Konten dari Pengguna

Ringin Sepuh, Ditanam Sunan Kalijaga untuk Menjaga Mata Air Kotagede, Jogja

14 Agustus 2020 13:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Beringin sepuh sebesar 10 dekapan tangan orang dewasa di antara rumah penduduk di Kotagede, Jogja. Foto: Widi Erha Pradana.
zoom-in-whitePerbesar
Beringin sepuh sebesar 10 dekapan tangan orang dewasa di antara rumah penduduk di Kotagede, Jogja. Foto: Widi Erha Pradana.
ADVERTISEMENT
Dengan mantap Budi Raharjo, 63 tahun, mengatakan bahwa pohon beringin besar di kawasan pintu masuk utama Masjid Ageng Kotagede ditanam langsung oleh Sunan Kalijaga.
ADVERTISEMENT
Akar-akar pohon beringin itu sudah menjelma menjadi batang-batang baru, sehingga untuk mengitari semua batangnya setidaknya butuh 10 lengan orang dewasa.
Daun hijaunya yang rimbun membuat area sekitarnya terasa sangat sejuk, meski siang itu cuaca Jogja sedang cukup terik. Di bawahnya, bertebaran biji-biji beringin berwarna hitam yang sudah jatuh ke tanah. Dedaunan kering sesekali beterbangan ketika angin berhembus.
“Namanya ringin sepuh, artinya beringin tua, karena usianya sudah sangat tua,” kata Budi Raharjo, yang merupakan seorang Abdi Dalem Keraton Yogyakarta yang bertugas di kawasan Makam Raja-raja Mataram Kotagede, Kamis (13/8).
Beringin sepuh sebesar 10 dekapan tangan orang dewasa di antara rumah penduduk di Kotagede, Jogja. Foto: Widi Erha Pradana.
Tidak ada catatan secara formal, kapan beringin itu ditanam. Budi yang memiliki nama keraton abdi dalem Mas Penewu Hastono Danarto itu mengatakan ringin sepuh ditanam sekitar enam abad silam, sebelum berdirinya Kerajaan Mataram.
ADVERTISEMENT
“Dari turun temurun, dari bapak saya, dari kakek saya, semuanya kan juga Abdi Dalem. Di buku sejarah singkat makam Kotagede ini juga ditulis kalau yang menanam itu Kanjeng Sunan Kalijaga,” lanjutnya.
Di tengah melakukan syiar agama Islam, Sunan Kalijaga sempat tinggal beberapa lama di Alas Mentaok, yang kini menjadi wilayah Yogyakarta. Ketika tinggal di Alas Mentaok itulah, Sunan Kalijaga menyempatkan untuk menanam pohon beringin yang kini dikenal dengan nama ringin sepuh.
“Beliau menanam sambil berkata bahwa besok tempat ini akan menjadi rejo, rejo itu makmur ya,” lanjutnya.
Ketika Alas Mentaok diserahkan kepada Ki Ageng Pamanahan, Sunan Kalijaga berpesan untuk membangun kerajaan di dekat pohon beringin. Maka dibangunlah kerajaan Mataram pertama di lokasi yang kini dikenal dengan nama Kotagede pada 1556.
ADVERTISEMENT
Penjaga Mata Air Kehidupan
Sendang seliran. Foto: Widi Erha Pradana.
Bagi masyarakat sekitar, manfaat ringin sepuh menurut Budi Raharjo sangat dirasakan. Selama ini, ringin sepuh telah menjaga mata air yang ada di sekitarnya. Ketika kemarau berkepanjangan, dan banyak orang mengeluhkan kekeringan, masyarakat Kotagede di sekitar ringin sepuh menurutnya tidak pernah kesulitan air bersih.
“Kalau sampai ditebang, saya jamin mata air di sekitar sini mati semua. Akarnya kan ke mana-mana, pas musim hujan banyak menyerap air dan disimpan, sehingga saat kemarau ketersediaan air tetap aman,” ujar Budi.
Di sekitar ringin sepuh sedikitnya ada dua sendang atau mata air besar yang sampai sekarang airnya masih melimpah. Dua sendang itu adalah Sendang Seliran dan Sendang Kemuning. Terus mengalirnya sendang itu diyakini karena adanya ringin sepuh yang masih kokoh berdiri.
ADVERTISEMENT
Hal itu diaminkan oleh Pujohastono, 63 tahun, seorang mantri atau juru kunci Sedang Seliran. Dia mengatakan bahwa Sunan Kalijaga sengaja menanam pohon beringin yang kini dinamai ringin sepuh itu supaya rakyat kerajaan nantinya merasakan ketentraman dan ketenangan.
“Pohon beringin itu memang ditanam istilahnya untuk sumber mata air di sekitar sini,” ujar Pujohastono.
Sendang putri. Foto: Widi Erha Pradana.
Ada dua sumber mata air di Sendang Seliran, yakni Sendang Putri dan Sendang Kakung. Awalnya Sendang Putri digunakan oleh keluarga kerajaan yang perempuan, sementara Sendang Kakung untuk keluarga kerajaan yang laki-laki. Tapi sekarang sudah dibuka untuk umum.
Di sendang itu sempat hidup dua ekor kura-kura kuning yang dipelihara secara turun temurun oleh keluarga kerajaan. Kura-kura yang ada di Sendang Putri dinamai Mbok Roro Kuning, sementara di Sendang Kakung dinamai Kyai Dudo. Tapi kedua kura-kura itu sudah mati pada tahun 1980-an.
ADVERTISEMENT
Sekarang di sendang itu masih tinggal beberapa ekor ikan, terutama lele berwarna putih. Adapun lele hitam yang sudah paling lama tinggal di Sendang Seliran dinamai Kyai Reges.
“Selama ini belum pernah kering (sendangnya). Insyaallah sampai kapanpun tidak akan kering, selama ringin sepuh yang di depan itu tidak ditebang,” lanjutnya.
Selain Sendang Seliran, tidak jauh juga ada mata air lain yang dinamai Sendang Kemuning. Namun sendang itu ada di luar benteng, sekarang mata air itu dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Itu alirannya juga dari ringin sepuh,” ujar Pujohastono.
Jadi Rumah untuk Satwa Liar dan Pelajaran untuk Manusia
Beringin sepuh jadi rumah aneka satwa. Foto: Widi Erha Pradana.
Ringin sepuh kini menjelma menjadi habitat berbagai jenis satwa liar. Pagi hari ketika udara belum dipenuhi suara knalpot, kicauan burung yang bertengger di ringin sepuh menjadi melodi yang syahdu untuk mengawali hari.
ADVERTISEMENT
“Banyak itu, ya burung-burung pemakan biji-bijian. Katik ada, trucukan ada, kutilang, banyak mas,” ujar Budi.
Berbagai serangga juga tinggal di ringin sepuh, termasuk gareng atau tonggeret yang suaranya kerap terdengar nyaring pada siang hari. Beberapa kali Budi juga melihat satwa lain seperti bunglon dan tupai yang kerap terlihat melompat dari ranting satu ke ranting lainnya.
“Kalau malam itu banyak juga codhot atau kalong (jenis kelelawar pemakan buah),” lanjutnya.
Banyaknya satwa yang menjadikan ringin sepuh sebagai rumah atau sekadar tempat mencari makan menunjukkan bahwa keberadaan beringin besar ini tidak hanya membawa manfaat bagi manusia saja. Ini memberikan pelajaran, mestinya manusia mencontoh apa yang dilakukan oleh ringin sepuh, bahwa selagi masih hidup bermanfaatlah sebanyak-banyaknya untuk semesta.
ADVERTISEMENT
“Pohon saja bisa memberi manfaat sebesar itu, masa kita manusia yang katanya makhluk Tuhan yang paling sempurna malah hanya bisa merusak, harusnya ringin sepuh bisa menjadi contoh untuk manusia,” ujar Budi Raharjo yang sudah menjadi Abdi Dalem Keraton selama 36 tahun. (Widi Erha Pradana / YK-1)