news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kadang Memang Kita Perlu Dimarahi

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
24 Mei 2021 23:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(Image by StockSnap from Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
(Image by StockSnap from Pixabay)
ADVERTISEMENT
Yang Terhormat Pak Dalipin barusan "memarahi" saya. Beliau protes karena hasil editan saya atas tulisannya yang berjudul Eros Djarot kurang memiliki "rasa".
ADVERTISEMENT
Selain terhadap beberapa pemilihan kata, beliau komplain atas keputusan saya mengubah sejumlah tanda baca koma dan long dash symbol (—).
"Editing itu memang enggak sederhana. Tidak dihargai orang tapi penting. Tapi aku sangat menghargai. Tulisan bisa tambah bagus atau malah buruk tergantung editor," kata Pak Dalipin.
Ada semacam rasa bungah dalam hati ketika diceramahi begitu. Saya malah jadi girang.
Lho? Dimarahi kok senang?
Ya, begini. Ketika seorang wartawan menjadi editor, ia sesungguhnya naik kelas—ke atas—sehingga memiliki "bawahan". Tidak lagi menjadi the bottom of food chain dalam sebuah ekosistem perusahaan pers.
Seorang wartawan (yang belum menjadi editor) akan dimarahi—seringkali habis-habisan—oleh editornya. Saya amat beruntung ketika dahulu di Tempo "dihabisi" oleh Stefanus Teguh Edi Pramono alias Mas Pram sang peraih Kate Webb Prize.
ADVERTISEMENT
Para editor (apalagi mereka para perfeksionis) pasti memarahi. Mereka ingin menularkan ilmu sekaligus mengasah mental. "Terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk"-nya Tan Malaka itu merefleksikan hubungan wartawan-editor karena para editor itu menganggap si wartawan tersebut kelak menggantikannya menjadi editor. Dan berharap mereka lebih baik darinya.
Ketika saya yang sudah lama tidak dimarahi ini merasa "cukup" atas ilmu saya, sesungguhnya saya sedang tidak belajar apa-apa. Dan benar saja, yang Pak Dalipin koreksi itu ada benarnya. Saya yang salah. Saya jadi benci diri saya sendiri.
Pak Dalipin dan Mas Pram. Adegan di Gedung Tempo, 2019.