Konten Media Partner

Sinar Matahari Bikin Bahagia, Ini Alasan Kenapa Kita Sering Galau Saat Hujan

17 Februari 2022 14:25 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi mandi matahari. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mandi matahari. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Mendung dan hujan seringkali dikaitkan dengan kesedihan dan kegalauan. Bahkan banyak yang meyakini bahwa hujan itu 1 persennya air, 99 persennya kenangan. Maka jangan heran jika kamu sedang berteduh di tepi jalan saat hujan deras, akan banyak orang yang termenung dengan tatapan yang kosong.
ADVERTISEMENT
Pakar Kesehatan Jiwa dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Ronny Tri Wirasto, mengungkapkan bahwa hal tersebut bisa dijelaskan secara ilmiah. Menurutnya, paparan sinar matahari memang memiliki dampak yang kuat terhadap suasana hati. Sinar matahari berperan penting dalam zat di dalam tubuh, termasuk zat yang berperan dalam mengatur suasana hati.
“Kalau dikatakan sinar matahari berpengaruh terhadap suasana hati itu memang betul karena berpengaruh terhadap zat serotonin dalam tubuh yang menjaga kita dalam suasana hati yang baik dan tetap segar,” kata Ronny Tri Wirasto, seperti dikutip dari UGM.ac.id, Kamis (17/2).
Ronny Tri Wirasto. Foto: Dok. Kagama
Ronny menjelaskan bahwa paparan sinar matahari akan merangsang otak untuk memproduksi serotonin dalam tubuh. Zat ini membantu dalam mengatur perasaan hati seperti bahagia, sedih, nyaman, cemas, nyeri, dan lainnya. Paparan yang cukup akan meningkatkan produksi zat ini dan menjaga suasana hati untuk tetap baik dan rasa segar di siang hari.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya apabila kandungan zat dalam tubuh rendah bisa mempengaruhi suasana hati menjadi tidak nyaman. Itu mengapa ketika paparan matahari kurang, misalnya saat mendung atau hujan, suasana hati kita kerap merasa gelisah, sendu, atau galau.
“Sebab saat itu produksi serotonin dalam tubuh juga menurun,” ujarnya.
Hal ini juga bisa menjelaskan mengapa seseorang yang sedang sedih biasanya lebih senang mengurung dirinya di dalam kamar. Menurut Ronny, ketika suasana hati seseorang sedang low atau kurang baik, biasanya mereka memang suka di tempat-tempat yang redup dan berdiam diri di kamar. Hal itu merupakan mekanisme tubuh ketika mood sedang tidak baik.
“Namun harus dipaksa untuk terpapar matahari agar suasana hati bisa bagus lagi,” ujarnya.
Lebih lanjut Ronny menjelaskan saat malam hari pelepasan zat serotonin akan menurun. Sebab, otak tidak lagi terangsang memproduksi serotonin. Setelahnya, tubuh akan mulai melepas zat melatonin yang memicu rasa mengantuk dan lelah sehingga tidur malam jadi lebih lelap.
ADVERTISEMENT
Di Negara Subtropis, Sinar Matahari Jadi Barang Mahal
Ilustrasi mandi matahari. Foto: Istimewa
Kita yang tinggal di daerah tropis beruntung karena bisa hampir setiap pagi mendapatkan paparan sinar matahari. Hal ini tidak bisa diperoleh oleh semua orang, terutama mereka yang tinggal di wilayah subtropis.
Ronny menyampaikan sinar matahari menjadi persoalan bagi orang-orang yang tinggal di wilayah sub tropis atau memiliki empat musim. Pasalnya, sinar matahari menjadi hal langka di wilayah tersebut saat musim dingin. Kondisi ini menjadi tidak menyenangkan bagi orang dengan Seasonal Affective Disorder (SAD).
“SAD ini merupakan gangguan suasana perasaan hati terkait musim yang banyak terjadi di negara dengan empat musim dan menguat saat musim dingin. Gangguan ini jarang terjadi di negara tropis,” kata Ronny.
ADVERTISEMENT
Di negara yang berada di wilayah subtropis akan melewati masa-masa perubahan musim yang begitu nyata. Perbedaan suhu saat musim panas dan musim dingin terjadi begitu signifikan. Hal tersebut sangat mempengaruhi tubuh untuk merespons, salah satunya perasaan. Sementara itu, perbedaan suhu yang ekstrem tidak terjadi di negara-negara tropis. Untuk memenuhi kebutuhan sinar matahari bagi tubuh, biasanya orang-orang di negara empat musim melakukan terapi cahaya.
“Terapi dilakukan dengan menggunakan lampu led dengan kapasitas tertentu serta dipaparkan dalam dosis tertentu,” ujarnya.
Meski dianugerahi sinar matahari yang melimpah, namun Ronny mengungkapkan bahwa tidak sedikit masyarakat Indonesia yang kekurangan asupan sinar matahari. Terlebih pada pekerja kantoran dan anak-anak yang menjalani sekolah full day. Keduanya menjadi kelompok yang berisiko karena lebih sering berada di dalam ruangan sepanjang hari yang minim akses cahaya matahari dan hanya dengan penerangan buatan. Apalagi di tengah kondisi pandemi COVID-19, penerapan bekerja maupun sekolah dari rumah untuk menekan penyebaran COVID-19 membuat mereka makin jarang beraktivitas di luar ruangan.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi hal itu, Ronny menyampaikan perlunya pengaturan paparan cahaya matahari. Misalnya dengan melakukan pengaturan tempat kerja atau sekolah untuk mendapatkan akses masuknya cahaya matahari yang cukup. Selain itu, biasakan juga untuk berjemur pada pagi hari.
“Hidupkan lagi tradisi “dede”, karena tidak hanya untuk mengaktifkan vitamin D, namun juga menjaga suasana hati itu terbukti secara ilmiah,” tegasnya.