Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
8 Hari Digelar, JAFF19 Dihadiri 24.462 Penonton dan Tayangkan 182 Film
9 Desember 2024 17:13 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) ke-19 resmi ditutup pada 7 Desember 2024 di Yogyakarta, setelah berlangsung selama delapan hari. Dengan tema Metanoia di tahun ini, festival yang telah diselenggarakan sejak 2006 ini mencatatkan angka kunjungan tertinggi dengan total 24.462 penonton.
ADVERTISEMENT
Dengan 750 film yang diseleksi tanpa satu pun pembatalan pemutaran, JAFF19 menayangkan 182 film dari 25 negara, termasuk 25 world premiere dan 68 Indonesian premier. Festival ini juga melibatkan 129 relawan, 124 staf festival, dan menghadirkan 419 tamu festival. 84 sesi QnA dan 31 diskusi publik juga diadakan dalam JAFF19. Selain itu, 41 sutradara perempuan, 33 sutradara debutan, serta 92 komunitas film turut berpartisipasi dalam festival ini. Sebanyak 78 perwakilan pers dan media turut meliput JAFF19.
Festival Founder JAFF, Garin Nugroho, menyebutkan bahwa JAFF dapat tumbuh karena modal sosial yang besar.
"Sebetulnya modal ekonomi tidak besar, maka JAFF dibangun dari modal sosial Jogja, yaitu komunitas, jaringan, institusi pendidikan, dan kebudayaan. Ini modal yang bisa menjadikan apa yang disebut JAFF ini kemudian bertumbuh hingga saat ini," jelas Garin saat diwawancarai, Sabtu (7/12).
Ia juga menyebutkan bahwa JAFF tidak sekadar ramai secara sosial, tetapi membangun masyarakat yang profesional.
ADVERTISEMENT
"Festival juga tidak sekadar sosialita, yang paling penting adalah menjadikan suatu transformasi lahirnya tenaga profesional, termasuk Jogja sebagai city of the cinema, kota sinema," tambah Garin.
Direktur JAFF, Ifa Isfansyah, menyebutkan bahwa JAFF menjadi bukti bahwa banyak yang ingin memajukan perfilman Indonesia.
"Festival ini yang tadinya sangat kecil, sangat berbasis pada komunitas menjadi hub, menjadi titik temu antara bakat baru dengan industrinya. Jadi itu yang menyenangkan sekali. Terutama di JAFF MARKET kemarin, banyak sekali energi-energi yang terasa bahwa semuanya rasanya sedang dalam sisi yang sama, ingin membuat industri perfilman Indonesia semakin maju," jelas Ifa.
Ifa juga mengatakan bahwa JAFF menjadi tempat berbagi energi bagi para sineas.
"Kita semua pembuat film pasti mempunyai aktivitasnya sendiri-sendiri, pasti mempunyai visi sendiri-sendiri, punya tujuan sendiri-sendiri, tapi di JAFF itu seperti setahun sekali kita berkumpul berbagi energi dan kita saling menguatkan gitu," tambah Ifa.
ADVERTISEMENT
Selain itu, festival ini juga menyelenggarakan berbagai program, seperti public lecture, workshop, forum komunitas, dan pelatihan untuk filmmaker. Salah satunya adalah Masterclass bersama Tsai Ming Liang, tokoh sinema kontemporer Taiwan. Program ini bahkan diikuti oleh filmmaker senior Indonesia, seperti Riri Riza, Mira Lesmana, Kamila Andini, dan Ifa Isfansyah. Selain itu, tiga film Tsai Ming Liang, yaitu Vive L’Amour (1994), Goodbye, Dragon Inn (2003), dan Abiding Nowhere (2024), turut diputar selama festival.
JAFF19 juga memberikan perhatian pada program inklusif dengan diadakannya Bioskop Bisik untuk teman-teman buta dan tuli. Selain itu, program Nocturnal yang memutar film di tengah malam dan Cinematic Concert yang menghadirkan kolaborasi Sal Priadi dan Kunto Aji mendapat apresiasi besar dari para penonton, terbukti dari penuhnya ruang pertunjukan.
Direktur Eksekutif JAFF, Ajish Dibyo, menegaskan pentingnya keberagaman dalam festival ini.
ADVERTISEMENT
“Tahun ini kami kembali menghadirkan Bioskop Bisik untuk teman-teman buta dan tuli dengan berharap inklusivitas festival yang menjadi karakter JAFF dapat terus terjaga dan dilakukan secara konsisten. Kemudian penambahan program cinematic concert yang full booked, penayangan program Layar Anak Indonesiana yang begitu ramai dengan partisipasi anak dan keluarga serta penayangan program Nocturnal adalah cara kami untuk menjadi etalase bagi keragaman karya dan keragaman pelaku industri film yang ada,” tuturnya.
Ajish juga menyampaikan harapannya bagi keberlanjutan festival film ini.
“Ke depannya, kami ingin terus mempertahankan semangat keberagaman dengan kembali berinovasi untuk menghadirkan bentuk-bentuk yang baru dan semakin kreatif lagi,” tutupnya.