Konten dari Pengguna

Alasan Pengusaha Banyak Utang Tetap Kaya

Ryan Ghiffari
Sedang menempuh perkuliahan di ITB Ahmad Dahlan, mengikuti kegiatan organisasi yaitu IMAKSI (Ikatan Mahasiswa Akuntansi). Mengikuti program sebagai Staff Basic Accounting di salah satu perusahaan Importir
11 Maret 2022 10:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ryan Ghiffari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dari Shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dari Shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Kita semua mungkin tidak asing lagi sama yang namanya utang, kalau ketinggalan dompet utang dulu ke teman, kalau mendesak diakhir bulan utang dulu ke warung. Saat ini kita dimanjakan sama utang.
ADVERTISEMENT
Utang bukan lagi buat hal-hal yang mendesak saja, tetapi juga buat kebutuhan pokok, hiburan, sampai modal usaha. Mulai dari kredit rumah, kendaraan, usaha, beli gadget* bahkan biaya liburan saja bisa utang dan dibayar pakai cicilan.
Ada 2 jenis utang berdasarkan penggunaannya, yaitu Utang Konsumtif dan Utang Produktif.
Utang Konsumtif adalah utang yang dipakai buat hal-hal yang berkaitan dengan konsumsi seperti kebutuhan esensial sampai keinginan yang sifatnya hiburan atau gaya-gayaan saja.
Utang konsumsi ini bisa dipandang seperti kita meminjam uang ke pemasukan kita di masa depan, buat memenuhi kebutuhan atau keinginan kita saat ini.
Nilai manfaat yang didapat dari utang konsumtif itu adalah pemenuhan kebutuhan atau keinginan yang lebih cepat dari seharusnya. Contoh : utang buat beli makanan pokok, pendidikan anak, kredit rumah, hiburan, beli gadget, liburan, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Utang Produktif adalah utang yang dipakai buat membeli, membuat, atau mempelajari sesuatu yang bisa dijadikan sumber penghasilan di masa depan.
Manfaat dari utang produktif ini adalah kesempatan untuk bisa memiliki aset atau menciptakan sumber penghasilan baru di masa depan. Contoh utang produktif : utang modal usaha, utang untuk sertifikasi profesi tertentu, utang beli tanah dipakai untuk bangun ruko ataupun kontrakan.
Biasanya cicilan dari utang produktif ini bisa dibayar pakai penghasilan yang dapat dari sumber pemasukan baru yang sudah baru dibikin.
Dari sudut pandang keuangan, utang produktif dan konsumtif untuk kebutuhan masih boleh dilakukan. Asalkan bisa memperhitungkan risiko dan kemampuan bayar buat melunasi utang tersebut.
Kemampuan bayar utang itu bisa dilihat dari rasio cicilan dan pendapatan bulanan. Contohnya cicilan utang berapa persen dari pendapatan bulanan? Kalau pendapatan Rp. 5.000.000, cicilan Rp. 1.000.000 berarti rasio utang dan pendapatannya 20%.
ADVERTISEMENT
Secara umum rasio utang yang baik ada diangka 30%-an, maksimal cicilan hanya boleh dihabiskan sekitar 30% dari pendapatan. Tetapi balik lagi, kondisi ekonomi setiap orang berbeda-beda dan pada akhirnya rasio utang yang baik itu sendiri bisa berbeda-beda untuk tiap orang.
Tergantung jumlah pendapatan dan biaya hidup sehari-hari. Kalau misalnya biaya hidup hanya menghabiskan 35% dari pendapatan bulanan, tentu bisa punya rasio utang yang lebih tinggi. misalnya 50% dari pendapatan.
Dengan melihat rasio utang ini bisa tahu utangnya masih wajar dan bisa dipertanggungjawabkan atau tidak. Prinsip yang sama bisa juga diterapkan untuk melihat utang perusahaan bahkan utang negara.
Misalnya, kalau perusahaan memutuskan buat mengajukan utang ke bank. Bisa dilihat utangnya itu dipakai buat hal konsumtif atau dipakai buat hal produktif. Utang perusahaan yang bersifat konsumtif itu misalnya utang renovasi ruangan yang tidak berdampak terhadap peningkatan produksi, liburan kantor, hingga membeli fasilitas hiburan.
ADVERTISEMENT
Utang produktif perusahaan penggunaannya ditujukan untuk aspek-aspek yang berkontribusi langsung pada peningkatan penghasilan perusahaan. Misalnya utang buat ekspansi bisnis, beli lahan untuk dibangun pabrik baru, beli mesin produksi, renovasi buat meningkatkan kapasitas produksi, dan lain-lain.
Dalam konteks berutang ini, bukan berarti perusahaan tidak boleh punya fasilitas yang baik untuk karyawan. Tetapi sebaiknya yang namanya utang itu alokasinya harus proporsional dan memprioritaskan hal-hal yang bersifat produktif.
Dalam kacamata berbisnis punya utang ke bank sudah hal yang wajar banget. Tetapi pengusaha harus cermat apakah utang perusahaan tersebut sehat dan bisa dipertanggungjawabkan. Caranya adalah dengan menghitung proporsi alokasi utangnya.