Sepakbola Bukan Mie Instan

Pandu Widarwoko
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Konten dari Pengguna
12 Juni 2022 18:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandu Widarwoko tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Sepakbola (sumber: freepik)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sepakbola (sumber: freepik)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sempat trending nama pelatih kepala timnas Indonesia Shin Tae Yong (STY) beberapa minggu lalu. Bukan karena sebab, penampilan skuad merah putih yang kurang menjanjikan pada laga ujicoba internasional bersua Bangladesh yang berakhir kacamata. Pria berkebangsaan Korea Selatan ini bahkan diminta keluar dengan memasang tagar #STYOUT yang mengaum di media sosial twitter dan instagram. Padahal beberapa waktu lalu seusai timnas Indonesia mampu melaju ke babak final piala AFF 2020 para suporter Indonesia yang bersuara untuk meminta PSSI dan ketua umum PSSI Mohammad Iriawan untuk mempertahankan STY. Tapi kenapa sekarang justru berbanding terbalik dan menyudutkannya. Sepakbola bukan seperti makanan cepat saji yang dapat diolah secara instan, terlebih sepakbola kita yang masih dalam tahap berkembang.
ADVERTISEMENT
Semua orang dapat beropini dan berasumsi di negara demokratis ini, tetapi tetap berpedoman kode etik yang berlaku. Kebebasan berpendapat menjadi landasan utama demokrasi modern. Namun, kerap kali untuk kebebasan berpendapat itu membentur peraturan atau norma (konstitusional) yang ada sehingga mengakibatkan pelanggaran etika (Ulfah et al., 2021). Berdasar opini pribadi, sepakbola Indonesia termasuk mengalami penurunan prestasi dan kualitas liga semenjak terjadinya dualisme liga pada 2010an dan terjadi kisruh PSSI yang pada akhirnya FIFA membekukan PSSI pada tahun 2015 berimbas kepada timnas dan klub yang bermain di AFC saat itu Persib Bandung dan Persipura Jayapura.
Kembali ke topik Shin Tae Yong, kegagalan meraup poin penuh ketika berjumpa Bangladesh, Rabu, (1/6/2022) menjadi kekecewaan dari pendukung tim garuda dalam persiapan jelang Kualifikasi Piala Asia. timnas Indonesia yang duduk di 159 ranking FIFA harus bermain seri dengan tim yang rangkingnya terpaut 30 tangga membuat kekesalan suporter. Namun sepakbola tentu bukan hanya kemenangan saja, melainkan proses yang dijalani penuh tantangan untuk benar membentuk pondasi tim yang solid. Dibalik hasil itu kita mendapat pelajaran dari hadirnya pelatih dari negeri ginseng tersebut dan kenapa sepakbola kita tidak maju meski federasi yang telah berusia tua dan klub tumpah ruah di setiap kota dan kabupaten.
ADVERTISEMENT
Tidak ada yang instan dalam sepakbola, manajerial kepemimpinan STY menurut saya sangat baik bagi pemain Indonesia. Dalam proses berkembang atau membentuk tim yang kuat dan solid diperlukan pondasi yang kokoh. Manajerial yang terkontrol dengan baik akan memberikan dampak yang positif pula, terlebih kontrak STY berakhir pada akhir tahun 2023 mendatang. Dengan kontrak jangka panjang dapat membuat tim pelatih lebih leluasa untuk menanam beberapa prinsip dasar kepada pemainnya, kehadiran Shin Tae Yong yang berprinsip tegas dan disiplin sangat baik untuk diterapkan kepada punggawa timnas Indonesia yang notabene masih berusia muda, berdasar situs transfermarkt skuad Garuda memiliki rata-rata pemain berumur 23,6 tahun. Kelemahan pemain kita adalah kedisiplinan, di era STY beberapa pemain telah terdepak karena indisipliner beberapa pemain seperti, Yudha Febrian, Serdy Ephyfano hingga Rifat Marasabessy.
ADVERTISEMENT
Mungkin pelatih membutuhkan tahapan-tahapan untuk membentuk timnas yang tidak mudah ini, mengingat sepakbola Indonesia bisa dikatakan oleh para netizen dengan liga dagelan. Kegagalan meraup angka penuh pada international friendly match kontra Bangladesh belum bisa jadi acuan, melihat jarak kompetisi liga Indonesia dan friendy match terlampau jauh, terlebih Liga 1 Indonesia mayoritas dalam menyetor tenaga bagi pasukan merah putih. Beberapa hari sebelum puasa, atau sekitar tanggal 31 Maret 2023 lalu adalah pertandingan terakhir di Liga 1 Indonesia, jika dibuat jarak maka 2 bulan para pemain timnas Indonesia senior tidak mendapat menu latihan dan pertandingan dengan intensitas tinggi. Ketambahan dengan libur puasa dan lebaran yang kemungkinan para pemain melupakan dirinya sebagai atlet dengan mengonsumsi makanan atau minuman bersantan, berlemak atau terlalu banyak gula. Ketegasan STY dalam pola asupan gizi pemain sangat ia perhatikan karena berpengaruh penting bagi stamina pemain dan tidak segan mendepak pemain yang tidak taat aturannya.
ADVERTISEMENT
Sepakbola disiplin era Shin Tae Yong sangat patut diacungi jempol. Keteledoran dari sang pemain akan berimbas buruk dalam tim, membuat pondasi kokoh sepakbola bukan perkara mudah terlebih sepakbola kita yang masih berkembang ini. Diperlukan pelatih berpengalaman dan bukan dengan cara yang instan, semua ada manajerialnya. Sepakbola itu tidak sama dengan mie instan yang hanya direbus lalu tiriskan. Mari kita dukung timnas Indonesia pada Kualifikasi Piala Asia 2023 !.
Referensi
Ulfah, N., Hidayah, Y., Trihastuti, M. (2021). Urgensi Etika Demokrasi di Era Global: Membangun Etika Dalam Mengemukakan Pendapat Bagi Masyarakat Akademis Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, 5(2), 329-346.