Ekstrak Ganja untuk Istri dan Undang-Undang yang Harus Ditegakkan

31 Maret 2017 7:18 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pohon ganja muda yang dibasmi aparat (Foto: Rahmat/Antara)
Kepala Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sanggau Ngatiya tentu saja memiliki dilema. Di satu sisi, dia harus menjalankan tugas yang diamanatkan dalam undang-undang, di sisi lain ada masalah kemanusiaan yang terjadi pada Fidelis Ari Sudarwoto yang butuh ekstrak ganja untuk perawatan istri, Yeni Riawati.
ADVERTISEMENT
Ari ditangkap pada 19 Februari 2016 lalu di rumahnya bersama adik dan pacar adiknya. Di dalam rumah, petugas gabungan BNNK mendapatkan barang bukti 39 batang pohon ganja dan lintingan. Saat penangkapan, berdasarkan berita Antara, ganja itu sempat hendak dibawa kabur oleh pacar adiknya, namun belakangan berhasil dikembalikan.
Sejak ditangkap, Ari menegaskan ganja itu tak pernah dikonsumsi olehnya, namun ditanam sebagai obat bagi sang istri yang mengidap penyakit Syringomyelia atau munculnya kista di sumsum tulang belakang. Hal ini juga dibenarkan oleh anggota keluarga yang lain. Ari pun disebut keluarga negatif ganja saat tes urine, istrinya yang positif.
Tersangka penanam ganja (Foto: Antara)
Ari memakai ganja sebagai obat karena sudah tak tahu jalan lain untuk berobat. Sampai akhirnya Ari ditangkap, sang istri tak lagi mendapat ekstrak ganja, lalu belakangan meninggal dunia ketika Ari di penjara.
ADVERTISEMENT
Kepala BNNK Sanggau Ngatiya tahu benar kasus ini. Sejak awal, dia yang ikut menangkap Ari dan dua orang lainnya bersama pihak kepolisian. Sebulan setelah ditangkap, Ari masih dikenai pasal sebagai pemakai saja, bukan pengedar atau penjual.
“Untuk sementara kita tentukan ke pemakai dulu,” kata Ngatiya saat dikonfirmasi kumparan (kumparan.com), Jumat (31/3/). (baca juga: Ekstrak Ganja untuk Istriku)
Sementara pasal lain yang bisa menjerat Ari adalah soal kepemilikan tanaman ganja.Dalam pasal 111 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, diatur soal kepemilikan batang ganja dan ancaman hukuman penjara.
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
ADVERTISEMENT
(2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Tersangka penanam ganja (Foto: Rahmad/Antara)
Menurut Ngatiya, tak diatur soal kepemilikan ganja secara individu untuk kesehatan. Lagipula ganja, masuk dalam jenis narkotika golongan I yang masih dianggap berbahaya dalam aturan perundangan di Indonesia.
“Kita hanya menjalankan undang-undang saja. Kita serahkan ke hakim saja untuk memutuskan. Sebentara lagi kita akan serahkan ke jaksa P21 dan penuntutan,” tegas Ngatiya.
ADVERTISEMENT