Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Melihat Sejauh Mana Kontribusi dan Adaptasi Ecotourism terhadap Perubahan Iklim
13 Juni 2024 6:02 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Gunawan Setyabudi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Laporan yang bertajuk The carbon footprint of global tourism tahun 2018 menunjukkan industri pariwisata berkontribusi terhadap perubahan iklim melalui emisi karbon yang dihasilkan oleh transportasi, konsumsi barang dan jasa seperti makanan dan akomodasi sebesar delapan persen. Pembangunan akomodasi di kawasan wisata alam memberikan dampak buruk karena mengambil banyak tanah, sumber air, pengelolaan sampah buruk dan menurunnya produktivitas agrikultur. Selain itu, model aktivitas pariwisata mass tourism juga memberikan dampak buruk terhadap masyarakat sekitar dan ekosistem karena meninggalkan polusi, sampah dan penggunaan sumber daya alam yang berlebihan. Di sisi lain, Sektor pariwisata rentan terhadap dampak perubahan iklim karena banyak destinasi wisata erat kaitannya dengan lingkungan alam, sementara iklim mempengaruhi sumber daya alam yang menjadi daya tarik pariwisata seperti produktivitas dan keanekaragaman hayati, kondisi cuaca, kualitas dan ketinggian air. Menurut laporan dari World Tourism Organization iklim dapat mengurangi kunjungan wisata karena menimbulkan penyakit menular, kebakaran hutan, munculnya bakteri atau hama dan bencana alam. Untuk mengatasi permasalahan ini, wisata berkelanjutan seperti ecotourism dapat menjadi salah satu strategi untuk mengatasi permasalahan perubahan iklim di sektor pariwisata.
ADVERTISEMENT
Praktik ecotourism
Pada prinsipnya, praktik ecotourism meliputi penerapan eco-product, pendidikan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat di seluruh sektor pariwisata alam. Seluruh sektor pariwisata seperti transportasi, akomodasi dan kawasan wisata alam perlu mempromosikan, menginvestasikan dan memanfaatkan ketiga dimensi ecotourism. Berdasarkan pada beberapa laporan penelitian, sektor transportasi dapat mengurangi emisi karbon sebesar 50 persen dengan membangun infrastruktur hijau dan mengadopsi energi ramah lingkungan, sementara sektor akomodasi dapat menghemat konsumsi energi antara 25 hingga 28 persen dengan menerapkan berbagai macam eco-product. Selain itu, wisata alam juga dapat berkontribusi terhadap perubahan iklim dengan memberikan pendidikan lingkungan kepada wisatawan dan menekankan pada aspek pemberdayaan, yakni memberikan peluang kepada masyarakat lokal untuk terlibat dalam perencanaan dan pengelolaan pariwisata berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Penerapan eco-product
Penelitian UNWTO dan Forum Transportasi Internasional pada 2019 mengestimasi peningkatan jejak karbon di sektor transportasi sebesar 25 persen di tahun 2030, sementara, transportasi udara dan laut terkait pariwisata menyumbang sebesar 10 persen emisi karbon global tahunan. Namun, selama pandemi COVID-19 emisi karbon turun tujuh persen, ini menjelaskan bahwa transportasi menjadi kontributor terbesar emisi karbon. Praktik ecotourism dapat dimulai dari hulu dengan menggunakan produk berkelanjutan dan berdampak minim terhadap lingkungan alam atau yang disebut eco-product. Contohnya, membangun simpul transportasi yang ramah lingkungan dan mengadopsi moda transportasi hijau. Penerapanya dapat dilakukan oleh maskapai penerbangan dengan menggunakan bahan bakar sustainability aviation fuel (SAF) agar ramah lingkungan, sementara bandara tujuan wisata bisa mendukung perilaku berkelanjutan dengan membuat taman hijau, menyediakan SAF, pengelolaan limbah dan memasarkan makanan organik. Sementara itu, industri transportasi darat dan air juga telah menunjukkan komitmen terhadap perubahan iklim dengan membuat kendaraan listrik dan menyediakan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang dapat ditemui di berbagai daerah.
ADVERTISEMENT
Sektor akomodasi juga perlu mengkomunikasikan inisiatif keberlanjutan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Mereka membahayakan ekosistem lewat konsumsi banyak energi dan produk sekali pakai. Sektor akomodasi dapat menerapkan praktik ramah lingkungan dengan mengadopsi eco-product. Strategi ini disebut sebagai akomodasi hijau yang tidak sebatas pada lokasinya yang berada di kawasan wisata alam, melainkan perlu mengandung pengelolaan limbah, konservasi air, pengelolaan energi, pendidikan lingkungan dan arsitektur hijau. Dilihat melalui perspektif komunikasi internal, akomodasi perlu melengkapi karyawan dengan kesadaran, pengetahuan dan keterampilan mengelola lingkungan. Mereka dapat menjadi sumber belajar ramah lingkungan untuk wisatawan seperti pelatihan memasak dengan oven tenaga surya atau membuat makanan organik. Dari perspektif eksternal, akomodasi bisa membagikan isu lingkungan melalui internet, pameran dan kampanye sosial. Akomodasi hijau yang cukup terkenal adalah Hotel ICON di Hongkong. Mereka banyak melakukan inisiatif keberlanjutan dengan mengadopsi teknologi penghematan energi dan daur ulang, arsitektur hijau, transportasi listrik, makanan organik dan pengurangan plastik.
ADVERTISEMENT
Pendidikan lingkungan
Untuk mengkomunikasikan praktik nilai-nilai ramah lingkungan dan mengubah perilaku negatif wisatawan yang dapat merusak lingkungan saat berwisata, ecotourism menawarkan pengalaman belajar melalui interaksi langsung dengan alam. Pendidikan lingkungan dapat dilakukan dengan play based tourism seperti rafting, snorkeling dan trekking. Contohnya, Selvatura Park, Kawasan Wisata Monteverde, Kosta Rika yang menyediakan edukasi berbasis eco-adventure. Edukasi juga bisa dilakukan melalui storytelling oleh pemandu wisata dan masyarakat lokal seperti di kawasan wisata Way Kambas, Indonesia dan Chambok, Kamboja, yang memberikan pendidikan lingkungan mengenai konservasi lingkungan dan budaya lokal. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) juga dapat mengurangi efek negatif pariwisata terhadap lingkungan dan masyarakat lokal. Pada praktiknya, TIK dapat menyediakan layanan untuk memvisualisasikan kawasan wisata alam, memberikan pendidikan wisatawan dan merencanakan rute transportasi untuk melindungi dan memelihara lingkungan alam. Salah satunya seperti aplikasi perjalanan dan pemesanan akomodasi yang menyediakan informasi perjalanan wisata ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Pemberdayaan masyarakat
Faktanya, perubahan lingkungan yang disebabkan oleh perubahan iklim berdampak terhadap masyarakat lokal yang mata pencahariannya mengandalkan lingkungan alam seperti petani, nelayan dan sebagainya. Ecotourism berbasis pemberdayaan dapat memberikan masyarakat lokal pengetahuan tentang ekonomi dan lingkungan. Dari aspek ekonomi, pemberdayaan memberikan keahlian masyarakat lokal untuk mendirikan dan mengelola bisnis wisata secara independen, mengontrol pendapatan ecotourism dan meningkatkan akses terhadap sumber daya produktif. Pemberdayaan juga memberikan keahlian mengelola kegiatan wisata berdampak rendah terhadap ekosistem, penerapan eco-product, pemantauan lingkungan, konservasi dan rehabilitasi habitat pariwisata seperti reboisasi, penanaman bibit, kebun buah-buahan dan mitigasi bencana alam. Contohnya, masyarakat lokal di kawasan agrowisata Mastatal, Kosta Rika yang memanfaatkan agrikultur dan landskap alam menjadi kawasan wisata, mereka membuka pelatihan pertanian permakultur, konservasi alam, menjual makanan jamur dan coklat serta bisnis akomodasi. Pemberdayaan juga dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan program homestay dan menjadi pemandu wisata.
ADVERTISEMENT
Tantangan ke depan
Negara-negara telah mengadopsi praktik ecotourism untuk menjawab tantangan perubahan iklim, sementara antusiasme masyarakat global yang tinggi terhadap perjalanan wisata alam mendorong pemangku kepentingan mengedepankan ecotourism. Di sisi lain, praktik ecotourism bisa menjadi komodifikasi alam atau perilaku menggunakan dan mengeksploitasi sumber daya alam untuk mendapatkan keuntungan. Hal tersebut menguntungkan para penggerak industri pariwisata dan mengarah kepada eksploitasi masyarakat lokal, budaya dan lingkungan alam. Dalam konteks kontemporer, praktik ecotourism dipandang sebagai kebutuhan yang dikonstruksikan. Sebagai contoh, anggapan masyarakat bahwa “berwisata alam yang jauh dipandang sebagai “healing atau escape plan”, sementara tujuan komodifikasi merupakan pengalaman fotografi yang diinginkan wisatawan untuk mengekspresikan diri. Pengalaman ini menjadi tren yang tidak ada habisnya dan kebutuhan yang tidak pernah terpuaskan. Ada banyak kasus perjalanan wisata alam tanpa nilai-nilai lingkungan yang dapat dilihat di internet seperti kebakaran lahan di Gunung Bromo karena kebutuhan fotografi tanpa praktik nilai-nilai lingkungan.
ADVERTISEMENT
Kegiatan komodifikasi hanya sedikit melibatkan campur tangan negara. Dalam banyak kasus, keterlibatan negara sekedar menegaskan dependensi dan posisi subordinat negara dengan sektor swasta. Biasanya terjadi di wilayah negara berkembang yang memiliki struktur ekonomi lebih rendah dibandingkan perusahaan swasta dari negara kapitalis. Negara berkembang menjadi arena persaingan dan kerja sama perusahaan swasta untuk menguasai sumber daya utama negara berkembang. Mereka berfokus pada perolehan keuntungan walaupun secara kemampuan juga dapat meningkatkan kesadaran lingkungan alam. Pada akhirnya, perekonomian negara-negara berkembang dikuasai dan dikontrol oleh pihak asing melalui sektor pariwisata khususnya alam yang disebut sebagai eco-colonialism. Berdasarkan laporan jurnal bertajuk Decommodifying Ecotourism Rethinking Global-Local Interactions with Host Communities menunjukkan negara Indonesia, Thailand, Filipina, Kosta Rika, Guatemala dan Belize adalah negara yang terdampak komodifikasi ecotourism.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, strategi pariwisata berkelanjutan melalui praktik ecotourism seperti dua sisi mata koin. Praktik ecotourism dapat memberikan kontribusi terhadap mitigasi perubahan iklim dengan mengintegrasikan nilai-nilai praktik ramah lingkungan, mendorong penggunaan produk ramah lingkungan dan memberdayakan masyarakat lokal agar mampu mengelola lingkungan secara independen dan berkelanjutan di seluruh kawasan wisata. Namun, praktik ecotourism juga dapat membawa kerusakan lingkungan jika berfokus pada aspek ekonomi daripada aspek lingkungan. Selain itu, wisatawan juga menjadi unit ekonomi dari komodifikasi ecotourism yang mendorong kerusakan lingkungan karena perilaku berwisata mereka.