Konten dari Pengguna

Pendidikan Tinggi: Sisi Gelap Adu Gengsi Publikasi Mahal

Rengga Yudha Santoso
Dosen dan Ketua Program Studi PPKn Kampus STKIP PGRI NGANJUK dengan passion filosofi teaching and educated, serta pengamat politik, pendidikan, dan hukum.
27 Juni 2024 8:56 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rengga Yudha Santoso tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dosen Pria. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dosen Pria. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Publikasi ilmiah saat ini memiliki sisi gelap yang sangat jarang terungkap, artikel yang saya tulis ini setidaknya sedikit mengungkap sisi gelap tridharma perguruan tinggi di Indonesia, melalui observasi, dan trend saat ini, yang di mana dosen terjebak dalam pusaran "adu gengsi publikasi mahal" demi kenaikan pangkat dan jabatan.
ADVERTISEMENT
Hal demikian menimbulkan kesenjangan dan beban baik bagi dosen muda yang berstatus LB (luar biasa) digaji perbulan dengan penyetaraan harga Rp/SKS dan/atau Tetap namun belum tersertifikasi yang digaji dari standar gaji pokok dari konstitusi PT/Yayasan yang menaunginya.
Menurut sumber, dosen merupakan pendidik profesional yang memiliki kewajiban dan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Sayangnya, upaya peningkatan karier seringkali mengarah pada obsesi publikasi di jurnal-jurnal mahal yang terindeks secara internasional, sementara aspek pengabdian kepada masyarakat terkadang terlupakan.
Di balik gemerlapnya gelar akademik dan tridharma perguruan tinggi di Indonesia, tersembunyi sisi gelap yang jarang terungkap. Banyak dosen, sebagai garda terdepan ilmu pengetahuan, terjebak dalam pusaran gengsi publikasi internasional. Tuntutan kenaikan pangkat dan jabatan memaksa mereka berlomba menerbitkan karya ilmiah di jurnal bergengsi. Namun, tingginya biaya publikasi menjadi batu sandungan yang berat.
ADVERTISEMENT
Persoalan ini menunjukkan bahwa adanya kompetisi di dunia akademik yang lebih mirip pertandingan biaya penerbitan daripada kompetisi kualitas penelitian itu sendiri demi marwah kompetensi para lulusannya.
Kondisi demikianlah yang akhirnya menimbulkan dilema etis di kalangan dosen, di mana publikasi menjadi komoditas yang didorong oleh kepentingan karier individu, bukan lagi demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Tridharma Terjerat Gengsi: Beban Dosen Publikasi Mahal

Banyak dosen muda berbakat terpaksa menggadaikan idealisme demi memenuhi tuntutan publikasi mahal ini. Penelitian berkualitas terpinggirkan, digantikan oleh riset instan demi mengejar kuantitas publikasi. Dana penelitian yang terbatas pun tersedot habis untuk membayar biaya publikasi yang selangit. Akibatnya, kualitas pendidikan dan penelitian di perguruan tinggi terancam merosot. Dosen lebih sibuk mengejar publikasi daripada mengajar dan membimbing mahasiswa.
Screening referensi
Lebih lanjut, fenomena ini dapat menghambat kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia. Daripada mengejar gengsi publikasi di jurnal mahal, seharusnya dosen-dosen dapat melakukan penelitian yang lebih bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Kekhawatiran tersebut beralasan, mengingat komponen pengabdian kepada masyarakat yang sering kali terpinggirkan oleh obsesi publikasi di jurnal bergengsi.
ADVERTISEMENT

Inovasi Terhambat, Plagiarisme Meningkat

Inovasi terhambat, digantikan oleh plagiarisme dan manipulasi data demi memenuhi target publikasi. Hal ini diperparah dengan adanya praktik jual beli karya ilmiah dan jasa bimbingan skripsi/tesis yang tidak bertanggung jawab.
Selain itu, banyak dosen yang hanya mengejar kuantitas publikasi tanpa memperhatikan kualitas. Mereka cenderung menulis ulang atau memodifikasi sedikit artikel yang sudah dipublikasikan, lalu mengirimkannya ke jurnal lain.
Praktik-praktik tersebut jelas bertentangan dengan etika akademik dan integritas ilmiah. Kualitas publikasi ilmiah di Indonesia pun semakin dipertanyakan. Oleh karena itu, sudah saatnya para pemangku kepentingan di perguruan tinggi, termasuk pemerintah, meninjau kembali sistem penilaian kinerja dosen yang terlalu berfokus pada publikasi semata.

Evaluasi Sistem Tridharma dan Solusi Konkret

Manuscript jurnal
Sudah saatnya sistem tridharma perguruan tinggi dievaluasi. Kenaikan pangkat dan jabatan dosen seharusnya tidak hanya bergantung pada jumlah publikasi, tetapi juga mempertimbangkan kualitas pengajaran dan pengabdian masyarakat. Pemerintah dan perguruan tinggi perlu memberikan subsidi biaya publikasi agar dosen tidak terjebak dalam lingkaran setan ini. Selain itu, para pemangku kepentingan harus mendorong dosen untuk melakukan penelitian yang berdampak nyata bagi masyarakat dan lingkungan, bukan hanya mengejar publikasi untuk kepentingan karier pribadi.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, diharapkan terdapat keseimbangan yang lebih baik antara ketiga komponen tridharma, sehingga perguruan tinggi di Indonesia dapat menghasilkan lulusan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kepedulian sosial yang tinggi.

Kembalikan Marwah Tridharma Perguruan Tinggi

Mari selamatkan tridharma dari jerat gengsi publikasi mahal. Kembalikan marwah dosen sebagai pengajar dan peneliti sejati, bukan sekadar mesin pencetak publikasi. Dengan demikian, kita dapat mewujudkan pendidikan tinggi yang berkualitas dan berintegritas.
Sehingga para calon lulusan yang dihasilkan kelak tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar, sesuai dengan nilai-nilai luhur tridharma perguruan tinggi.