Konten dari Pengguna

Lost in Translation: Pick-up Line yang “Dipatahin”

Nursita Devi Ambara
Penulis dan Pemagang di IHIK3
6 November 2024 10:19 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nursita Devi Ambara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar: original edited by Nursita Devi Ambara
zoom-in-whitePerbesar
Gambar: original edited by Nursita Devi Ambara
ADVERTISEMENT
Namanya aja dating app, pastinya aplikasi ini buat mencari teman kencan. Tapi, kenapa isinya banyak lawaknya, ya?
ADVERTISEMENT
Betul, “lawakan-lawakan” di dating app ini banyak banget – termasuk di-ghosting atau kena catfishing. Tapi, yang saya maksud di sini adalah lawakan yang berbeda: pick-up line yang bukannya bikin nyaman, tapi malah bikin “Hah? Hah?” alias ngang-ngong.
Well, secara umum, humor itu efektif buat mencairkan suasana, apalagi dengan stranger. Gak heran, banyak pengguna dating app yang memilih untuk melempar pick-up line humoristis di awal pembicaraan.
Namun, apa yang dianggap lucu oleh satu orang dapat disalahartikan oleh orang lain. Adanya perbedaan budaya, bahasa, norma, hingga konteks penyampaian dapat menyebabkan kebingungan bahkan ketidaknyamanan saat bercanda.
Lantas, kenapa pick-up line lucu di dating app tidak selalu berhasil?
Saya mencoba mempelajari screenshot potongan percakapan di Bumble, salah satu platform kencan yang cukup populer di Indonesia. Di media sosial X, ternyata banyak unggahan lucu-lucu interaksi di Bumble yang sebenarnya tidak ditujukan begitu.
Intinya, dalam pick-up line yang gagal, yang terjadi adalah lost in translation (salah paham).
ADVERTISEMENT
Dari perspektif linguistik, pick-up line di dating app rawan gagal karena tiga faktor dominan: miscommunication antarpengguna, pick-up line yang terlalu template, dan tekanan dari interaksi online.
Pertama, Ngobrol tatap muka saja masih sering salah paham, apalagi kalau daring via chat. Nah, kesalahpahaman ini rentan terjadi karena pesan tidak disampaikan dan diterima secara face-to-face (Bad Question! - Berstler, 2023). Dalam konteks interaksi di aplikasi kencan, penerima pick-up line tidak bisa melihat ekspresi pengirimnya. Alhasil, rayu-rayu manja bisa dikira cuma pertanyaan atau pernyataan biasa.
Here’s another example. Penerima pesan (sebut saja Ana) di atas salah mempersepsikan pesan yang dikirim Farhan. Pasalnya, Ana gak bisa melihat ekspresi dan nada bicara Farhan saat mengirim pick-up line tersebut, sehingga Ana gak tau kalau yang Farhan ingin sampaikan adalah sebuah pick-up line tentang permainan kata dengan menggunakan posisi huruf pada keyboard. Di sini Farhan memakai huruf u yang memiliki makna tersirat sebagai ‘kamu’ (dalam bahasa inggris, kamu adalah ‘you’ atau biasa disingkat menjadi ‘u’) dan i yang memiliki makna tersirat sebagai ‘saya’ (dalam bahasa inggris, saya adalah ‘i’). Farhan memberi kode menggunakan huruf tersebut pada Ana bahwa kapan mereka (u dan i: kamu dan aku) bisa menjadi dekat. Sayangnya aja, Ana malah berpikir u dan i yang dimaksud Farhan adalah singkatan untuk Universitas Indonesia. Yah, berujung miskom deh.
ADVERTISEMENT
Miscommunication pun turut dipengaruhi oleh kondisi emosional atau sensitivitas emosi penerima. Ketika berada dalam fase emosi yang rentan, pick-up line yang seharusnya ditanggapi dengan santai malah bikin tidak nyaman atau tersinggung. Kesalahpahaman pun tak terelakkan.
Kedua, pick-up line yang terlalu template juga rawan bikin ilfeel! Dasarnya, orang lebih suka ngobrol apa adanya, tanpa harus babibu kirim pick-up line cuma buat nyairin suasana.
Sayangnya, pick-up line itu mostly sifatnya template. Jadi, perlu kelihaian buat memainkannya dan membuatnya terasa original. Perlu diingat juga, terlalu banyak pick-up line yang dilontarkan akan membuat percakapan menjadi aneh dan canggung.
Jangan lupa, di dating app juga ada pengguna yang serius mencari pasangan. Pengguna kayak gini cenderung menanggapi pertanyaan sebagai sebuah proses serius pendekatan, bukan sebagai candaan. Seperti yang Cruz et al. jelaskan pada Dating App Communication: Personal Characteristics, Motives, and Behavioural Intent (2023), kepribadian yang berbeda antarpengguna mempengaruhi perilaku seseorang dalam menanggapi pesan yang diberikan. Kalau pengguna A ingin serius, sedangkan si B ingin obrolan yang santai, gak mungkin kejadian tuh obrolan penuh canda yang bikin berbunga-bunga.
ADVERTISEMENT
Ketiga, tekanan dari interaksi online juga mempengaruhi keberhasilan pick-up line. Selama chatting kita dituntut buat gercep (gerak cepat) dalam merespons. Nah, ketika pengguna dating app terburu-buru alias grusak-grusuk merespons pesan, besar kemungkinan ia tidak punya cukup waktu untuk memproses pick-up line yang dikirim padanya.
Seperti pada contoh percakapan di atas, Bima (sebut saja begitu, pemilik bubble chat abu-abu) kemungkinan gak punya cukup waktu untuk memahami pick-up line yang diberi oleh Tia (bubble chat kuning).
Faktor lain yang mempengaruhi kegagalan pick-up line adalah pemahaman bahasa lawan bicara yang kurang mendalam. Seperti pada contoh berikut:
Nah, sekarang, mau tahu enggak tipsnya biar pick-up line kamu gak dipatahin?
Yang paling gampang, kamu bisa melihat dulu profil dari lawan bicaramu, apakah dia punya dan sudah menunjukkan sisi santai atau playful-nya? Kalau kamu mendapati tanda-tanda itu di profilnya, kemungkinan ia sudah memberikan consent atau dalam kondisi siap berhumor. Secara teori, kondisi ini disebut dengan joking relationship.
ADVERTISEMENT
Joking relationship, seperti dijelaskan pada The Routledge Handbook of Language and Humor (2017, h.205) oleh Michael Haugh, termasuk hal penting dalam bercanda. Tanpa adanya itu, candaan yang kita lontarkan rentan awkward dan gagal.
Yang kedua, pastikan pick-up line kamu sudah termasuk kreatif dan witty.
Nah, sekarang gantian dong kamu yang sharing, punya gak pick-up line yang works di dating app?
Nursita Devi Ambara, penulis dari Universitas Brawijaya & pemagang di Institut Humor Indonesia Kini / ihik3.com , lembaga kajian yang serius mengelola humor secara profesional.