Sudarisman Purwokusumo, Tokoh Sentral yang Terlupa dari Serangan Umum 1 Maret

Konten Media Partner
5 Maret 2022 9:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wali Kota Yogyakarta Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo bersama dengan Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno. Foto: Yayasan Perguruan Tinggi Janabadra.
zoom-in-whitePerbesar
Wali Kota Yogyakarta Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo bersama dengan Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno. Foto: Yayasan Perguruan Tinggi Janabadra.
ADVERTISEMENT
Mahfud MD dan Fadli Zon boleh berdebat tentang peran Soeharto dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Fadli Zon menuduh pemerintah menghapus peran Soeharto karena tidak memasukkannya dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 tahun 2022 tentang penetapan Hari Penegakkan Kedaulatan Negara, namun Mahfud MD membantahnya.
ADVERTISEMENT
Sayangnya mereka tidak menyinggung nama Sudarisman Purwokusumo, tokoh sentral dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret yang namanya benar-benar telah dilupakan.
Jangankan dihapus dari sejarah, namanya saja hampir tak pernah mengisi buku-buku sejarah yang menceritakan tentang Serangan Umum 1 Maret.
Sudarisman adalah Wali Kota Yogyakarta ketika peristiwa Serangan Umum 1 Maret meletus. Sudarisman adalah satu dari beberapa tokoh penting yang dihubungi HB IX untuk merencanakan serangan umum. Saat itu, Sudarisman bertemu dengan HB IX pada 21 Februari di Kepatihan Yogyakarta.
Sebagai Wali Kota, peran Sudarisman sangat dibutuhkan oleh HB IX, salah satunya untuk menentukan rumah warga yang tepat sebagai tempat tinggal sementara para pejuang atau prajurit. Tempat tinggal itu dibutuhkan karena serangan tersebut skalanya besar dan banyak pejuang yang didatangkan dari luar kota. Penentuan rumah ini sangat krusial, sebab bisa saja pemilik rumah justru membelot ke Belanda sehingga membocorkan serangan itu.
ADVERTISEMENT
“Yang tahu rumah mana yang tepat adalah Wali Kota Jogja, yaitu Sudarisman Purwokusumu,” kata sejarawan dari Universitas Gadjah Mada yang juga bagian dari tim penyusun naskah akademik Keppres Nomor 2 tahun 2022, Julianto Ibrahim, saat diwawancarai melalui video konferensi, Jumat (4/3).
Wali Kota Yogyakarta Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo bersama dengan Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno. Foto: Yayasan Perguruan Tinggi Janabadra.
Tak hanya menentukan rumah yang tepat sebagai tempat tinggal sementara para pejuang, Sudarisman menurutnya juga berperan dalam menentukan di mana saja dapur-dapur umum untuk memenuhi logistik para pejuang.
Selain itu, Sudarisman juga yang merencanakan jalur masuk dan keluar para prajurit dari empat penjuru mata angin: barat, timur, utara, dan selatan.
“Itulah peran Sudarisman Purwokusumo yang tidak pernah ditulis di dalam sejarah,” lanjutnya.
Sehari setelah Sudarisman bertemu dengan HB IX, Kepatihan digrebeg oleh pasukan Belanda. Untungnya, naskah rencana serangan umum itu berhasil diamankan oleh Sudarisman. Dengan cerdik, Sudarisman melipat naskah rencana serangan umum menjadi sangat kecil, kemudian dijadikan pengganjal meja sehingga tidak diketahui oleh Belanda.
Pasukan Belanda mengobrak-abrik ruangan kantor di Kepatihan Danurejan namun tidak menemukan apa yang dicarinya. Dikisahkan dalam cerita bergambar berjudul Merebut Kota Perjuangan 1985.
Namun akibat penggrebekan tanggal 22 Februari itu, membuat serangan yang seharusnya dilakukan pada 28 Februari bocor ke pasukan Belanda sehingga harus dijadwal ulang jadi 1 Maret 1949.
ADVERTISEMENT
Ternyata perubahan jadwal itu tidak diketahui oleh semua pasukan, sehingga pada 28 Februari, pasukan yang dipimpin Komarudin tetap melancarkan serangan. Tapi kesalahan itu ternyata malah menguntungkan Indonesia karena membuat Belanda terkecoh, dan mengira serangan umum yang direncanakan adalah yang dilakukan oleh pasukan Komarudin.
“Sehingga pada 1 Maret Belanda tidak siap sama sekali, dan itulah yang membuat serangan bisa masuk ke dalam kota,” ujarnya.
Julianto mengatakan, catatan tentang kiprah Sudarisman memang sangat terbatas, sehingga wajar jika sangat sedikit orang yang mengetahui. Saat ini, peran Sudarisman dalam Serangan Umum 1 Maret juga masih terus diteliti dengan mengumpulkan berbagai sumber sejarah.
“Sampai sekarang memang masih terus diteliti, tapi tentang peran dia pada penggrebekan Kepatihan pada 22 Februari 1949 itu bisa dibaca di Buku Republik Indonesia Daerah Istimewa Jogjakarta yang diterbitkan Departemen Penerangan tahun 1953,” kata Julianto Ibrahim. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT