Konten Media Partner

Festival Film Dinilai Potensial untuk Serap Tenaga Kerja di Jogja

26 September 2024 13:55 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sarasehan Seni Budaya Perkembangan Ekosistem Film di Yogyakarta yang diselenggarakan Taman Budaya Yogyakarta (TBY) di Ruang Seminar TBY, Rabu (25/9). Foto: Nawalre Bujanadi/Pandangan Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Sarasehan Seni Budaya Perkembangan Ekosistem Film di Yogyakarta yang diselenggarakan Taman Budaya Yogyakarta (TBY) di Ruang Seminar TBY, Rabu (25/9). Foto: Nawalre Bujanadi/Pandangan Jogja
ADVERTISEMENT
Festival film dinilai memiliki potensi yang besar untuk menyerap tenaga kerja di Jogja. Pasalnya, setiap digelar, festival film di Jogja bisa dikunjungi hingga belasan ribu orang.
ADVERTISEMENT
Seperti festival Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF), yang pada tahun lalu dikunjungi sekitar 16.000 orang hanya dalam waktu satu pekan.
Para pegiat film yang hadir dalam acara Sarasehan Seni Budaya Perkembangan Ekosistem Film di Yogyakarta yang diselenggarakan Taman Budaya Yogyakarta (TBY) di Ruang Seminar TBY, Rabu (25/9). Foto: Nawalre Bujanadi/Pandangan Jogja
Co-Founder JAFF, Dyan Herlina Suwarto, dalam Sarasehan Seni Budaya bertajuk ‘Perkembangan Ekosistem Film di Yogyakarta’ yang diselenggarakan Taman Budaya Yogyakarta (TBY) pada Rabu (25/9) kemarin, mengatakan bahwa tingginya antusiasme masyarakat terhadap festival film ini berpotensi untuk menyerap tenaga kerja sekaligus membangkitkan perekonomian Jogja.
Menurutnya, ajang eksibisi film bukan lagi hanya sekadar apresiasi kepada sineas, namun juga bisa menjadi ruang bisnis yang menjanjikan.
Co-Founder JAFF, Dyna Herlina Suwanto. Foto: Nawalre Bujanadi/Pandangan Jogja
“Jadi, kita memfasilitasi festival tidak hanya sebagai ruang untuk apresiasi dan eksibisi, tapi juga ruang bisnis. Semoga pemerintah bisa menangkap itu sebagai peluang karena problem utama sekarang itu kan penyerapan tenaga kerja,” ucap Dyna kepada Pandangan Jogja, Rabu (25/9).
ADVERTISEMENT
"Seperti yang saya sampaikan tadi, regulasi perfilman diharapkan policy-nya tidak melulu kultur, tapi juga policy kreatif yang bisa untuk memberikan investasi asing, pasar internasional masuk, dan SDM bisa ada penjaringan lapangan kerja," sambungnya.
Sesi foto bersama Sarasehan Seni Budaya Perkembangan Ekosistem Film di Yogyakarta yang diselenggarakan Taman Budaya Yogyakarta (TBY) di Ruang Seminar TBY, Rabu (25/9). Foto: Nawalre Bujanadi/Pandangan Jogja
Apabila sisi kreatif ini terabaikan dalam maraknya perkembangan festival film, Dyna khawatir tenaga kerja yang bertahan saat ini akan menjadi korban. Maka dari itu, diperlukan penjaringan SDM yang ingin berkembangan di dunia perfilman, sekaligus menjadi lapangan pekerjaan baru.
“Industri kreatif itu kejam kalau tidak diatur. Siapa yang jadi korban? Pasti tenaga kerja. Itu yang harus jadi perhatian kita bersama,” kata Dyna.
Pagelaran JAFF 2023 yang menghadirkan penampilan Efek Rumah Kaca. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Sebagai solusi, JAFF di tahun ini menginisiasi adanya JAFF Market yang akan diselenggarakan di Jogja Expo Center (JEC) pada 3-5 Desember mendatang. Tujuannya, JAFF Market akan menjadi wadah eksibisi dan pertukaran jejaring di industri perfilman.
ADVERTISEMENT
“Kita dan pemerintah, saya kira tidak boleh hanya melihat festival film sebagai bentuk promosi budaya atau kultur. Seharusnya, kita bergerak ke bidang industri kreatif. Kultur sudah tumbuh, maka sekarang orientasinya adalah kebijakan kreatif," tutup Dyna.