Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Milly & Mamet: Suguhan Manis Penutup Tahun
26 Desember 2018 17:04 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB
Tulisan dari Shandy Gasella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
★★★1/2☆☆ | Shandy Gasella
Sejak dalam Ada Apa dengan Cinta? (Rudy Soedjarwo, 2002), film drama remaja yang berkisah soal hubungan percintaan ala anak sekolah di antara Cinta (Dian Sastro) dan Rangga (Nicholas Saputra) yang ngehits itu, kehadiran Milly (Sissy Prescillia) dan Mamet (Dennis Adhiswara) sebagai karakter pendukung memberi kesan tersendiri yang tak mudah terlupakan.
ADVERTISEMENT
Sebetulnya, karakter lain seperti Karmen (Adinia Wirasti), Alya (Ladya Cheryl), dan Maura (Titi Kamal) juga tak kalah menarik, tetapi cuma Milly dan Mamet di film itu yang setiap kemunculannya dalam adegan mana pun mampu menggelitik urat tawa penonton. Milly dan Mamet sedari awal diciptakan memang sebagai comic relief, karakter lucu yang disertakan dalam sebuah film yang mengangkat isu serius, sering kali berfungsi untuk melepas ketegangan.
Maka, Milly & Mamet: Ini Bukan Cinta & Rangga, sebuah film sempalan (spin-off) dari AADC? ini dibuat sebagai film komedi, dan ditangani oleh Ernest Prakasa, seorang komedian garis miring sutradara berbakat yang tak pernah gagal menghadirkan film hiburan sejak debutnya lewat Ngenest untuk selalu memberikan tontonan komedi yang bermutu di atas rata-rata.
Sekuel AADC? yakni Ada Apa Dengan Cinta? 2 dibuat 14 tahun kemudian sejak film pertama rilis, barangkali lantaran terbukti bahwa karakter-karakter dalam film tersebut masih dicintai para penontonnya, pada akhirnya membuka pintu kesempatan agar karakter selain Cinta dan Rangga juga dibuatkan filmnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Miles Films sebagai production house di balik AADC? dan AADC?2 kini berkolaborasi dengan Starvision menghadirkan Milly & Mamet sebagai suguhan penutup akhir tahun yang amat manis. Di tangan Ernest yang semakin matang sebagai sutradara, film ini menjadi salah satu film nasional terbaik yang dirilis sepanjang tahun ini. Tak sampai menjadi film yang sempurna memang, tapi masih di atas rata-rata kualitas film nasional pada umumnya yang rilis di tahun ini.
Bila boleh berkata jujur, adegan pembuka film ini sebetulnya jelek dan tak perlu. Jadi begini, di sebuah klub malam, Milly, ditemani pacarnya (Surya Saputra), sedang nongkrong bareng Cinta, Karmen, dan Maura. Tetapi, Milly tampak kesal lantaran pacarnya itu mesti meninggalkannya untuk urusan pekerjaan, membuatnya mesti pulang sendirian selepas nongkrong.
Lalu sekonyong-konyong datanglah Mamet yang kebetulan sedang berada di klub yang sama, mendatangi Milly dan gengnya. Lewat sepenggal dialog yang menjelaskan hubungan kekerabatan antara cokelat, serotonin, dan kebahagiaan yang diutarakan Mamet kepada Milly, lantas Milly menggigit coklat yang ditawarkan Mamet untuknya.
ADVERTISEMENT
Seketika itu ia ikut meleleh bersama cokelat yang diemutnya itu, lantas move on melupakan pacarnya yang sungguh teganya meninggalkannya malam itu. “Elo emang yang paling ngerti gue, Met,” gombalnya kepada Mamet.
Adegan tersebut jelek lantaran terlalu menyederhanakan keadaan, memaksakan mencari alasan di balik kedekatan Milly dan Mamet yang sayangnya dibuat sekenanya saja, doesn’t do justice to both characters—kalau kata orang Jaksel mah.
Padahal nantinya, seiring film berjalan, kita tahu dan memaklumi bahwa Mamet, walau enggak ganteng tapi juga enggak jelek-jelek amat, memang pantas menjadi pendamping hidup bagi Milly lantaran ia memiliki prinsip, nilai-nilai hidup, selera humor, dan karakter yang baik yang ditunjukkannya. Adegan pembuka film ini tentang Mamet menyodorkan cokelat kepada Milly lantas mereka jatuh cinta jelas tak perlu. Maaf, sekadar mengingatkan. 🙏
ADVERTISEMENT
Begitu adegan berganti, Milly dan Mamet sudah menikah dan baru punya momongan yang mereka namai Sakti. Mamet bekerja di pabrik konveksi milik Bapak mertuanya, sedangkan Milly di rumah saja mengurus Sakti, dibantu asisten rumah tangganya yang beloon, Sari (Arafah Rianti: Cek Toko Sebelah, Gila Lu Ndro).
Sesekali tetangganya yang kece, Jojo (Eva Celia: Adriana, Pendekar Tongkat Emas), datang berkunjung untuk sekadar ngerumpi bersama Milly. Penggambaran yang seperti ini, seperti keseharian kita, membuat saya langsung jatuh cinta. Adegan pembuka film yang konyol itu jadi termaafkan.
Duo penulis naskah sekaligus pasutri di kehidupan nyata Ernest Prakasa dan Meira Anastasia (Susah Sinyal) paripurna menghadirkan drama kehidupan sepasang suami-istri muda, permasalahan yang mereka hadapi satu sama lain, permasalahan dengan orang tua/mertua, interaksi mereka dengan orang-orang sekeliling, membuat film ini mendekati refleksi dari kehidupan kita sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Terasa bahwa penulisan naskah film ini berangkat dari pengalaman sebenarnya, ada keautentikan di dalamnya—sesuatu yang jarang kita temui dalam sebagian besar film nasional kontemporer.
Film berdurasi 101 menit ini padat dan ditulis seolah-olah Ernest dan Meira merupakan lulusan sekolah film berprestasi lantaran pembabakan, beat, pace, struktur tiga babaknya begitu teratur dan presisi, hampir tak ada momen membosankan (kecuali adegan Mamet naik macan Cisewu, nanti saya bahas lebih lanjut), belum lagi dialog-dialog dan lelucon-leluconnya yang hadir menyatu secara organis, tak hadir sendiri-sendiri.
Tak banyak penulis naskah kita yang mampu merunut kejadian sepadat nan berisi dan semenarik ini.
Reputasi Mamet sebagai kepala keluarga dipertanyakan. Kerja sebagai bos di perusahaan milik mertua bukanlah cita-citanya, tetapi bila tak dilakoni, mertuanya yang sedang sakit-sakitan (diperankan Roy Marten) bakal kecewa, Milly pun bakal ikut kecewa lantaran sang ayah bisa lebih senewen dan jatuh sakit.
ADVERTISEMENT
Keadaan berubah saat Alex (Julie Estelle: The Raid 2, Filosofi Kopi), teman lama Mamet, datang mengusik kehidupannya dengan menawarinya untuk bersama-sama membangun sebuah restoran. Mamet diminta menjadi chef, sedangkan urusan bisnis ditangani Alex bersama pacar sekaligus investornya yang kaya raya, James (Yoshi Sudarso: Buffalo Boys).
Mamet menjadi lebih sibuk, Milly yang merasa semakin kesepian pada akhirnya tergoda juga untuk kembali menghubungi mantan pacarnya, demi mendapatkan kesempatan untuk bekerja kembali. Menjadi full-time-ibu-rumah-tangga pada akhirnya membuatnya jemu.
Tetapi, dalam film drama komedi semacam ini, lumrah dan dapat dipahami bahwa di pengujung film, kita sama-sama tahu karakter utama kita bakal mendapatkan ending yang bahagia. Proses menuju itu yang mesti dibuat menarik dan pembuat film ini melakukannya dengan baik.
Meski tampil seolah film hiburan yang penuh haha-hihi saja, sebetulnya film ini juga menawarkan gagasan yang cukup serius terutama tentang menjadi pasutri muda, apa peran dan tanggung jawab masing-masing pasutri, apa itu arti berumah tangga, tergali dengan cukup meyakinkan.
ADVERTISEMENT
Seperti biasa, laiknya film-film Ernest sebelum ini, Milly & Mamet juga dipenuhi segudang karakter sampingan yang absurd dan ada hanya demi ngocol seperti karakter yang dimainkan Ernest sendiri sebagai mandor pabrik, Aci Resti sebagai teman Dinda Kanyadewi, Dinda Kanyadewi sebagai teman Aci Resti, Isyana Sarasvati sebagai sekretaris yang tampaknya menderita gangguan kejiwaan—bila kita buang keberadaan mereka, tak mengubah plot utama film. Sama sekali. Tetapi, kalau mereka gak ada, gak seru.
Oh ya, soal Macan Cisewu. Alkisah, Mamet dan Milly sedang berada di mal. Lantas mereka membeli koin untuk naik semacam kuda-kudaan, gajah-gajahan yang biasa dinaiki anak-anak balita untuk muter-muter mal itu lho.
Nah, kali ini bukan kuda-kudaan, biar lucu, kuda-kudaannya diganti Macan Cisewu yang sempat viral itu, dan kita sudah sama-sama lupa! Singkat cerita, Mamet menaiki si Macan Cisewu itu, berkali-kali muterin mal, karena Milly beli koinnya banyak. Lalu ujug-ujug ada Alex dan pacarnya yang memergoki Mamet. Hellow... adegan ini sungguhlah jelek dan tak perlu.
ADVERTISEMENT
Di masa mendatang, baik Ernest maupun Meira sebaiknya menghindari mengarang cerita yang serba kebetulan semacam ini. Selain karena gampangan, juga ada potensi untuk melecehkan akal sehat penonton. Maaf, sekadar mengingatkan. 🙏
Tetapi, di luar itu semua, Milly & Mamet: Ini Bukan Cinta & Rangga saya anggap film yang mantap betul, menutup akhir tahun dengan penuh suka cita dan tawa. Hebat ya, Ernest.