Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Upaya Perpusnas Menebar Minat Baca di Dunia Maya
17 Mei 2017 7:03 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Pada 2012, UNESCO melaporkan bahwa hanya satu dari 1.000 orang di Indonesia yang memiliki minat baca serius. Itu artinya, dari sekitar 257,6 juta penduduk Indonesia, hanya sekitar 257 ribu orang yang memiliki minat baca yang baik.
ADVERTISEMENT
Jumlah 257 ribu para pembaca ini jelas bukan angka yang tinggi.
Indonesia memiliki sekitar 4,9 juta penduduk berusia 19-24 tahun yang melanjutkan pendidikan tinggi . Bahkan mereka yang digolongkan sebagai kelas menengah mencapai sekitar 150 juta jiwa.
Itu artinya, jumlah pembaca di Indonesia hanya sekitar 0,17 persen dari penduduk kelas menengah.
Stigma minat baca yang rendah makin diperkuat dengan hasil penelitian “The World’s Most Literate Nation ” yang dilakukan oleh The Central Connecticut State University pada 2016. Hasilnya, budaya membaca di Indonesia menempati urutan ke 60 dari 61 negara yang diteliti.
Namun, pandangan dan hasil penelitian itu bisa jadi tidak benar.
Ketua Perpustakaan Nasional, Muhammad Syarif Bando, menolak pernyataan yang mengatakan bahwa budaya membaca di Indonesia rendah.
ADVERTISEMENT
“Stigma budaya baca rendah saya tidak terima, dan umumnya peneliti di Indonesia tidak setuju,” ujar Syarif ketika ditemui kumparan (kumparan.com) pada Jumat (12/5).
Hal serupa diungkapkan oleh Olih, pengelola Stanbuku.com, salah satu toko buku online yang berlokasi di Yogyakarta.
“Tidak bisa dibilang rendah juga, sih. Lihat saja tiap ada bazar, pasti ramai. Mungkin pernyataan itu ada karena susahnya akses untuk mendapat bacaan yang mereka suka,” ujar Olih melalui surat elektronik kepada kumparan, Senin (24/4).
Akses buku menjadi salah satu persoalan yang diamini oleh Perpustakaan Nasional. Syarif menceritakan bagaimana Perpustakaan Nasional berupaya menghibahkan buku ke daerah-daerah yang terluar, terpencil, dan tertinggal.
ADVERTISEMENT
“Kendala kami adalah, yang pertama distribusi (buku) dan daya beli masyarakat,” ujarnya.
Namun, pertumbuhan penetrasi internet yang cukup pesat, hingga sekitar 132 juta jiwa penduduk di Indonesia aktif berselancar di dunia maya, serta perkembangan teknologi yang memungkinan warganet untuk membaca melalui ponsel pintar, membuat format buku digital kini makin tumbuh, pelan tapi pasti.
Baik pengguna iOs maupun android dapat membaca dan membeli format ebook berupa PDF atau epub melalui berbagai platform dan aplikasi yang tersedia. Para penerbit besar di Indonesia pun mulai menyediakan format digital bagi setiap buku yang mereka terbitkan.
Meski begitu, berdasar laporan Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), pasar buku digital masih di bawah 2 persen dari pangsa industri buku di Indonesia.
ADVERTISEMENT
[Baca: Industri Buku di Indonesia ]
Kebutuhan akan akses terhadap bahan bacaan dan pasar yang tersedia, membuat Perpusnas berupaya untuk mengubah paradigma konvensional.
“Perpustakaan tidak lagi berharap untuk menunggu pengunjung, tetapi perpustakaan dengan teknologi informasi yang ada harus menjangkau masyarakat,” papar Syarif, Kepala Perpusnas yang menjabat sejak 2016 itu.
Pemanfaatan teknologi informasi ini dikembangkan oleh Perpusnas melalui program Indonesia One Search, iPusnas, dan e-Resources.
Hingga saat ini, terdapat 4.282.984 entri hasil kerja sama 561 institusi, 626 perpustakaan, dan 3.582 repositori.
Jika Indonesia One Search terkoneksi dengan berbagai koleksi publik yang dimiliki lembaga-lembaga dalam negeri, maka e-Resources terkoneksi dengan berbagai lembaga internasional.
ADVERTISEMENT
Jika kamu telah terdaftar dalam keanggotaan Perpusnas, kamu bisa mengakses e-Resources ini. Koleksi e-Resources milik Perpusnas sekitar 1,4 juta eksemplar, ditambah dengan koneksi pada perpustakaan dan penerbitan lain setingkat internasional.
Sementara itu, iPusnas merupakan aplikasi yang memungkinkan kamu untuk membaca dan meminjam buku secara gratis dan offline. Baru sekitar 20.000 judul buku tersedia secara gratis dan utuh dalam aplikasi iPusnas ini.
“Kami berharap ke depan (program) ini terus akan bisa ditingkatkan. Tentu saja ini adalah program yang sangat mahal karena copyright dari setiap buku harus dibeli untuk bisa di-full text-an,” kata Syarif.
Hingga akhir tahun 2016, sebanyak 14.326 pemustaka aktif meminjam dan membaca buku melalui aplikasi ini.
Layanan online yang disediakan Perpustakaan Nasional tampak menjanjikan dan memperluas khazanah bahan bacaan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dari sekitar 5.099.599 pemustaka, 85 persen atau sekitar 4,3 juta orang menggunakan layanan online, sementara 773 ribu lainnya datang langsung ke perpustakaan. Tentu saja jangkauan ini diharapkan makin berkembang di masa depan.
Selain melalui perantara teknologi, program yang telah lama berjalan hingga sekarang adalah hibah mobil perpustakaan keliling dan buku ke berbagai daerah.
Selama 13 tahun sejak 2003 hingga 2016, sekitar 579 unit mobil perpustakaan keliling telah dibagikan. Mobil tersebut dilengkapi dengan bahan bacaan sebanyak 600 judul buku dan perangkat audio visual.
Tiga program pemanfaatan teknologi informasi ini menjadi program unggulan. Menurut Syarif Bando, hal terpenting bagi perpustakaan kini adalah sebarapa jauh ia bisa menjangkau masyarakat.
“Oleh karena itu tidak relevan lagi perpustakaan-perpustakaan di Indonesia untuk terus hanya menghitung jumlah pengunjung, jumlah anggota, dan sebagainya,” papar Syarif.
ADVERTISEMENT
Layanan online dari Perpusnas mana yang pernah kamu coba? Bagikan pengalamanmu dengan menulis story di kumparan atau komentar di kolom bawah ini ya.