Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Biografi KH Hasyim Asy'ari, Latar Belakang Keluarga, dan Pendidikannya
10 November 2024 4:59 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Profil Tokoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui, KH Hasyim Asy'ari merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Biografi KH Hasyim Asy'ari
Berikut adalah biografi KH Hasyim Asy'ari sebagaimana dikutip dari an-nur.ac.id, KH Hasyim Asy'ari adalah seorang ulama besar dan pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia, yang lahir pada 14 Februari 1875 di Jombang, Jawa Timur.
Beliau dikenal sebagai sosok yang memiliki pemikiran moderat dan berperan penting dalam memajukan pendidikan Islam di Indonesia.
Dalam perjalanan hidupnya, KH Hasyim Asy'ari tidak hanya dikenal sebagai pendidik, tetapi juga sebagai pejuang kemerdekaan yang aktif dalam pergerakan politik dan sosial pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.
ADVERTISEMENT
Sebagai tokoh sentral dalam sejarah Islam di Indonesia, KH Hasyim Asy'ari mengajarkan pentingnya keberagaman dan moderasi beragama.
Beliau mendirikan pesantren yang menjadi pusat pendidikan Islam yang berkembang pesat, serta mengembangkan ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah di kalangan umat Islam.
KH Hasyim Asy'ari wafat pada 25 Juli 1947, namun warisan perjuangannya dalam bidang agama, pendidikan, dan perjuangan kemerdekaan tetap dikenang hingga kini.
Latar Belakang Keluarga KH Hasyim Asy'ari
KH Hasyim Asy'ari lahir pada 14 Februari 1871 di Desa Tambakrejo, Jombang, yang pada masa itu merupakan bagian dari Hindia Belanda. Beliau berasal dari keluarga yang sangat mendalam dalam tradisi keagamaan.
Ayahnya, Kyai Asy'ari, adalah seorang ulama terkemuka di Jombang dan pendiri pesantren yang menjadi pusat pendidikan bagi masyarakat sekitar. Kyai Asy'ari memiliki pengaruh besar dalam dunia keagamaan dan pendidikan di wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Ibu KH Hasyim Asy'ari, Nyai Halimah, juga seorang wanita yang sangat religius dan aktif dalam mendukung suaminya dalam mendidik anak-anak mereka serta santri-santri di pesantren.
Dari kedua orang tua ini, KH Hasyim Asy'ari dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan pembelajaran agama.
Sejak kecil, KH Hasyim Asy'ari sudah diperkenalkan dengan berbagai ajaran Islam melalui bimbingan langsung dari ayahnya dan lingkungan keluarga yang sangat religius.
Keluarga ini sangat menekankan pentingnya ilmu agama, yang kelak menjadi pondasi perjuangan KH Hasyim Asy'ari dalam mengembangkan pemikiran-pemikiran keagamaan.
KH Hasyim Asy'ari menikah dengan Nyai Nafiqoh dan Nyai Masruroh, yang turut mendukung perjalanan hidupnya sebagai seorang ulama.
Dari kedua istrinya, KH Hasyim Asy'ari dikaruniai banyak anak, di antaranya adalah Hannah, Khoiriyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid, Abdul Hakim (Abdul Kholiq), Abdul Karim, Ubaidillah, Mashurroh, Muhammad Yusuf, Abdul Qodir, Fatimah, Chotijah, dan Muhammad Ya’kub.
ADVERTISEMENT
Anak-anaknya ini juga menjadi bagian penting dalam mengembangkan dakwah dan pendidikan Islam yang telah diawali oleh KH Hasyim Asy'ari, meneruskan warisan beliau dalam memajukan umat Islam di Indonesia.
Riwayat Pendidikan KH Hasyim Asy'ari
Pendidikan awal KH Hasyim Asy'ari dimulai dari lingkungan keluarganya yang sangat religius.
Pada usia enam tahun, ia mulai belajar di bawah bimbingan ayahnya, Kyai Asy'ari, yang mengajarkan dasar-dasar ilmu agama seperti tauhid, tafsir, hadits, dan fiqh. Dalam bimbingan sang ayah, KH Hasyim Asy'ari mulai mengenal pentingnya ilmu agama sebagai bekal hidup dan perjuangan.
Sejak kecil, beliau telah dipersiapkan untuk menjadi seorang ulama yang dapat meneruskan perjuangan keluarganya dalam menyebarkan ilmu agama.
ADVERTISEMENT
Pada usia 15 tahun, KH Hasyim Asy'ari melanjutkan pendidikan agamanya ke berbagai pesantren besar yang ada di Jawa Timur dan Madura.
Diantaranya seperti Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Kademangan di Bangkalan, dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo.
Pendidikan yang diterimanya di pesantren-pesantren tersebut semakin memperdalam pemahamannya tentang ilmu agama dan menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk mengembangkan ajaran Islam di Indonesia.
Tidak hanya belajar di pesantren, KH Hasyim Asy'ari juga menunaikan ibadah haji pada tahun 1892 dan belajar langsung di Makkah.
Di Makkah, KH Hasyim Asy'ari berguru kepada beberapa ulama besar yang sangat berpengaruh, seperti Syekh Mahfudz al-Tarmisi, seorang ahli hadits terkemuka, dan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ahli fiqh Mazhab Syafi'i.
ADVERTISEMENT
Di bawah bimbingan ulama-ulama tersebut, KH Hasyim Asy'ari memperdalam ilmu hadits dan fiqh, serta mendapatkan ijazah untuk mengajarkan kitab Sahih Bukhari.
Pendidikan di Makkah ini sangat memperluas wawasan keilmuannya, yang kemudian diterapkan dalam pengajaran di pesantren-pesantren di Indonesia.
Selain itu, pengalaman belajar di Makkah juga membentuk cara pandangnya yang tradisional namun terbuka terhadap modernisasi, dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip Islam.
Pendidikan yang diperoleh KH Hasyim Asy'ari menjadi dasar bagi perjuangannya dalam menyebarkan ilmu agama dan mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi yang memperjuangkan Islam yang moderat dan inklusif di Indonesia.
Peran dan Perjuangan KH Hasyim Asy'ari
KH Hasyim Asy'ari memiliki peran yang sangat penting dalam sejarah pergerakan Islam di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebagai ulama besar dan pendiri Nahdlatul Ulama (NU), beliau tidak hanya berfokus pada pendidikan agama, tetapi juga berperan aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
KH Hasyim Asy'ari memahami betul bahwa untuk menciptakan umat yang sejahtera dan bangsa yang merdeka, diperlukan pemahaman agama yang moderat dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, beliau mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan antara ajaran agama dan kemajuan zaman, yang pada saat itu banyak menghadapi tantangan dari kolonialisme Belanda dan penjajahan mental.
Dalam bidang pendidikan, KH Hasyim Asy'ari mendirikan pesantren Tebuireng pada tahun 1899 di Jombang, yang menjadi pusat pendidikan Islam terbesar di Indonesia.
Pesantren ini bukan hanya tempat untuk mempelajari ilmu agama, tetapi juga menjadi wadah untuk memperkenalkan prinsip-prinsip Islam yang moderat.
ADVERTISEMENT
Selain itu juga mengajarkan pemikiran-pemikiran Islam yang terbuka terhadap perubahan, selama tetap berpegang pada ajaran-ajaran Al-Qur'an dan hadits.
Pesantren Tebuireng berhasil melahirkan banyak ulama yang kelak menjadi tokoh penting dalam pergerakan Islam di Indonesia.
Selain itu, KH Hasyim Asy'ari juga sangat aktif dalam mengembangkan organisasi Nahdlatul Ulama (NU), yang didirikan pada 31 Januari 1926 sebagai wadah untuk memperjuangkan Islam ahlussunnah wal jamaah di Indonesia.
Pada masa perjuangan kemerdekaan, KH Hasyim Asy'ari turut serta dalam mendukung perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Salah satu momen penting dalam perjuangannya adalah pada saat beliau mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945.
Fatwa ini menyerukan kepada umat Islam untuk berjuang melawan penjajah Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan.
ADVERTISEMENT
Melalui fatwa ini, ribuan santri dan umat Islam di seluruh Indonesia bergabung dalam pertempuran, memberikan kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan.
Fatwa ini menjadi simbol semangat juang dan kesatuan umat Islam dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Pemikiran KH Hasyim Asy'ari
Pemikiran KH Hasyim Asy'ari tentang Ahlussunnah wal Jama’ah sangat berpengaruh dalam membentuk pandangan keagamaan di Indonesia, khususnya dalam Nahdlatul Ulama (NU).
Menurut beliau, Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kelompok ulama yang mengikuti ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, serta meneladani praktik keagamaan para Khulafaur Rasyidin (empat khalifah pertama Islam).
Pemahaman ini menurut KH Hasyim Asy'ari tidak hanya mengacu pada aspek teologi, tetapi juga mencakup fiqih yang berkembang dalam mazhab-mazhab besar, seperti Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali.
ADVERTISEMENT
KH Hasyim Asy'ari menegaskan bahwa ulama yang mengikuti empat mazhab ini adalah bagian dari Ahlussunnah wal Jama’ah, yang merupakan warisan pemikiran yang dapat diikuti oleh umat Islam.
Lebih lanjut, KH Hasyim Asy'ari menekankan bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah tidak dapat dipahami hanya dengan satu perspektif tunggal, melainkan harus dilihat dari dua dimensi penting, yakni teologi dan fiqih.
Dalam bidang teologi, Ahlussunnah wal Jama’ah berarti mengikuti pemahaman yang murni tentang Tuhan, Nabi, dan ajaran agama Islam berdasarkan Al-Qur'an dan hadits.
Sementara dalam bidang fiqih, Ahlussunnah wal Jama’ah merujuk pada pengamalan ajaran agama yang berpegang pada empat mazhab utama tersebut.
KH Hasyim Asy'ari menganggap bahwa keberagaman dalam bermadzhab adalah sesuatu yang wajar dan seharusnya diterima, selama tetap berpegang pada prinsip dasar ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Qur'an dan hadits.
ADVERTISEMENT
Pemikiran ini menjadikan Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai landasan utama dalam ajaran Islam yang moderat, inklusif, dan tetap menjaga kesatuan umat.
Melalui pemikiran ini, KH Hasyim Asy'ari membangun sebuah sistem keagamaan yang tidak hanya bersifat teologis, tetapi juga pragmatis dan terbuka terhadap keberagaman pemahaman dalam masyarakat Islam.
Nahdlatul Ulama, yang beliau dirikan, menjadi organisasi yang menjaga dan melestarikan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Wafatnya KH Hasyim Asy'ari
KH Hasyim Asy'ari menghembuskan nafas terakhir pada tanggal 25 Juli 1947, di usia 76 tahun, di Jombang, Jawa Timur.
Kematian beliau menjadi momen bersejarah bagi umat Islam di Indonesia, terutama bagi para pengikut Nahdlatul Ulama (NU), yang telah beliau dirikan dan pimpin.
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu ulama besar yang memiliki peran sentral dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, wafatnya KH Hasyim Asy'ari meninggalkan kekosongan besar.
Baik dalam dunia pendidikan Islam maupun dalam gerakan sosial dan politik yang selama ini beliau pimpin. Dengan pemikiran dan perjuangan yang luar biasa, biografi KH Hasyim Asy'ari menjadi inspirasi bagi umat Islam di Indonesia hingga saat ini. (Shofia)