Dunia Butuh Lebih Banyak Perempuan di Bidang Sains Data dan Teknologi

Salwa Anindya Putri
Undergraduate Student of Marketing Communications Binus University
Konten dari Pengguna
30 Januari 2023 18:51 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salwa Anindya Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi video call. Foto: unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi video call. Foto: unsplash.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tidak bisa dimungkiri bahwa data dan teknologi berkembang semakin pesat. Bahkan, bisa dibilang sulit untuk dipisahkan dari kehidupan sehari-hari kita. Pesatnya bidang teknologi juga kerap menciptakan inovasi di luar bayangan kita.
ADVERTISEMENT
Siapa yang bisa menyangka bahwa suatu hari akan ada teknologi seperti Zoom, G-Meet, Discord, dan banyak lagi yang membuat kita bisa mengobrol dengan berbagai orang dari seluruh dunia secara langsung tanpa perlu bertemu dengan mereka?
Selain memberikan kita sumber kesenangan atau entertainment, teknologi juga memudahkan kita untuk melakukan berbagai kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Seperti misalnya belanja kebutuhan bulanan yang sudah tidak mengharuskan kita untuk pergi ke pasar atau supermarket. Cukup memesan melalui e-commerce, kebutuhan belanja sudah bisa diantarkan hingga depan pintu rumah.
Teknologi menjawab berbagai masalah yang biasa kita alami dan tidak bisa lagi kita pisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, semakin berkembangnya teknologi, semakin banyak juga dibutuhkan orang-orang untuk terus menghasilkan ide dan inovasi baru dalam bidang teknologi.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, meski teknologi berkembang semakin pesat, dunia masih kekurangan representasi perempuan sebagai tenaga kerja dalam mengembangkan teknologi dan kemajuan bidang data atau STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics).
Menurut National Science Foundation, hanya 38 persen perempuan yang memiliki gelar dalam STEM melanjutkan karier dalam bidang tersebut. Sementara persentase pria yang bergelar Ilmu STEM duduk di angka 53 persen untuk melanjutkan karier dalam bidang tersebut.
Persentase tersebut menggambarkan sedikitnya minat perempuan untuk terus melanjutkan karier dalam bidang STEM. Fenomena ini juga dapat dikaitkan dengan beberapa faktor berikut.

Kesenjangan dalam Perusahaan Berbasis STEM

Ilustrasi Kolaborasi Perempuan Dengan Laki-laki Dalam Pekerjaan. Foto : Unsplash.com
Tantangan yang dialami perempuan dalam menekuni bidang data atau teknologi mencakup berbagai kesenjangan yang struktural. Seperti halnya kesenjangan dalam perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan yang memengaruhi lingkungan, serta kesenjangan posisi-posisi tinggi perusahaan yang lebih banyak ditempati laki-laki.
ADVERTISEMENT
Ada juga soal kesenjangan rendahnya perempuan yang menekuni ilmu STEM dibanding laki-laki, kesenjangan tingkat resensi atau penghasilan antara perempuan yang diupah lebih rendah dibanding laki-laki, dan berbagai kesenjangan lainnya yang sering berujung pada diskriminasi terhadap perempuan di bidang STEM, data, dan teknologi.

Rasa Inferioritas Perempuan terhadap Laki-Laki

Berbagai faktor yang menghalangi perempuan untuk berkarier dalam bidang data turut membuat perempuan kerap merasa terintimidasi terhadap laki-laki, melihat laki-laki sebagai "superior" atau memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding perempuan, meskipun sebenarnya menduduki posisi yang sama.
Bahkan dalam seminar Big Data London dengan topik "The Importance of Women in Data and Technology" pada 2017, Celia Wilson, Direktur & Konsultan Data dan Wawasan di Condé Nast mengatakan kalau perempuan lebih mungkin menderita imposter syndrome.
ADVERTISEMENT
Jadi, Celia mengaku bahwa dia dan banyak perempuan kerap merasakan imposter syndrome, perasaan bahwa mereka merupakan orang asing dan tidak layak untuk berada di suatu tempat.
Membudayakan lebih banyak laki-laki dalam bidang data, teknologi, dan STEM membentuk mindset di masyarakat yang memang melabeli bidang tersebut untuk laki-laki terus-menerus. Itu membuat perempuan berpikir bahwa memang bidang itu hanya untuk laki-laki dan perempuan yang bekerja di sana "tidak biasa". Padahal, semua orang berhak memiliki kesempatan dan peluang yang setara tanpa melihat gender.

Kurangnya Role-Model untuk Dijadikan Inspirasi Kesuksesan Perempuan di idang Data, Teknologi, dan STEM

Ilustrasi Perusahaan Programming Yang di Dominasi Laki-laki. Foto : Unsplash
Berdasarkan riset oleh American Enterprise Institute 2022, hanya 24 persen pekerjaan komputer atau berbasis data dan teknologi dipegang oleh perempuan. Karena rendahnya jumlah perempuan untuk berkarier dalam bidang data, teknologi, dan STEM, perempuan tidak memiliki cukup banyak sosok yang bisa menjadi inspirasi mereka.
ADVERTISEMENT
Kondisi itu mendorong mereka untuk turut masuk ke dalam dunia tersebut. Padahal sebenarnya banyak sosok perempuan yang turut ambil andil di balik suksesnya perusahaan-perusahaan besar dalam bidang teknologi.
Contohnya, apakah kalian sering menonton video di YouTube? Aplikasi berlambang simbol "play" tersebut nyatanya dipimpin oleh seorang perempuan, Susan Wojcicki, sejak tahun 2014 sebagai seorang CEO. Contoh lainnya, seperti Katherine Adams yang merupakan Wakil Presiden Seniordan Deirdre O’Brien, Wakil Presiden Bidang Retail dan Manusia. Keduanya menempati jajaran tinggi yang lebih banyak diduduki laki-laki dalam perusahaan Apple.
Meski sudah ada beberapa perempuan inspiratif yang dapat dijadikan contoh dalam berkarier di bidang data, teknologi, dan STEM, jumlah perempuan yang bekerja di bidang tersebut masih tertinggal jauh dibanding laki-laki.
ADVERTISEMENT
Dengan kurangnya representasi perempuan yang bisa menunjukkan bahwa bidang data merupakan karier yang ‘nyaman’ untuk perempuan, akan semakin sulit untuk melahirkan calon-calon perempuan bidang STEM selanjutnya.

Siklus yang Terus Mendorong Lingkungan Kerja Bidang STEM untuk Didominasi Laki-Laki

Berbagai faktor yang sudah dijelaskan di atas terus-menerus membentuk suatu siklus struktural. Tingginya rasa inferioritas yang dirasakan perempuan kepada laki-laki dalam bidang data menyebabkan rendahnya minat perempuan untuk masuk dalam bidang data, teknologi, dan STEM.
Lalu kembali ke faktor awal di mana perempuan akan mengembangkan rasa inferioritas karena sedikitnya populasi perempuan dalam bidang tersebut dibanding laki-laki. Jika rasa inferioritas ini muncul, perempuan cenderung akan merasa tidak cukup baik untuk berada dalam lingkungan tersebut, meskipun memiliki kualitas dan kemampuan yang sama dengan laki-laki.
ADVERTISEMENT
Dan jika rasa "tidak cukup baik" itu muncul, perempuan akan semakin menghindari lingkungan tersebut, mengurangi jumlah perempuan dalam bidang data, teknologi, dan STEM. Dan begitu seterusnya, hingga menciptakan siklus kesenjangan dalam bidang data, teknologi, dan STEM.
Lantas, memangnya kenapa perempuan dibutuhkan dalam bidang data, teknologi, dan STEM? Pertama, kurangnya perempuan kerap memperkecil kesempatan untuk menyampaikan perspektif perempuan melalui bidang data, teknologi, dan STEM.
Kurangnya partisipasi perempuan dalam bidang STEM, data, dan teknologi, banyak pengambilan keputusan yang tidak mewakili kesulitan yang dialami perempuan. Itu dikarenakan tidak mendapatkan cukup perspektif dari perempuan.
Contohnya semakin banyaknya perempuan yang berada pada bidang teknologi, semakin mudah pula kesulitan dan masalah yang kerap dialami perempuan untuk disampaikan dalam inovasi teknologi ke depannya.
Ilustrasi Perempuan dan Teknologi. Foto : ThisisEngineering/Unsplash.com
Kedua, dengan memperbanyak perempuan, kita dapat meningkatkan kesejahteraan perempuan melalui pengolahan data dan perkembangan teknologi. Pada Oktober 2022, melalui survei dan pengolahan data, KemenKPPPA atau Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berhasil mengungkapkan 79,5 persen korban kasus KDRT di Indonesia adalah perempuan.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya statistik dan publikasi data melalui media umum dapat mengungkapkan berbagai kejahatan yang selama ini tidak bisa telihat. Karena di balik setiap statistik, ada cerita yang ingin disampaikan.
Dengan tersampaikannya kasus KDRT melalui media publik juga dapat memberikan korban kekuatan untuk melawan pelaku dan menuntut keadilan. Adanya data juga memberi bukti kepada pemerintah atau berbagai pihak yang memiliki kekuasaan untuk bertindak mengatasi masalah tersebut.
Tanpa adanya data dan teknologi yang bisa menunjukkan ketidakadilan atau masalah yang sering dialami perempuan, tinggi kemungkinan kasus KDRT akan semakin meningkat. Selain itu, masyarakat juga menjadi lebih sadar dan berhati-hati dalam bertindak. Hal ini tentu menjelaskan hubungan antara data atau perkembangan teknologi dapat meningkatkan kesejahteraan perempuan.
Ilustrasi Korban KDRT. Foto : Kat J/Unsplash.com
Ketiga, lingkungan kerja yang semakin beragam terbukti memiliki tingkat kreativitas dan inovasi yang lebih tinggi dibanding lingkungan kerja yang homogen.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2019, Wall Street Journal—surat kabar harian terkenal asal New York—membuat laporan berjudul "The Business Case for More Diversity" yang menjelaskan adanya korelasi antara performa perusahaan dengan keberagaman dalam lingkungan kerja tersebut.
Riset oleh Wall Street Journal menunjukkan 20 perusahaan dengan tingkat keragaman paling tinggi memiliki rata-rata pengembalian saham tahunan sebesar 10 persen selama 5 tahun, sedangkan 20 perusahaan dengan tingkat keragaman terendah hanya memiliki tingkat pengembalian sebesar 4,2 persen.
Laporan tersebut membuktikan bahwa performa tingkat saham perusahaan berhubungan dengan keberagaman tenaga kerja perusahaan tersebut. Sebab, berada dalam lingkungan yang beragam akan mengarahkan para pekerja untuk berpikir dalam sudut pandang yang beragam pula.
Dengan demikian, perusahaan-perusahaan dapat membuahkan ide yang lebih unik, inklusif, menyelesaikan masalah dengan lebih kritis hingga dapat mendorong performa atau kinerja pegawai. Oleh karenanya, memberikan perempuan lebih banyak kesempatan, data dan teknologi juga memiliki peluang lebih tinggi untuk bisa menciptakan inovasi baru dan ide-ide baru yang bisa menyejahterakan masyarakat ke depannya.
ADVERTISEMENT
Keempat, pentingnya untuk memberikan lebih banyak perempuan di bidang STEM sebagai inspirasi untuk generasi perempuan selanjutnya. Perempuan cenderung memilih karier yang memiliki banyak tokoh pemimpin perempuan dalam perusahaan tersebut.
Jadi, jika semakin banyak perempuan yang masuk ke dalam bidang data, teknologi, dan STEM, lalu menciptakan inovasi yang memberikan perubahan, akan semakin banyak pula inspirasi dan motivasi untuk generasi perempuan turut ambil andil dalam perkembangan dunia data, teknologi, dan STEM.
Ilustrasi Perempuan dengan teknologi. Foto : Wointechchat/Unsplash
Melalui penjelasan di atas, dunia data, teknologi, dan STEM—yang sangat signifikan memengaruhi kehidupan sehari-hari kita—masih sangat kekurangan sosok perempuan. Mendorong lebih banyak perempuan untuk masuk dalam bidang data, teknologi, dan STEM juga tidak hanya untuk menguntungkan perempuan, tapi juga untuk seluruh lapisan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan bidang data, teknologi, dan STEM, itu akan mendorong hak dan peluang masyarakat untuk lebih merata dan mengarahkan masa depan berbasis data dan teknologi pada progres yang lebih positif.
Jadi, apakah kalian siap berkontribusi untuk memajukan perempuan dalam bidang data, teknologi, dan STEM?