Sidang Korupsi e-KTP Diprediksi Selesai Setelah 2 Tahun

18 Maret 2017 11:17 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Sidang korupsi e-KTP. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang korupsi e-KTP. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
Persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP diprediksi akan memakan waktu lebih dari dua tahun. Mantan Direktur Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung Chairul Imam mengatakan penyelesaian kasus ini memakan waktu yang sangat lama karena besarnya jumlah uang yang dikorupsi dan banyaknya saksi.
ADVERTISEMENT
"Saya rasa kasus ini penyelesaiannya akan lama sekali. Kalau bisa selesai dalam dua tahun ini prestasi. Ini melihat besarnya uang, besarnya nama-nama, jumlahnya, segala macam, ini saksinya banyak sekali," ujarnya dalam diskusi berjudul 'Perang Politik e-KTP' oleh Sindotrijaya Network, di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (18/3).
Chairul menyebut sudah ada pengembalian uang hasil korupsi. Proses pengembalian itu, kata Chairul, juga memengaruhi lamanya penyelesaian kasus karena menimbulkan kontroversi soal keringanan hukum yang akan mereka terima.
"Ini (sidang saat ini) bisa berjalan 2 sampai 3 bulan jalan lalu masuk kasus II. Kemudian, 2 atau 3 bulan lagi masuk kasus III, dan seterusnya. Dan akan panjang ceritanya karena ada yang mengembalikan uang kerugian negara. Ini pertanyaan lain, kenapa orang-orang ini mengembalikan tapi tidak dituntut," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Chairul menilai hal tersebut tidak sejalan dengan pasal 4 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 tahun 1999 tentang Pengembalian Kerugian Keuangan Negara.
"Ini kalau menurut saya tidak sejalan dengan pasal 4 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 Tipikor. Karena dikatakan pengembalian uang itu tidak menghapuskan pidana dari orang-orang yang didakwa pasal 2 dan 3," kata Chairul.
Ia juga mengkritik panjangnya surat dakwaan kasus ini yang mencapai lebih dari seratus halaman. Menurut dia, setelah membaca dakwaan, malah banyak substansi yang tidak jelas.
"Karena 121 halaman saya terus terang malas bacanya. Saya takut baca sampai di tengah nama terdakwa sudah lupa. Belum tentu juga panjang berarti baik. Mana perbuatan yang melawan hukum enggak jelas, mana yang dikatakan merugikan kekayaan negara juga enggak jelas. Jadi jangan terlalu panjang lah," kata dia.
ADVERTISEMENT