Konten dari Pengguna

Dewi Sartika dan Sekolah Keutamaan Istri (Bagian I)

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
21 April 2017 11:37 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Menurut pendapat saya, barangkali dalam hal ini bagi wanita tidak akan sangat banyak berbeda dengan pria," tutur Dewi Sartika.
ADVERTISEMENT
Pada masa kolonial, perempuan bangsawan dan nonbangsawan tak jauh berbeda nasibnya. Mereka tak diberikan kesempatan untuk berkembang dan terkungkung di dalam rumah. Bahkan, hanya sekadar melayani ataupun disia-siakan suami.
Dewi Sartika merasakan itu semua, terlebih saat ibunya lebih memilih ikut dengan ayahnya ke tempat pembuangan di Ternate dibandingkan mengurus anak-anaknya. Polemik kehidupan perempuan pada masa kolonialisme pun penuh dengan warna—dimulai poligami hingga pelecehan. Hal tersebut tak dapat terhindarkan.
Maka dari itu, Dewi Sartika ingin mendirikan sekolah guna menyadarkan perempuan bumiputra untuk terampil dan mandiri demi kokohnya tiang keluarga sebagaimana fitrah perempuan. Ia beranggapan bahwa ibu yang baik akan melahirkan generasi yang baik. Itulah yang diagungkan Dewi Sartika sebagaimana perempuan sebagai pelindung keluarga.
ADVERTISEMENT
Bandung, 1902 - Dewi Sartika bersama ibunya sering kali memanfaatkan waktu bersama di belakang rumah dengan mengajarkan sanak saudaranya berbagai hal, seperti merenda, memasak, menjahit, hingga membaca serta menulis.