Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten Media Partner
Krisis Lingkungan dan Para Pengungsi: Seruan Moral dari Forum PRAKSIS ke-6
15 Februari 2025 18:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Sejak diterbitkannya ensiklik Laudato Si’ oleh Paus Fransiskus pada 2015, berbagai inisiatif global dan nasional muncul untuk mengatasi kerusakan lingkungan. Namun, menurut data Internal Displacement Monitoring Centre (IDMC), antara tahun 2008 hingga 2023, lebih dari 8,1 juta orang di Indonesia terpaksa mengungsi akibat bencana alam seperti banjir, longsor, dan kebakaran hutan.
ADVERTISEMENT
Dalam Forum PRAKSIS Seri ke-6 yang diselenggarakan di Jakarta pada Jumat (14/2), para akademisi, aktivis, rohaniwan, dan praktisi bisnis berkumpul untuk membahas tema "Laudato Si’ di Indonesia: Menelusuri Akar Masalah Kerusakan Lingkungan dan Dampaknya Bagi Pengungsi."
Narasumber utama, Martinus Dam Febrianto, SJ, Direktur Nasional Jesuit Refugee Service (JRS) Indonesia, menegaskan bahwa ancaman lingkungan bukan lagi sekadar isu ekologi, tetapi telah berkelindan dengan krisis kemanusiaan.
"Kerusakan lingkungan di Indonesia adalah masalah kompleks yang membutuhkan solusi holistik dan kolaborasi erat antara masyarakat sipil, pemerintah, dan lembaga keagamaan," ujar Romo Dam dalam paparannya.
Forum ini membahas lengkap bagaimana kerusakan lingkungan yang berkelanjutan tidak hanya memperburuk ekosistem, tetapi juga memicu krisis kemanusiaan yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Meningkatnya Pengungsi Lingkungan
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alam, menghadapi ancaman ekologis yang semakin nyata. Data dari Internal Displacement Monitoring Centre (IDMC) menunjukkan bahwa antara tahun 2008 hingga 2023, sebanyak 8,1 juta orang di Indonesia terpaksa mengungsi akibat bencana alam. Deforestasi yang tidak terkendali, banjir, longsor, dan kebakaran hutan telah membuat banyak masyarakat kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian.
Global Forest Watch (2024) juga mencatat bahwa antara tahun 2015 hingga 2020, Indonesia kehilangan 650.000 hektare hutan setiap tahunnya. Secara keseluruhan, sejak 2001 hingga 2023, total tutupan pohon yang hilang mencapai 30,8 juta hektare. Hilangnya hutan ini tidak hanya berdampak pada ekosistem, tetapi juga memperparah krisis sosial.
"Saat ini, banyak bencana alam terjadi bukan semata-mata karena alam itu sendiri, tetapi karena tindakan manusia," ujar Romo Dam. "Ketika kita melihat naiknya permukaan air laut, misalnya, kita harus sadar bahwa ini bukan sekadar gejala alam, melainkan juga hasil dari ulah manusia secara global."
ADVERTISEMENT
Tantangan dan Solusi untuk Indonesia
Krisis lingkungan dan pengungsi bukan sekadar angka di atas kertas. Menurut Romo Dam, ada tiga langkah konkret yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah ini:
1. Meningkatkan kesadaran dan pendidikan lingkungan. "Kita tidak bisa hanya berharap perubahan datang dari atas. Kesadaran masyarakat harus dibangun sejak dini," katanya.
2. Mendorong kebijakan yang berbasis riset ilmiah. "Advokasi yang kuat dan berbasis data adalah kunci untuk menekan kebijakan pembangunan yang lebih berkelanjutan."
3. Menyediakan dukungan bagi para pengungsi lingkungan. Ini termasuk tempat tinggal yang layak, fasilitas kesehatan, serta akses ekonomi agar mereka dapat bertahan dan beradaptasi di tempat baru.
Seruan ini diperkuat oleh Hening Parlan, aktivis lingkungan dan Direktur GreenFaith Indonesia. Ia menekankan pentingnya peran agama dalam membangun kesadaran lingkungan di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Untuk membuat warga umat beragama bermartabat, kita harus kembali ke iman masing-masing dalam menyelamatkan bumi. Kolaborasi lintas agama sangat penting dalam perjuangan ini," ujar Hening.
PRAKSIS: Dari Dialog ke Aksi Nyata
Forum PRAKSIS bukan sekadar tempat diskusi. Sebagai bagian dari Pusat Riset dan Advokasi Serikat Jesus, lembaga ini memiliki rekam jejak dalam melakukan penelitian dan advokasi di bidang hak asasi manusia, demokrasi, dan keadilan sosial. Dengan forum seperti ini, PRAKSIS berupaya menjembatani pemangku kepentingan dari berbagai sektor untuk mencari solusi konkret.
Dalam sesi diskusi, para peserta yang terdiri dari mahasiswa, peneliti, mantan diplomat, serta aktivis lingkungan, sepakat bahwa pendekatan berbasis moral dan kebijakan yang berorientasi lingkungan harus menjadi prioritas ke depan.
ADVERTISEMENT
"Jika kita tidak bertindak sekarang, maka krisis lingkungan ini hanya akan semakin parah, dan para pengungsi lingkungan akan terus bertambah," pungkas Romo Dam.