Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Kabela Simbol Keramahan Mongondow
3 Juli 2022 7:52 WIB
Tulisan dari Patra Mokoginta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jam sudah menunjukkan pukul 16.30 wita pertanda jam kerja di kantor telah berlalu untuk hari ini, saya pun enggan berlama lama di kantor mumpung tidak ada kerja lembur, langsung tancap gas pulang rumah.
ADVERTISEMENT
Dalam perjalanan pulang sempat berencana singgah di warung swalayan, eh bukan maksudnya toko indomaret yang ada di pinggiran jalan trans Sulawesi, tapi niat itu saya urung, baiknya di warung warga saja, kenapa begitu? Karena sapaan ramahnya asli tak seperti di toko indomaret atau alfamaret yang keramahannya tidak spontan, kalimatnya sama : “ Selamat datang di indomaret/alfamaret, Terima kasih telah berbelanja di indomaret/alfamaret”.. ahh sudahlah, sebenarnya itu cuma alasan saya saja, ini tanggal tua kawan dan indomart atau alfamart tak mungkin menjual rokok enceran/batangan, hanya warung atau kios kecil yang bisa…hehehe. tapi benar keramahan warga kampung di kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) memang asli spontan dan tulus.
Biasanya kalau belanja di warung warga akan ada jeda lebih dari satu menit yang tak membahas masalah harga atau barang yang di beli tapi di isi dengan obrolan singkat lain, setidaknya saling sapa atau ngobrol sekilas dengan pembeli lain dan itu juga saya lakoni. Sambil menunggu penjual mengambil beberapa batang rokok untuk saya,tak sengaja saya mendengar percakapan beberapa remaja tanggung alias anak baru gede yang ada di sekitar warung terkait dengan “Festival Kabela” yang bakal di helat oleh pemkab dan masyarakat Boltim. Iseng saja saya tanya ke mereka :”Kabela itu apa so?” (Kabela itu apaan sih?) yang langsung di jawab salah satu remaja tanggung ini : “Kabela itu tarian untuk menerima tamu’’. Saya timpali lagi jawaban dari remaja ini; “masak sih? Kabela itu tarian?”. Temannya yang satu lagi coba meyakinkan saya, katanya :” kabela itu wadah sirih pinang yang di gunakan oleh penari”. Mendengar itu saya senyum saja setidaknya dalam 2-3 menit,saya sudah berhasil mengkompori anak anak yang mungkin masih di bangku SMP ini untuk bersemangat ngobrol masalah budaya Mongondow.
ADVERTISEMENT
Di atas sepeda motor menuju rumah, saya membathin tentang obrolan para abg itu, sebenarnya jawaban mereka sudah benar walau belum tepat, ah sampai di rumah akan saya ulas sedikit tentang kabela sepanjang pengetahuan saya.
Sekilas Sejarah Kabela
Menurut tradisi Mongondow sebagaimana di sampaikan oleh Uwin Mokodongan salah seorang penggiat sejarah sekaligus budayawan muda Bolaang Mongondow dalam diskusi santai dengan saya beberapa waktu lalu bahwa kabela pertama kali di buat oleh Salamatiti. Salamatiti ini adalah ibunda dari Mokodoludut sedangkan Mokodoludut adalah raja pertama Bolaang Mongondow. Salamatiti menurut tradisi hidup sekitar abad ke-13 Masehi.
Salamatiti berasal dari keluarga klan pemimpin saat itu sehingga sering kali menerima tamu. Menurut adat Mongondow untuk memuliakan tamu yang datang, tuan rumah memberikan jamuan sirih dan pinang sebagai bentuk penghormatan dan ekspresi keramahan kepada tamu. Di saat inilah Salamatiti berinisatif untuk membuat wadah yang lebih elok untuk obuyu’ (sirih) dan mama’an (pinang) yang kemudian hari di kenal sebagai kabela. Dari sini kita bisa pahami bahwa pembuatan awal kabela, kerajaan Bolaang Mongondow baru akan eksis di mana raja pertamanya Mokodoludut, sementara itu ibunda dari Mokodoludut lah yang menciptakan kabela.
ADVERTISEMENT
Bahan utama untuk membuat kabela adalah pelepah bagian dalam batang daun rumbia atau pohon sagu yang dalam bahasa Mongondow gaba gaba. Gaba gaba ini di bentuk model kotak kemudian di lapisi kain katun berbagai warna dengan warna utama hitam dan merah kemudian di bentuk manik manik dengan ciri khas tertentu guna menambah keindahan kabela. Walau secara tradisional bahan utama kabela berasal dari pelepah daun sagu tapi di temukan juga peninggalan kabela berbahan logam (Kuningan) yang di perkiraan abad 18.
Kabela sendiri pun memiliki beragam motif dan yang paling umum adalah motif kelapa, Motif geometris serta motif floral (bunga).
Ada beberapa kabela yang berusia lebih dari seratus tahun yang tersimpan dalam museum di negeri Belanda sebagaimana gambar berikut ini.
Dalam website milik Nationaal Museum van Wereldculturen en het Wereldmuseum (NMVW) ini juga di peroleh keterangan perihal bahan utama pembuatan sirihdoos atau kabela. Kerangka kotak terbuat dari gaba gaba (pelepah daun sagu bagian dalam) pinggiranya terbuat dari kulit tanaman sejenis anggrek, tutupnya terbuat dari potongan kain katun yang menempel pada kotak, dinding dan tutup kotak di hiasi manik manik, bagian tengahnya di tutupi dengan kain kain merah. Informasi dari website ini menegaskan bahwa bahan utama pembuatan kabela nyaris tidak berubah sejak zaman Salamatiti yakni gaba gaba atau pelepah daun sagu.Kabela yang lebih tua dari gambar di atas juga tersimpan di musium NMVW.
Gambar 2 ini terlihat jelas motif kabela yang beraksara arab. penutupnya ada tulisan siri serta dinding luarnya ada tulisan Allah. Kabela ini juga bagian dan objek koleksi Musium NMVW.
ADVERTISEMENT
Di Bolaang Mongondow ada beberapa keluarga yang masih menyimpan kabela tua jenis boyo boyo berbahan dasar logam kuningan di perkiraan di buat abad 18 namun yang eksis sampai saat ini adalah kabela hasil desain dari Salamatiti yakni bahan utamanya gaba gaba.
Kabela warisan budaya tak benda Indonesia
Kabela memang warisan budaya yang sangat istimewa bagi masyarakat adat Bolaang Mongondow bahkan Indonesia.
Kabela di tetapkan sebagai warisan budaya tak benda indonesia dalam dua domain dan nomor registrasi yang berbeda. Tahun 2010 tarian kabela di tetapkan sebagai warisan tak benda indonesia teregistrasi dengan nomor 2010000823 yang masuk dalam domain seni pertunjukan. Tahun 2014 kabela di tetapkan sebagai warisan budaya tak benda indonesia nomor registrasi 201400153 dan masuk dalam Domain keterampilan dan kemahiran kerajinan tradisional,informasi ini dapat kita lihat di website resmi milik Kementerian pendidikan dan kebudayaan https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/ . Inilah salah satu bukti bahwa kabela memang istimewa.
ADVERTISEMENT
Suguhan sirih-pinang sebagai keramahan kepada tamu
Dapat menjamu tamu dengan baik merupakan kebanggaan tersendiri bagi orang Mongondow. Di masa lalu menjemput tamu dengan suguhan siri pinang adalah suatu bentuk penghormatan kepada tamu dan di anggap kemuliaan bagi tuan rumah. Ini adalah ekspresi dan keramahan tuan rumah. Tradisi nyirih ini memang bukan hanya berlaku di wilayah Bolaang Mongondow tapi hampir menyeluruh di wilayah nusantara, Bolaang Mongondow yang sempat berjaya sebagai salah satu kekuatan maritim di nusantara utara ini tentunya sudah terbiasa berinteraksi dengan berbagai komunitas budaya lain antar pulau sehingga memahami betul bagaimana seharusnya memperlakukan tamu secara terhormat yang salah satu dampaknya ketrampilan tradisional membuat kabela.
Sekarang ini memang sudah jarang para tamu di suguhi siri pinang,tapi adab dalam menjemput tamu masih terpelihara dalam kehidupan masyarakat Bolaang Mongondow hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Budaya Mongondow yang terbuka terhadap orang luar ini bisa kita telusuri dari sejarah dan budaya Bolaang Mongondow sendiri. Bolaang Mongondow bukan lah suku alifuru yang terpencil tapi memiliki peradaban dan kebudayaan yang bergerak dinamis sepanjang sejarah keberadaan etnis Bolaang Mongondow.
Kebudayaan Mongondow yang dinamis bukan berarti perubahan terjadi karena Mongondow tidak punya akar budaya yang kuat, ini terjadi secara alamiah di dukung oleh karakter masyarakat adat yang terbuka (walau selektif) terhadap budaya luar,contohnya wadah pinang awalnya dari anyaman bambu atau anyaman daun kelapa tapi kemudian setelah terjadi pertemuan dengan komunitas lain, saling berkunjung dan bertamu muncul kreasi dari Salamatiti, wadah pinang pun di buat dari pelepah daun sagu kemudian di lapisi kain, masih kurang elok di perindah lagi dengan manik manik bercorak khusus maka jadilah kabela sebagaiman kita kenal sekarang ini.
ADVERTISEMENT
Ketrampilan dan kemahiran tradisional dalam membuat kabela yang berdampak lahirnya seni tari kabela boleh di kata terlahir dari budaya orang Mongondow yang terbuka dengan komunitas lain serta mampu menerima perbedaan. Interaksi sosial orang Mongondow yang tidak kaku dengan komunitas lain sejak masa lampau memperkaya khazanah budaya mongondow itu sendiri, contohnya tarian dana dana tradisional Mongondow adalah hasil asimilasi budaya Mongondow dengan tradisi islam yang sekarang ini menjadi agama mayoritas etnis Mongondow.
Kabela adalah bentuk nyata dari keramahan orang orang Mongondow terhadap tamu dan tarian dana dana adalah ekspresi dari budaya Mongondow yang ramah tamah dalam menyerap budaya lain (tradisi islam).
Kabela Fest 2022
Kabela Festival Bolaang Mongondow Timur 2022 yang lebih trend dengan sebutan “Kabela Fest 2022” tak lama lagi akan di gelar. Saya secara pribadi sumringah dan salute dengan masyarakat dan pemkab Bolaang Mongondow Timur yang bakal menyelenggarakan Kabela Fest ini, bagaimana tidak salute? Kita tahu bersama bahwa parawisata adalah program unggulan pemkab Bolaang Mongondow Timur dan Kabela adalah simbol keramahan orang Mongondow terhadap tamu termasuk para wisatawan.
ADVERTISEMENT
Alamnya indah bagaikan sepenggal tanah surga, negeri beradat yang kaya akan tradisi dan budaya serta warganya ramah tamah itulah "defenisi" kabupaten Bolaang Mongondow Timur Provinsi sulawesi utara yang akrab di sebut Boltim. Manjo Pasiar ka Boltim (Ayo pesiar ke Boltim).