news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

BPS Buka-bukaan soal Pengeluaran Rp 496 Ribu Jadi Standar Kemiskinan

Konten Media Partner
25 Januari 2022 19:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Club vespa berfoto di depan Tugu Jogja saat dini hari di
zoom-in-whitePerbesar
Club vespa berfoto di depan Tugu Jogja saat dini hari di
ADVERTISEMENT
Garis kemiskinan di Provinsi DIY per September 2021 adalah Rp 496.904 per kapita per bulan. Artinya, seseorang baru dianggap miskin jika pengeluaran bulanannya di bawah angka itu. Badan Pusat Statistik (BPS) DIY menjelaskan bagaimana angka itu bisa didapatkan sebagai penentu seseorang miskin atau tidak.
ADVERTISEMENT
Kepala Bidang Statistik Sosial BPS DIY, Soman Wisnu Darma, menjelaskan bahwa yang perlu digaris bawahi adalah angka Rp 496.904 adalah pengeluaran per bulan untuk satu orang. Sementara itu, rata-rata jumlah anggota keluarga rumah tangga miskin di DIY memiliki anggota keluarga 4,15 orang. Sehingga garis kemiskinan untuk tingkat rumah tangga di DIY adalah sebesar Rp 2.062.152 per bulan per rumah tangga miskin.
“Jadi yang kami survei itu per keluarga, satu keluarga kita tanya semua berapa pengeluarannya, bukan per individu,” kata Soman Wisnu Darma saat dihubungi, Senin (24/1).
Lebih lanjut, Soman menjelaskan secara detail bagaimana proses BPS dalam menghitung garis kemiskinan tersebut. Pertama, BPS akan menentukan lebih dulu garis kemiskinan sementara yang berasal dari garis kemiskinan periode sebelumnya (dalam hal ini Maret 2021) dengan nilai inflasi.
ADVERTISEMENT
Setelah didapatkan angka garis kemiskinan, berikutnya adalah menentukan kelompok referensi dengan melihat hasil Susenas September 2021 yang berisi survei pengeluaran bulanannya. Kelompok referensi ini diperoleh dari 20 persen penduduk yang berada di atas garis kemiskinan sementara.
Dalam penentuan garis kemiskinan ini, BPS DIY menggunakan sampel sebesar 96 blok sensus atau 960 rumah tangga. Sampel tersebut kemudian disurvei berapa pengeluaran tiap bulan, baik pengeluaran makanan maupun non makanan.
“Dari situlah, dari unit penelitian 20 persen dari atas garis kemiskinan sementara itu diteliti, baru diketahui garis kemiskinan tetap yang Rp 496 ribu itu atau sekitar Rp 2 juta per keluarga,” ujarnya.
Angka tersebut, kemudian akan jadi titik potong yang menentukan seseorang atau keluarga berstatus miskin atau tidak. Seseorang atau keluarga yang pengeluarannya di bawah angka tersebut, maka masuk ke dalam kategori miskin.
ADVERTISEMENT
Soman juga menjelaskan, bahwa semua yang dikonsumsi oleh anggota keluarga akan dicatat sebagai pengeluaran. Baik yang dia membeli, memproduksi sendiri (seperti sayur mayur), bahkan hasil pemberian orang lain atau bantuan pemerintah.
“Misal anaknya enggak bawa uang saku, tapi di sekolah dia dikasih jajan sama temannya, itu kami catat, kalau beli harganya berapa,” lanjutnya.
Pada September 2021, jumlah penduduk miskin di DIY adalah sebesar 474.490 jiwa atau sebesar 11,91 persen. Jika dibandingkan periode Maret 2021, jumlah ini mengalami penurunan penduduk miskin sebanyak 32 ribu jiwa atau sebesar 6,31 persen. Dan jika perekonomian Jogja terus pulih, dia memprediksi angka kemiskinan ini akan terus menurun.
“Tapi yang harus diwaspadai sekarang adalah Omicron, kalau Omicron membludak lagi otomatis perekonomian akan stagnan dan angka kemiskinan bisa meningkat,” kata Soman Wisnu Darma. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT