Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Menanti Jawaban Setya Novanto di Sidang Kasus Korupsi e-KTP
6 April 2017 6:44 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Tim penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menggali peran mantan ketua fraksi partai Golkar, Setya Novanto, dalam dugaan kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/4). Novanto akan bersaksi untuk tersangka Irman dan Sugiharto, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri yang kini duduk di kursi terdakwa.
ADVERTISEMENT
Novanto diduga memiliki peran sentral dalam megaproyek yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun itu. Surat dakwaan menyebutkan Novanto bersama Irman, Sugiharto, dan dua orang lainnya, membahas rencana bancakan anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun pada 2010.
Dua orang itu adalah mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraini dan Andi Narogong, teman dekat Novanto yang menjadi pemenang tender e-KTP.
"Novanto menyatakan dukungan dalam pembahasan anggaran proyek e-KTP," kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan beberapa waktu yang lalu.
Guna mendapat restu Novanto, Irman mengajak Andi menemui Novanto di ruang kerjanya, lantai 12 Gedung DPR. Sejak pertemuan itu, pada Juli hingga Agustus 2010, DPR membahas anggaran proyek penerapan e-KTP dalam rancangan APBN Tahun Anggaran 2011.
ADVERTISEMENT
Kesepakatan antara Novanto dan Andi diduga terjalin sejak Andi berjanji memberikan fee kepada sejumlah pejabat Kemendagri dan anggota Komisi II DPR-- termasuk Novanto.
“Sisa 49 persen atau setara Rp 2,5 triliun dibagi-bagikan,” kata jaksa sebagaimana tertulis dalam surat dakwaan.
Uang itu diduga mengalir ke dua partai besar: Golkar dan Demokrat. Bersama Novanto, mantan Ketua Fraksi Demokrat, Anas Urbaningrum dan bendahara Demokrat, Nazaruddin, proyek e-KTP berhasil digolkan.
Dari anggaran proyek, ketiganya diduga meminta jatah sebesar 11 persen atau sejumlah Rp 574 miliar. Sementara sebesar 7 persen atau setara Rp 365,4 miliar diberikan untuk pejabat Kemendagri, dan 5 persen atau sejumlah Rp 261 miliar dibagi-bagikan ke komisi II DPR.
ADVERTISEMENT
Sederet nama anggota DPR seperti Marzuki Alie, Ganjar Pranowo, Tamsil Lindrung, Olly Dondokambey,dan Melchias Marcus Mekeng, menjadi nama-nama yang terseret dan disebut menerima aliran duit.
Beberapa saksi yang sudah dihadirkan tim penuntut umum belum mengamini peran Novanto dalam proyek tersebut, seperti kesaksian Nazaruddin pada Selasa (4/4) lalu. Nazar memberikan keterangan yang berbeda dari yang disampaikannya di Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Ketika ditanya Jaksa Penuntut Umum Abdul Basir soal keterlibatan Anas dan Novanto, Nazar justru mengonfirmasi keterlibatan Anas dan Fahmi Yandri, orang dekat Anas.
"Saya mendapat instruksi dari Anas, Rp 200 miliar itu, setelah itu 3 juta dolar Amerika diserahkan ke Fahmi Yandri," kata Nazar merujuk Fahmi.
Merasa jawaban Nazar tidak pas, Abdul bertanya lagi. "Tapi fakta itu benar, tentang Setya Novanto?" tanya Abdul.
ADVERTISEMENT
Jawaban Nazar lagi-lagi tidak pas. "Tentang pertemuan Anas dan Andi, betul," kata Nazar.
Lantas Abdul mengulangi pertanyaan, "Saya tanya fakta tentang Setya Novanto, benar?" ujar Abdul.
Nazar mengatakan dirinya tidak bertemu secara langsung dengan Novanto. Jawaban Nazar itu dianggap berbeda dengan keterangannya di BAP.
"Lho, kok saksi (Nazar) bisa menjelaskan ini di BAP?" ujar Abdul.
Nazar lalu bilang, "Iya, lupa saya," katanya.
Merasa Nazar tak bakal mengaku, Abdul lalu menyerahkan kepada majelis hakim.
"Mohon izin Yang Mulia, di BAP saksi bilang ada pertemuan, ada uang Rp 20 miliar, membenarkan ada commitment fee USD 3 juta, BAP tanggal 7 Februari, halaman 6," kata Abdul.
ADVERTISEMENT
Padahal sebelum persidangan ini, Nazaruddin secara terang-terangan menuding Novanto membagikan fee proyek e-KTP kepada sejumlah anggota DPR. Novanto juga disebut mengutak-atik perencanaan dan anggaran proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.