Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Saat Gelap Menjelang Terang: Masa Depan Pendidikan di Persimpangan
20 Februari 2025 18:16 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari FX Risang Baskara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sementara tulisan ini diketik, ribuan mahasiswa tengah bergerak menuju Patung Kuda, membawa 13 tuntutan yang mencerminkan kegelisahan mendalam tentang arah bangsa ini. Dari 13 poin yang mereka suarakan, tuntutan pertama mereka sangat mendasar dan menggetarkan: "Ciptakan pendidikan gratis, ilmiah dan demokratis serta batalkan pemangkasan anggaran pendidikan." Ini bukan sekadar tuntutan - ini adalah manifestasi dari kekhawatiran sebuah generasi tentang masa depan mereka.

Namun yang menarik, tuntutan kedua hingga ketiga belas sebenarnya masih berkaitan erat dengan pendidikan. Ketika mereka menuntut penolakan revisi UU Minerba karena "hanya menjadi alat pembungkaman bagi rezim untuk kampus-kampus dan lingkungan akademik," mereka sedang berbicara tentang kebebasan akademik. Ketika mereka menyuarakan tuntutan reforma agraria, mereka sedang menuntut pembelajaran berbasis realitas sosial.
ADVERTISEMENT
Mari kita bicara angka yang lebih spesifik. Dari mandatory spending 20% APBN untuk pendidikan yang seharusnya mencapai Rp 724,2 triliun, yang terjadi justru pemangkasan di berbagai lini. Kemendikdasmen kehilangan Rp 7,3 triliun, Kemendiktisaintek dipotong Rp 14,3 triliun. Yang lebih memprihatinkan, tunjangan kinerja dosen sebesar Rp 2,5 triliun yang seharusnya dianggarkan dalam APBN 2025, kini nasibnya tidak jelas.
Apa artinya ini bagi masa depan pendidikan kita? Ketika kita berencana mengajarkan coding dan AI mulai kelas 4 SD, bagaimana mungkin ini terwujud jika anggaran dipangkas? Saat Deep Learning menjadi fokus pembelajaran baru, bagaimana guru-guru kita bisa mengembangkan kapasitas tanpa dukungan anggaran yang memadai?
Tuntutan mahasiswa tentang evaluasi total Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebenarnya sangat relevan dengan diskusi pendidikan. Mereka tidak menolak program ini - mereka hanya meminta agar program ini tidak mengorbankan aspek vital pendidikan lainnya. Bukankah ironis jika kita memberi anak-anak nutrisi fisik tapi mengabaikan nutrisi intelektual mereka?
ADVERTISEMENT
Bahkan tuntutan tentang reformasi kepolisian pun memiliki dimensi pendidikan yang kuat. Dalam sejarah gerakan mahasiswa Indonesia, kebebasan akademik dan kebebasan berpendapat selalu berkaitan erat dengan bagaimana aparat keamanan memandang aktivisme kampus. Pendidikan yang demokratis membutuhkan ruang yang aman untuk berpikir kritis dan menyuarakan pendapat.
Tuntutan untuk sahkan RUU Masyarakat Adat juga berbicara tentang pendidikan dalam konteks yang lebih luas. Ini tentang bagaimana kita mengakui dan melindungi kearifan lokal dalam sistem pendidikan kita. Di era digital, integrasi antara pengetahuan modern dan kearifan lokal menjadi semakin penting untuk membangun identitas pembelajaran yang utuh.
Yang menarik, dari semua tuntutan tersebut, ada benang merah yang konsisten: kebutuhan akan transparansi dan akuntabilitas. Ketika mahasiswa menuntut pencabutan Inpres No.1/2025, mereka sebenarnya sedang menuntut transparansi dalam pengelolaan anggaran pendidikan. Ketika mereka meminta efisiensi kabinet, mereka sedang berbicara tentang penggunaan dana publik yang lebih bertanggung jawab, termasuk untuk sektor pendidikan.
Hari ini, saat 481 kepala daerah dilantik di Istana Negara, mereka perlu mendengar pesan ini dengan jelas: masa depan daerah mereka - dan pada akhirnya, masa depan Indonesia - akan sangat bergantung pada komitmen mereka terhadap pendidikan. Pembangunan infrastruktur fisik memang penting, tapi pembangunan "infrastruktur otak" jauh lebih vital.
ADVERTISEMENT
Seperti kata pepatah Sunda, "cageur, bageur, bener, pinter" (sehat, baik, benar, pintar) - empat kualitas yang harus dimiliki setiap insan. Program MBG mungkin bisa membantu aspek "cageur", tapi bagaimana dengan tiga aspek lainnya? Bukankah itu justru yang menjadi inti dari pendidikan yang berkualitas?
Demonstrasi "Indonesia Gelap" hari ini mungkin akan (segera) berlalu, tapi pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang masa depan pendidikan kita akan tetap menggema. Apakah kita akan terus membiarkan anggaran pendidikan menjadi variabel yang bisa dikorbankan? Atau sudah saatnya kita membangun komitmen baru untuk menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama pembangunan bangsa?
Karena pada akhirnya, terang atau gelapnya masa depan Indonesia akan sangat bergantung pada pencerahan yang kita berikan melalui pendidikan hari ini.
ADVERTISEMENT
Salam Cerdas dan Humanis.