Konten Media Partner

Jangan Hanya Geram pada Korupsi, Presiden Didorong Sahkan RUU Perampasan Aset

10 April 2025 17:35 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho menilai pernyataan Presiden Prabowo dalam pertemuan dengan para pemimpin redaksi di Hambalang, Minggu (6/4), belum menunjukkan langkah konkret dalam pemberantasan korupsi. Ia menyoroti tidak adanya komitmen tegas Presiden untuk segera mendorong pengesahan RUU Perampasan Aset.
ADVERTISEMENT
“Presiden menyebut korupsi sebagai perampokan, dan itu tepat. Tapi pernyataan seperti ‘saya juga geram’ atau menaikkan gaji hakim tidak cukup. Yang dibutuhkan rakyat adalah keberanian politik untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset,” kata Hardjuno, dalam rilis pers, Kamis (9/4).
Menurut Hardjuno, momentum pertemuan dengan para pimpinan media seharusnya dimanfaatkan Presiden untuk menyampaikan sikap tegas terhadap nasib RUU tersebut. Ia menilai pengesahan RUU ini penting untuk memulihkan kepercayaan publik dan memperkuat sistem hukum yang selama ini lemah menghadapi kejahatan korupsi.
“Jangan hanya marah di depan media. Rakyat butuh tindakan nyata. Kalau Presiden serius, buat pernyataan resmi dan desak DPR segera sahkan,” ujarnya.
Hardjuno mengkritisi pernyataan Presiden yang menyebut pentingnya bersikap adil terhadap keluarga pelaku korupsi, serta aset yang dimiliki sebelum menjabat. Ia menilai sikap ini ambigu dan bisa melemahkan semangat penegakan hukum.
ADVERTISEMENT
“Di satu sisi Presiden menunjukkan kemarahan, tapi di sisi lain mulai masuk ke wilayah kompromi moral. Kita bisa adil, tapi tidak boleh kehilangan ketegasan. Jangan sampai rasa kasihan menutup rasa keadilan publik,” tegasnya.
Kandidat doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga, Hardjuno Wiwoho. Foto: Dok. Pribadi
Sebagai kandidat doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga, Hardjuno menyebut RUU Perampasan Aset sebagai instrumen penting untuk menutup celah kejahatan ekonomi. Ia menekankan pentingnya pendekatan non-conviction based asset forfeiture, agar negara bisa merampas aset korupsi tanpa harus menunggu vonis pidana.
“Koruptor selalu lebih cepat. Tanpa RUU ini, negara terus tertinggal dalam mengejar aset hasil kejahatan,” katanya.
Meski mendesak pengesahan, Hardjuno juga mengingatkan bahwa implementasi UU ini harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan mekanisme pengawasan yang kuat. Ia menolak anggapan bahwa pendekatan baru ini akan bebas risiko.
ADVERTISEMENT
“RUU ini tidak sempurna, tapi sangat dibutuhkan. Yang penting ada komitmen untuk menjalankannya secara adil dan transparan,” ujarnya.
Ia menutup dengan menegaskan bahwa keberanian menindak korupsi adalah cermin keberanian bangsa. “RUU ini bukan cuma soal hukum, tapi keberanian moral. Kita tak boleh lagi membiarkan hasil kejahatan diwariskan turun-temurun. Negara harus tunjukkan bahwa uang korupsi tidak pernah aman,” pungkasnya.