Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Pentingnya Berkeadilan dalam Kebijakan Transisi Energi di Indonesia
22 Januari 2025 6:02 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Rio Ananda Andriana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan salah satu negara dengan penyumbang gas emisi rumah kaca terbesar di dunia. Menurut Emissions Database for Global Atmospheric Research (EDGAR) , Indonesia berada di posisi ketujuh sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca global di tahun 2022. Sejalan dengan data tersebut, seiring masih bergantungnya sektor energi terhadap energi fosil, akan tetap menjadikannya sebagai jawara pada sektor penyumbang emisi gas rumah kaca di Indonesia. Karenanya, pemerintah Indonesia harus terus mengutamakan transisi energi sebagai solusi mengurangi gas emisi rumah kaca. Berbagai kebijakan pun pemerintah coba manifestasikan. Namun, kebijakan transisi energi tersebut haruslah memiliki muatan berkeadilan, yang selalu melibatkan peran serta masyarakat di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Makna Berkeadilan
Topik transisi energi akan selalu menjadi perbincangan serius di Indonesia. Terlebih, beberapa tahun ini istilah 'berkeadilan' sering dibawakan dalam berbagai hal tentang transisi energi. Dikutip melalui Kompas , menurut Institute for Essential Services Reform (IESR), transisi energi berkeadilan adalah proses peralihan dari sistem sosial-ekonomi intensif karbon menuju sistem sosial-ekonomi rendah karbon. Pendifinisian tersebut berarti, bahwa pengimplementasian ekonomi haruslah dilakukan secara berkelanjutan dengan tujuan untuk mengurangi timbulnya gas emisi rumah kaca. Sehingga dapat meminimalisir dampak buruk dari krisis iklim.
Namun, perlu diingat, bahwa transisi energi berkeadilan bukan hanya sekedar mengurangi atau meminimalisir emisi gas rumah kaca. Lebih dari itu, yang menjadi poin utama justru tentang bagaimana pelibatan masyarakat di dalam proses transisi energi ke energi terbarukan. Pemaknaan ini yang acapkali dilupakan. Konsep meaningful participation atau partisipasi yang bermakna sudah selayaknya dihadirkan oleh pemerintah Indonesia sebagai pemangku kebijakan dalam menavigasi suksesnya transisi energi. Hal ini berkaitan juga dengan pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat mengenai sumber daya alamnya untuk bisa dimanfaatkan secara bijak.
ADVERTISEMENT
Berkeadilan yang Semu
Pemerintah Indonesia sudah mengantongi beberapa kebijakan dalam mempercepat transisi energi. Salah satunya adalah Just Energy Transition Partnership (JETP) yang diluncurkan pada saat KTT G20 di bulan November 2022. JETP merupakan skema pendanaan yang didominasi oleh pinjaman dari negara-negara maju untuk mendanai transisi energi di Indonesia dengan kesepakatan mencapai pendanaan US$20 miliar atau setara Rp 314 triliun.
Dari sejak awal kemunculannya, JETP sudah mendapati beragam pendapat dari banyak pihak, serta menjadi awal dari obrolan soal transisi energi yang berkeadilan di Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu nyatanya berkeadilan dalam JETP semu dirasakan, sebab konsep meaningful participation tidak terlihat dihadirkan. Persoalan yang kerap kali dibicarakan, yaitu keterbukaan informasi yang sulit diakses oleh masyarakat. Berbagai dorongan dari masyarakat pun kerap disuarakan agar skema JETP ini bisa transparan. Tentu ini penting, mengingat skema JETP didominasi oleh pinjaman luar negeri. Nantinya pajak yang rakyat bayar, akan tersalurkan juga untuk membayar utang baru transisi energi ini, maka rakyat pastinya berharap pajak yang telah dibayarkan bisa digunakan untuk mereduksi emisi gas rumah kaca.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang menjadi persoalan adalah perihal kemanfaatan dari JETP sendiri yang masyarakat pun minim merasakannya. Dalam hal ini, pemerintah seharusnya jangan hanya berbicara soal proyek transisi energi dalam skala besar yang justru nir-partisipasi dan bisa membahayakan ekosistem alam. Tetapi pemerintah harus bisa melibatkan masyarakat dengan memasifkan proyek-proyek transisi energi pada skala yang lebih kecil atau skala komunitas. Hal ini guna terciptanya inklusivitas dalam transisi energi, terlebih masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan akses listrik.
Pentingnya Demokrasi
Konteks ‘berkeadilan’ nyatanya mendesak untuk diwujudkan dalam melakukan berbagai kebijakan transisi energi di Indonesia. Berkeadilan juga ditekankan pada konteks pelibatan aktif dan bermakna dari masyarakat, yang pada akhirnya bermuara pada demokrasi. Jika melihat dalam konteks ketatanegaraan, jelas bahwa Indonesia merupakan negara demokratis yang pada peranannya kedaulatan ditangan rakyat, serta menjunjung tinggi peran rakyat untuk bisa berkontribusi pada berbagai kebijakan—termasuk transisi energi.
ADVERTISEMENT
Dalam magnum opusnya yang berjudul Demokrasi Lingkungan Hidup: Konsep, Teori, dan Isu-Isu Kontemporer di Indonesia, Sapto Hermawan menjabarkan bahwa ada tiga elemen penting dalam memanifestasikan demokrasi lingkungan hidup, yaitu peran serta masyarakat, informasi publik, dan keadilan. Melihat konsep tersebut, maka sudah seharusnya masyarakat dilibatkan, lalu diberikan informasi seluas dan sejelas-jelasnya, sehingga berkeadilan bisa dirasakan dan didapatkan oleh masyarakat dalam kebijakan transisi energi di Indonesia.
Selain itu, perwujudan tersebut menjadi bagian dari legitimasi bahwa negara Indonesia adalah sebenar-benarnya negara demokratis yang merangkul masyarakatnya dalam kebijakan transisi energi. Bisa disimpulkan—yang juga berkaitan dengan pendifinisian awal—bahwa transisi energi bukan hanya perihal mengurangi gas emisi rumah kaca, tetapi juga perihal keterlibatan masyarakat dalam mendukung transisi energi berdasarkan potensi lokalnya masing-masing, dengan begitu transisi energi berkeadilan adalah sebuah keniscayaan.
ADVERTISEMENT
Penulis: Rio Ananda Andriana