Enak-enak Toxic: 'Ngomongin Orang di Belakang'

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
20 Januari 2020 20:24 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gara-gara tidak semua wartawan di angkatanku punya BlackBerry, maka kami enggak bisa serta merta bikin BlackBerry Messenger Group (Grup BBM) "angkatan" lalu mengobrol di situ.
ADVERTISEMENT
Bahkan ada seorang kolegaku yang ponselnya cuma bisa SMS. Sehingga, juga, tidak bisa bikin WhatsApp Group sebagai lapak berceloteh.
Satu-satunya layanan komunikasi text-based yang menyatukan kami yang jumlahnya 28 orang ini adalah Mailing List alias milis bikinan Yahoo! (mereknya memang pakai tanda seru).
Nah, dalam berbincang di milis, aturannya (atau mungkin etikanya) adalah kita harus pencet tombol reply all sehingga pembaca pesan kita bisa membaca pesan-pesan sebelumnya sehingga paham konteks percakapan.
Di antara sekian banyak kekurangannya, milis punya SATU kekurangan yang bisa bikin para penghuni di dalamnya merasa malu/keder/gentar/takut/hampir pingsan/ingin mati saja.
Yaitu adalah BILAMANA ada yang mengirim reply all itu ke alamat yang salah. Kalau isi percakapannya biasa saja, sih, enggak masalah. Bagaimana kalau isinya adalah gosip-gosip dahsyat tentang para bos.
ADVERTISEMENT
Dan suatu ketika di siang bolong tahun 2012 itu sebuah kegoblokan benar-benar terjadi. Begini:
Ada satu wartawan yang niatnya mau nimbrung gosip hot tentang para bos (sebagian "bos" itu adalah redaktur mereka), di milis angkatannya. Dia memencet tombol reply all lalu mengetik celotehan kompor yang membuat gosip bakal terasa makin sip.
Nah, si satu wartawan ini dengan bodoh bin konyol salah memasukkan alamat milis.
Alamat yang seharusnya dia kirimi: Alamat milis angkatan, di mana anggota milisnya cuma wartawan-wartawan di angkatan dia.
Alamat yang nyatanya dia kirimi: ALAMAT MILIS RESMI KANTOR, yang anggotanya ada bejibun dari pejabat redaksi, wartawan senior, hingga karyawan paling bungsu.
JEDERRR!
Semua. Gosip. Terungkap. Blas.
***
Kendati sudah lewat delapan tahun, tapi kekonyolan seperti itu masih bisa terjadi. Tentu bukan gara-gara salah alamat email karena sekarang banyak arena bergosip dari WhatsApp, Slack, hingga LINE.
ADVERTISEMENT
Karena yang pasti dan tak dapat dihindari adalah: Kapan pun dan di mana pun, pasti ada saja orang-orang yang GOSIPIN DI BELAKANG.
Entah itu wartawan ke redakturnya.
Entah itu karyawan ke atasannya.
Entah itu pegawai KPK ke para komisionernya.
Entah itu menteri ke presidennya.
Atau
Entah itu sesungguhnya kita ke siapa pun.
Lantas, bolehkah bergosip? Sampai batas mana gosip dibolehkan? Sampai batas mana itu menjadi toxic? Pertanyaan ini aku ajukan ke Yang Terhormat Pak Dalipin sebagai senior sekaligus guruku di kumparan. Begini jawaban beliau:
Ilustrasi "ngomongin orang di belakang" karya Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT