Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Marwah KPK Masih Ada?
30 Agustus 2021 20:10 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tahun 2015, kami wartawan di Komisi Pemberantasan Korupsi membuat grup WhatsApp yang diberi nama "Marwah KPK Harus Kembali".
ADVERTISEMENT
Marwah (kata bakunya, muruah) artinya kehormatan.
Kami prihatin atas kondisi Komisi Pemberantasan Korupsi yang porak-poranda usai peristiwa "Cicak vs Buaya Jilid 3", kriminalisasi terhadap KPK lagi-lagi terjadi.
Memang grup tersebut bukan kemudian menjadi tempat adu pikiran menyelamatkan KPK melainkan tempat menggosip hingga titip-menitip makanan (namanya juga wartawan, yang penting gaya).
Tapi berkat ketidaksengajaan saya barusan melihat grup tersebut, saya terinspirasi menulis singkat "marwah KPK dahulu" dan relevansinya dengan kondisi sekarang.
KPK 2015
KPK dipimpin Abraham Samad (Ketua) dan empat wakilnya yakni Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, Zulkarnain, Adnan Pandu Praja.
Awal tahun, KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka sehingga—singkat cerita—pencalonan Budi sebagai Kapolri batal.
Orang-orang "kunci" di KPK satu per satu diusut polisi. Abraham ditahan, Bambang ditangkap. Novel Baswedan sang penyidik KPK juga dibidik.
ADVERTISEMENT
Persoalannya, dukungan publik terhadap KPK tidak "seketika besar" seperti Cicak Vs Buaya jilid 1 dan 2. Presiden pun telah berganti menjadi Joko Widodo dari yang sebelumnya Susilo Bambang Yudhoyono.
[konteks Jokowi dan SBY itu ada pada tulisan saya yang ini: Pak Jokowi, Soal KPK Ini Contohlah Pak SBY ]
Itu karena persoalan KPK telah bertambah usai terungkapnya pertemuan Abraham dengan petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Ternyata Abraham pernah melobi untuk menjadi calon wakil presiden bagi Jokowi.
Inilah alasan grup WhatsApp (di paragraf pertama) dinamai "Marwah KPK Harus Kembali". KPK seperti kehilangan marwahnya.
KPK yang terombang-ambing itu pula tiga kali kalah dalam sidang praperadilan melawan tersangka korupsi. Tiga tersangka itu (Budi Gunawan, Ilham Arief Siradjuddin, Hadi Poernomo) bebas dan namanya pulih.
ADVERTISEMENT
Desember, tongkat estafet KPK yang "penuh darah" itu diserahkan Abraham cs kepada Agus Rahardjo, Laode M. Syarif, Basaria Panjaitan, Saut Situmorang, Alexander Marwata. Separah-parahnya KPK kemudian, musuhnya adalah pihak luar.
KPK 2021
Firli Bahuri kini memimpin KPK. Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, serta Alexander Marwata (menjabat lagi) menjadi para wakilnya.
Bayang-bayang dampak revisi Undang-Undang KPK yang selama ini menghantui tiba-tiba terjadi. KPK berhenti mengusut kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). [baca opini saya: Dongkol Sedongkol-dongkolnya karena KPK Setop Kasus BLBI ]
Selain itu, KPK (pimpinannya) malah jadi mirip wartawan bodrek, membolehkan diri menerima "amplop" uang transportasi dari panitia penyelenggara acara. [baca tulisan saya yang ini: KPK Kini Boleh Dapat Uang Dinas Panitia padahal Dulu Air Putih pun Enggan Terima ]
ADVERTISEMENT
Tak cuma itu, KPK "memecat" puluhan orang-orang kunci termasuk Novel Baswedan sang penyidik. Lucunya, KPK kemudian merekrut narapidana korupsi untuk menjadi penyuluh antikorupsi (kendati kemudian narasi ini dibatalkan).
Dan ketika KPK memecat mereka, KPK justru tidak memecat Lili Pintauli Siregar yang terbukti melanggar etik. Eh, tapi Firli Bahuri yang pernah melanggar etik dalam kategori berat saja masih ada tuh.
Apakah kelak masih akan ada marwah KPK itu? Entahlah.