga tiket ditentukan melalui diskusi dengan komunitas dan perangkat desa agar tetap terjangkau dan kompetitif dengan destinasi lain di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Inovasi dan Adaptasi Tren
Inovasi memainkan peran penting dalam pemasaran destinasi wisata. Museum Nasional terus berinovasi dengan menyediakan ruang khusus yang dilengkapi pencahayaan tematik dan teknologi modern. Spot-spot foto "Instagramable" juga dibuat agar pengunjung memiliki pengalaman visual yang menarik. Sebaliknya, inovasi di Mata Air Sirah Cipelang berfokus pada peningkatan fasilitas berbasis alam. Pengelola berupaya memperbarui layanan dan fasilitas dengan mempertimbangkan tren pasar dan keinginan pengunjung. Langkah ini memastikan destinasi tetap relevan dan menarik bagi wisatawan. Menurut Agung Leonaras, salah satu inovasi di Mata Air Sirah Cipelang adalah menciptakan spot-spot alami yang menarik bagi pengunjung yang gemar berbagi konten di media sosial.
Kolaborasi dan Kemitraan
Kemitraan strategis telah menjadi bagian integral dari pemasaran destinasi wisata. Museum Nasional bekerja sama dengan pihak swasta untuk mengembangkan teknologi dan pengelolaan fasilitas. Kolaborasi dengan media partner dan komunitas lokal juga memainkan peran penting dalam memperkuat citra museum di tingkat nasional dan internasional. Sementara itu, Mata Air Sirah Cipelang menjalin kemitraan dengan komunitas lokal untuk mengadakan acara dan kegiatan berbasis masyarakat. Kolaborasi ini memperkuat partisipasi masyarakat lokal dan menciptakan ekosistem pariwisata yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Tantangan yang Dihadapi
Setiap destinasi menghadapi tantangan yang berbeda. Museum Nasional dihadapkan pada stigma negatif bahwa museum adalah tempat kuno dan membosankan. Tantangan lainnya adalah keterbatasan anggaran serta kebutuhan pengelolaan sumber daya manusia yang lebih efektif. Di sisi lain, Mata Air Sirah Cipelang menghadapi tantangan dari dampak pandemi COVID-19 yang mengurangi jumlah kunjungan. Persaingan dengan destinasi wisata baru di Sumedang juga memaksa pengelola untuk terus berinovasi. Konflik internal dan kurangnya koordinasi di tingkat desa turut menjadi hambatan dalam pengelolaan destinasi ini.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Museum Nasional dan Mata Air Sirah Cipelang menghadirkan dua model pemasaran destinasi wisata yang berbeda. Museum Nasional berfokus pada inovasi teknologi, kolaborasi dengan komunitas, serta pengelolaan berbasis kebijakan pemerintah. Sementara itu, Mata Air Sirah Cipelang mengutamakan keindahan alam, nilai spiritual, serta keterlibatan masyarakat lokal.
ADVERTISEMENT
Untuk memperkuat daya tarik wisata, beberapa langkah dapat diambil. Museum Nasional perlu meningkatkan fasilitas berbasis teknologi dan memperkuat kolaborasi dengan influencer. Di sisi lain, Mata Air Sirah Cipelang dapat memperluas promosi digital dan memperkuat keterlibatan komunitas lokal. Keduanya dapat meningkatkan frekuensi acara khusus dan festival budaya untuk menarik lebih banyak pengunjung.
Dengan strategi pemasaran yang terarah dan dukungan inovasi yang tepat, Museum Nasional dan Mata Air Sirah Cipelang diharapkan mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan memperkuat daya saing di pasar pariwisata nasional dan internasional.