Wajah Sinema Indonesia Kini

30 Maret 2017 7:59 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Infografis Layar dan Sinema Indonesia (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Infografis Layar dan Sinema Indonesia (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
Tanggal 30 Maret, 67 tahun silam, Usmar Ismail dan segenap kru filmnya memulai hari pertama syuting mereka untuk sinema berjudul Darah dan Doa (Long March of Siliwangi). Film ini kemudian dinilai menjadi film pertama Indonesia --dengan sutradara dan para pemain orang Indonesia, dan benar-benar bercirikan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya pada 1962, setiap tanggal 30 Maret diperingati sebagai Hari Film Nasional. (Baca: )
Melihat sejarahnya, film pertama yang diproduksi di bumi nusantara ialah Loetoeng Kasarung. Film bisu yang disutradarai G. Kruger dan L. Heuveldorp. Film ini dibuat pada 1926, saat Indonesia belum lagi jadi negara.
Sementara film bicara pertama yang dibikin di Indonesia ialah Bunga Roos dari Tjikembang. Sinema Hindia Belanda yang diadaptasi dari novel Melayu karya Kwee Tek Hoay dengan judul yang sama itu diproduksi pada 1931.
Pada era 1930-an, total sekitar 29 film diproduksi di nusantara, dengan 72 persen di antaranya bergenre drama. Hingga 1970-an, genre drama masih mendominasi perfilman Indonesia. Pertengahan 1970-an, film bergenre komedi mulai menggeliat.
ADVERTISEMENT
Tahun-tahun itu menjadi salah satu era keemasan perfilman Indonesia. Produksi film mencapai rata-rata 75 judul per tahun. Sebut saja Badai Pasti Berlalu, Si Doel Anak Betawi, juga film-film Warkop DKI yang masuk deretan terpopuler masa itu.
Pada 1980-an, genre drama mulai menyusut, seiring film-film laga yang makin ramai diproduksi. Selanjutnya tahun 1990-an, produksi film menyusut drastis, dengan hanya sekitar 25 film per tahun.
Kebangkitan film nasional terjadi pada era Reformasi, ditandai dengan film Cinta Dalam Sepotong Roti karya Garin Nugroho, Ada Apa Dengan Cinta yang disutradarai Rudi Soedjarwo, dan Petualangan Sherina garapan Riri Riza.
Genre terpopuler tetap drama (45 persen), horor dan mistik (21 persen), dan komedi (19 persen). Selanjutnya, genre film berkembang makin beragam, termasuk varian cerita yang difilmkan.
ADVERTISEMENT
Setelah tahun 2000, perfilman Indonesia semakin produktif mencipta karya. Kini sekitar 150 film diproduksi per tahun.
Dalam 10 tahun terakhir, setidaknya terdapat tiga film yang mampu meraih lebih dari 4 juta penonton, yaitu Warkop DKI Reborn (2016), Habibie & Ainun (2012), dan Laskar Pelangi (2008).
Tahun lalu, 2016, terjadi lonjakan signifikan penonton bioskop. Jika pada 2015, sebanyak 15 film terlaris memiliki total penonton sebanyak 10,4 juta jiwa, maka tahun 2016 angka tersebut naik hampir 3 kali lipat dengan total penonton mencapai 30,3 juta.
Genre film yang paling banyak diproduksi masih drama (52 persen), horor dan mistik (20,2 persen), serta komedi (18,5 persen).
Dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa, hingga akhir tahun 2016 Indonesia hanya memiliki 1.088 layar bioskop, sehingga perbandingan jumlah layar dan potensi penonton masih sekitar 1:200.000.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, dari total layar bioskop itu, 87 persen berpusat di Pulau Jawa, dengan 35 persennya berada di Jakarta. Hanya sekitar 13 persen layar bioskop berada di luar Jawa.
Seperti apa wajah dunia film Indonesia dari masa ke masa, termasuk deretan sinema terlaris dari tahun ke tahun? Mari simak dalam infografis berikut.
Infografis Layar dan Sinema Indonesia (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Infografis Layar dan Sinema Indonesia (Foto: Bagus Permadi/kumparan)