Jordan Peterson dan Feminisme

Perwira Bagus Wicaksono
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
7 Desember 2020 21:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Perwira Bagus Wicaksono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto oleh Craig Robertson/Postmedia/File
Jordan Peterson, seorang psikolog klinis kelahiran Kanada dikenal sebagai pemikir, profesor, dan juga penulis yang mengajar di bidang psikologi klinis Universitas Toronto. Peterson mulai dikenal oleh khalayak ramai setelah ia banyak mengkritik dan menyuarakan pemikirannya pada politik dan budaya yang ada di masyarakat sekarang. Salah satu pernyataannya yang banyak diketahui orang adalah saat ia mengkritisi pemikiran feminis mengenai kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan. Namun, sebelum membahas pemikirannya lebih jauh, perlu adanya pemahaman mengenai siapa sebenarnya Jordan B. Peterson.
ADVERTISEMENT
Sekilas Tentang Jordan Peterson
Jordan Bernt Peterson lahir 12 Juni 1962 di tempat kelahirannya, Edmonton, Kanada. Peterson kuliah di Grande Prairie Regional College untuk mendalami ilmu politik dan sastra Inggris. Ia lalu pindah ke Universitas Alberta dan lulus dengan gelar Bachelor of Arts pada tahun 1982. Peterson cuti kuliah selama satu tahun untuk berkeliling Eropa. Perjalanan itu memicu ketertarikan Peterson terhadap Perang Dingin secara psikologis, terutama totalitarianisme Eropa. Ia kembali ke Universitas Alberta untuk mendapat gelar psikologi, dan melanjutkan studinya hingga mendapat gelar Master dan profesor di Universitas McGill, Montreal.
Peterson merupakan seorang pragmatis filosofis dan banyak menekuni pekerjaannya dalam ranah agama, gagasan tentang tanggung jawab, dan tujuan hidup seseorang. Pemikirannya banyak terinspirasi dari filsafat agama Carl Jung dan eksistensialisme agama Søren Kierkegaard serta Paul Tillich. Hal ini menarik karena dalam satu hal merupakan bentuk dari pertolongan terhadap diri sendiri atau dapat disebut juga sebagai petunjuk hidup.
ADVERTISEMENT
Pandangan Peterson terhadap Feminisme
Dalam era kontemporer saat ini, kesetaraan gender telah banyak digaungkan sebagai salah satu aksi gerakan kesetaraan oleh baik kaum feminis ataupun non-feminis. Kaum feminis menuntut adanya kesetaraan dalam beberapa sektor seperti partisipasi politik, pendidikan, pekerjaan, dan upah. Peterson dikenal baik karena kritiknya terhadap gerakan feminisme, terutama feminisme radikal. Secara singkat, feminis radikal adalah gerakan feminis yang menginginkan perubahan secara radikal dengan menghapuskan semua bentuk supremasi radikal. Peterson sendiri dalam buku dan banyak wawancara sering mengeluarkan pendapat berlandaskan sains yang tidak disukai oleh kaum sayap kiri dan feminis radikal terutama mengenai kesetaraan di antara dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Peterson menganggap pikiran feminis radikal berbahaya karena gerakan ini menekankan bahwa budaya kita yang ada sekarang sangat dikarakteristikan sebagai patriarki opresif. Dia percaya jika ini merupakan sebuah doktrin sosiologi yang buruk dan berakibat negatif pada psikologi yang tidak hanya terbatas pada laki-laki saja, karena jika sesuatu yang toxic seperti maskulinitas dianggap buruk, maka perempuan yang perlu mengadopsi budaya maskulin secara tradisional juga akan terkena imbasnya. Sebab apa yang serta merta dianggap sebagai toxicity tidak hilang begitu saja.
ADVERTISEMENT
Peterson banyak mengkritisi kampanye feminis untuk kesetaraan upah di antara laki-laki dan perempuan. Dia mengatakan dalam sebuah wawancara oleh Channel 4 News bahwa laki-laki dan perempuan tidaklah sama dan tidak akan pernah menjadi sama baik secara psikologis dan fisiologis. Ada banyak alasan mengapa ada kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Terdapat 18 variabel yang salah satu komponen dari persamaan multivariat nya adalah upah. Ini dihitung 5 % dari variansi. Peterson percaya bahwa upah kedua seks ini tidak akan pernah bisa setara. Laki-laki dan perempuan tidak akan menempatkan diri mereka pada kategori yang sama. Pernyataan ini dibuktikan dengan penelitian dari negara-negara Skandinavia, wilayah dunia yang merepresentasikan tingkat kesetaraan gender terbaik. Saat budaya menjadi lebih netral terhadap gender, jumlah wanita yang memilih bidang STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics) semakin menurun. Saat kita memberikan kebebasan untuk memilih bagi laki-laki dan perempuan, yang sebenarnya terjadi adalah kedua gender ini terspesialisasi dalam bidang-bidang yang berbeda. Saat negara mulai menjadi lebih egalitarian, perbedaan antara laki-laki dan perempuan menjadi lebih kentara, bukannya lebih melebur. Laki-laki dan perempuan sebenarnya memiliki lebih banyak persamaan daripada perbedaan, namun yang menjadi masalah adalah saat sedikit perbedaan pada populasi menjadi sebuah perbedaan yang sangat besar pada level yang ekstrim.
ADVERTISEMENT
Dapat diambil contoh seperti ini : 99.9 % pekerja pemecah batu adalah laki-laki, dan tiga perempat populasi mahasiswa dari bidang ilmu sosial adalah perempuan. Lalu, apakah hal ini dapat disetarakan? Jawabannya tentu saja tidak. Ada banyak alasan mengapa kebanyakan laki-laki dan perempuan memiliki ketertarikan pada bidang-bidang tertentu. Peterson (2018) dalam bukunya 12 Rules of Life : An Antidote to Chaos mengatakan:
ADVERTISEMENT
Dengan sejarah yang sedemikian panjang dan juga kerentanan fisik, menyebabkan adanya perbedaan pilihan bidang untuk ditekuni bagi kedua jenis kelamin. Perempuan dengan rentang usia 28 hingga 32 tahun sering mengalami krisis antara karir dan keluarga dikarenakan sedikitnya jangka waktu yang perempuan miliki secara bersamaan. Perempuan harus menyatukan tiap potongan hidup mereka lebih cepat dari laki-laki. Inilah alasan mengapa laki-laki tidak berada dibawah tekanan untuk berkembang. Tipikal perempuan, dia harus mengurutkan antara karir dan keluarganya saat berumur 35 tahun atau sebaliknya waktu dia akan habis. Hal ini menyebabkan stress yang sangat besar pada perempuan terutama saat umur mereka menginjak 20 tahunan. Peterson juga menambahkan hal ini dengan kecenderungan agreeable personality traits bagi perempuan. Agreeableness / keramahan adalah dimensi yang bertumpu pada kemampuan beradaptasi dan keramahan. Orang dengan tingkat agreeableness tinggi cenderung memiliki kelembutan hati, ketertarikan pada orang lain, merasa empati, senang menolong, pemaaf, kooperatif dan penurut. Sifat ini banyak berpengaruh pada assertiveness atau ketegasan seseorang dalam dunia kerja yang diakhir dapat membawa pada kurang tingginya upah. Agreeableness traits / sifat ramah ini pula yang membuat perempuan banyak memilih bidang-bidang ilmu sosial dan kesehatan yang tidak bisa dipungkiri banyak dari mereka yang sukses pada bidang-bidang tersebut.
ADVERTISEMENT
Peterson percaya bukti ilmiah saintifik. Ia telah banyak membaca dan memahami jurnal psikologi, melakukan banyak penelitian psikologi klinis, dan menjalani banyak praktik konsultasi dan terapi dengan pasiennya. Ia percaya bahwa hal yang dapat memprediksi kesuksesan seseorang saat berada di dunia kerja adalah kesadaran dan kecerdasan, sementara agreeableness / keramahan berlaku sebaliknya. Tidak ada bukti saintifik jika keberagaman apapun yang diukur melalui ras atau representasi gender memiliki keterkaitan dengan segala sesuatu yang menyangkut kreativitas dan hasil produktivitas. Kenapa orang dengan sifat agreeable cenderung mendapat upah lebih sedikit? Mereka tidak dapat tegas dan sungkan untuk meminta upah lebih tinggi atau menyuarakan hak mereka. Orang dengan sifat agreeable mungkin akan lebih baik saat bekerja dalam pekerjaan yang melibatkan kepedulian pada orang lain karena kebaikan dan keramahan dapat memfasilitasi hubungan interpersonal yang baik. Agreeableness cenderung lebih membawa dan mengubah seseorang dalam hal minat dan kompetensi.
ADVERTISEMENT
Saat ini, laki-laki memiliki upah yang lebih tinggi karena mereka mampu dan mau bekerja dalam waktu lebih lama, 80 jam seminggu, mereka terjun dalam medan yang lebih berbahaya, mereka lebih sering berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya dan mereka bekerja dalam bidang STEM dengan skala yang lebih besar. Laki-laki menghasilkan lebih banyak uang untuk alasan tersebut, dan hal itu seolah tertutupi oleh gagasan laki-laki dan perempuan menghasilkan jumlah uang yang berbeda hanya dikarenakan gender. Ini merupakan sebuah analisis yang sangat simplistik dan tidak dapat diterapkan.
Bukti ketimpangan struktural menjadi opresif justru karena perempuan mewakili 50% profesi dari semua tingkatan. Jika ada insinyur laki-laki dengan jumlah sepuluh kali lebih banyak dari perempuan dan perusahaan bersikeras untuk menerapkan kesetaraan gender dengan merekrut jumlah pegawai yang seimbang dengan 50 pegawai pria, dan 50 pegawai perempuan, maka jelas bahwa tingkat keahlian insinyur wanita tidak bisa sama dengan tingkat keahlian insinyur pria. Hal ini tidak akan mungkin terjadi secara matematis.
ADVERTISEMENT
Meskipun Peterson bersifat kritis terhadap gerakan feminisme radikal, ini tidak dapat kemudian diartikan jika Peterson adalah seorang anti-feminis. Ia sendiri menyatakan dalam sebuah wawancara jika ia bukanlah seorang anti-feminis. Ia merasa gagasan dimana dunia akan menerima manfaat dari kedua jenis kelamin adalah sesuatu yang harus dibagikan dan siapapun dengan akal sehat perlu turut andil karena adanya kelangkaan bakat dan kebutuhan untuk menggunakannya. Ia merupakan salah satu tokoh yang cukup keras dalam menentang ide-ide yang dibawakan oleh para ‘pembela keadilan sosial’ yang memang seringkali bertentangan dengan bukti dan fakta saintifik yang ada. Persoalan saat kaum kiri dan feminis mempermasalahkan bukti saintifik yang dia bawakan, ia menanggapi secara cerdas dengan berkata, “In order to be able to think, you have to risk being offensive.”
ADVERTISEMENT
Referensi :
Id.wikipedia.org. (2018, 21 Juli). Jordan Peterson. Diakses pada 28 Oktober 2018, dari https://id.wikipedia.org/wiki/Jordan_Peterson
Peterson, Jordan B. (2018). 12 Rules for Life: An Antidote to Chaos. Penguin Random House
Abcqanda. (2019. Februari 28). Jordan Peterson: I’m Not Anti-Feminist | Q&A [Video]. YouTube, https://www.youtube.com/watch?v=fjdlJBSp1lc
4 News, Channel. (2018. Januari 17). Jordan Peterson debate on gender pay gap, campus protest, and postmodernism [Video]. YouTube, https://www.youtube.com/watch?v=aMcjxSThD54&t=629s