Konten dari Pengguna

Gerakan Sadar Sampah: Iman, Kewarganegaraan, dan Cinta Lingkungan

Ponzsi Ana Awal Permata
Seorang mahasiswa ilmu komunikasi di universitas andalas
5 Juni 2025 16:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Gerakan Sadar Sampah: Iman, Kewarganegaraan, dan Cinta Lingkungan
Gerakan Sadar Sampah Limau Manis mengajak warga menjaga lingkungan lewat iman, aksi gotong royong, dan gaya hidup hijau. Dari kampung, mereka mulai perubahan untuk bumi yang lebih bersih dan lestari.
Ponzsi Ana Awal Permata
Tulisan dari Ponzsi Ana Awal Permata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi gerakan sadar sampah kredit by iStock foto
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi gerakan sadar sampah kredit by iStock foto
ADVERTISEMENT
Limau Manis. Sebuah kawasan yang berada di pinggiran Kota Padang, Sumatra Barat, dikenal sebagai daerah yang masih asri dan menyimpan kekayaan alam luar biasa. Terletak di kaki bukit dan dikelilingi oleh hutan, sawah, serta aliran sungai yang jernih, kawasan ini bukan hanya menjadi tujuan wisata lokal karena Air Terjun Tujuh Tingkat yang memikat, tetapi juga menjadi tempat tinggal berbagai komunitas masyarakat yang masih hidup berdampingan dengan alam.
ADVERTISEMENT
Namun, keindahan itu perlahan tercemar oleh satu persoalan yang kian mengkhawatirkan: sampah. Mulai dari limbah rumah tangga, kemasan plastik, hingga sisa makanan dan barang elektronik kecil, semua mulai terlihat menumpuk di sudut-sudut kampung, pinggir jalan, bahkan mencemari aliran sungai kecil yang dulunya jernih.
Di tengah keprihatinan itu, muncul inisiatif warga yang menamakan diri mereka sebagai “Gerakan Sadar Sampah Limau Manis.” Ini bukan sekadar kegiatan bersih-bersih sesaat, tetapi sebuah upaya berkelanjutan yang bertumpu pada nilai-nilai iman, kewarganegaraan, dan cinta lingkungan.
Menjadikan Iman sebagai Fondasi Perubahan
Masyarakat Limau Manis mayoritas memeluk agama Islam dan menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, pendekatan pertama dalam gerakan ini justru dilakukan melalui jalur spiritual. Para tokoh agama, ulama kampung, dan pengurus masjid mulai menyisipkan pesan tentang pentingnya menjaga kebersihan sebagai bagian dari keimanan dalam ceramah dan khutbah Jumat.
ADVERTISEMENT
“Membersihkan lingkungan adalah bagian dari ibadah. Allah menyukai kebersihan, dan bumi ini adalah amanah-Nya,” demikian disampaikan oleh Buya Jamaris, salah satu tokoh agama setempat.
Pesan-pesan sederhana ini rupanya berdampak besar. Banyak warga mulai menganggap membuang sampah sembarangan bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga dosa sosial. Bahkan, beberapa kelompok pengajian ibu-ibu di kampung mulai rutin mengadakan kegiatan bersih-bersih kampung setiap awal bulan sambil membaca doa bersama.
Kewarganegaraan Aktif: Warga Bergerak, Bukan Menunggu
Gerakan Sadar Sampah juga mengajak warga untuk tidak bergantung pada pemerintah saja dalam menangani masalah lingkungan. Semangat gotong royong yang dulu sempat meredup kini kembali digalakkan. Setiap hari Minggu pagi, warga dari berbagai usia—anak-anak, remaja, hingga orang tua—turun ke jalan membersihkan saluran air, memungut sampah, dan memisahkan limbah organik dan nonorganik.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa Universitas Andalas yang tinggal di asrama dan kos sekitar juga turut aktif. Mereka membentuk tim edukasi lingkungan dan menyebarkan poster-poster berisi ajakan memilah sampah, mengurangi plastik, dan mengenalkan sistem bank sampah mini untuk warga.
“Kalau bukan kita yang bergerak, siapa lagi? Negara itu kan dimulai dari warga. Kalau kampung ini bersih, itu juga bagian dari membangun Indonesia, kata Rini (21 tahun), mahasiswa yang aktif dalam tim kampus peduli lingkungan.
Gerakan ini memperlihatkan bahwa menjadi warga negara bukan hanya soal punya KTP dan ikut pemilu, tetapi juga tentang bertanggung jawab terhadap ruang hidup bersama
Menumbuhkan Cinta Lingkungan sebagai Gaya Hidup
Salah satu keunikan gerakan ini adalah upayanya menjadikan cinta lingkungan sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari. Bukan hal besar, tetapi dari hal-hal kecil yang bisa dilakukan setiap rumah tangga: membawa tas belanja sendiri ke pasar, membawa botol minum isi ulang, menanam tanaman herbal di pekarangan, hingga membuat kompos dari sisa sayur dapur.
ADVERTISEMENT
Para pemuda kampung bahkan membuat video pendek dan konten edukatif di TikTok dan Instagram untuk menyuarakan pesan lingkungan dengan cara yang lebih kreatif dan mudah dipahami anak muda. Konten itu tak jarang viral, karena unik dan menggugah.
Selain itu, kegiatan edukasi lingkungan juga mulai diterapkan di sekolah dasar setempat. Guru-guru mengajak murid membawa bekal tanpa plastik, mengenalkan konsep “3R” (Reduce, Reuse, Recycle), dan mengajak mereka mengenali tanaman endemik di sekitar kampung.
Semua ini bukan hanya soal teknis pengelolaan sampah, tetapi upaya membangun hubungan emosional warga dengan lingkungan tempat mereka tinggal. Bahwa mencintai kampung berarti juga mencintai bumi.
Dari Limau Manis, Untuk Indonesia
Apa yang dilakukan masyarakat Limau Manis mungkin tampak kecil dan sederhana. Namun, inisiatif seperti inilah yang seharusnya menjadi inspirasi bagi daerah-daerah lain. Gerakan Sadar Sampah di Limau Manis menunjukkan bahwa perubahan tidak selalu harus datang dari atas, dari pejabat atau kebijakan, tetapi bisa tumbuh dari bawah—dari hati, dari iman, dari kepedulian warga.
ADVERTISEMENT
Gerakan ini menjadi bukti bahwa iman bisa menjadi motivasi perubahan sosial, bahwa kewarganegaraan bukan hanya soal hak, tapi juga tanggung jawab, dan bahwa cinta lingkungan bisa dimulai dari hal-hal kecil di sekitar kita.
> Karena sejatinya, menjaga bumi bukan hanya tugas aktivis atau pemerintah, tapi adalah tugas setiap manusia yang hidup di atasnya.