Konten dari Pengguna

Menggagas Penggabungan PIS, ASDP, dan Pelni

Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute (Namarin)
27 Februari 2025 18:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siswanto Rusdi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kapal Pelni. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kapal Pelni. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Gagasan menggabungkan PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) dan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) ke dalam PT Pelabuhan Indonesia masih bergulir. Hingga saat ini, masih belum ada kabar ide itu akan dibatalkan.
ADVERTISEMENT
Meski, di sisi lain, sudah ada pihak-pihak yang menilai rencana itu keblinger seraya berharap ia tak dilanjutkan. Alasannya, dianggap akan banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya, terutama bagi Pelindo. Perusahaan ini baru menyelesaikan merger di antara mereka, empat Pelindo dijadikan sau. Terdapat sejumlah capaian tentunya, namun tidak sedikit pula persoalan yang belum terselesaikan pascamerger pada semua lini: operasional, keuangan, dll.
Setidaknya ada dua pemikiran mengapa penggabungan ASDP dan Pelni tidak dapat digabung ke dalam Pelindo. Pertama, integrasinya asimetris. Antara Pelni, ASDP dan Pelindo sesungguhnya berada dalam lini bisnis yang cukup berbeda jauh. Dua entitas pertama adalah perusahaan pelayaran sedangkan entitas kedua merupakan operator pelabuhan.
Direksi Pelindo jelas akan menghadapi kendala pengelolaan nantinya karena tidak memiliki pemahaman yang cukup dalam bidang pelayaran. Kondisinya tidak akan lebih baik seandainya “penghuni” baru grup Pelindo itu nantinya dijadikan anak usaha seperti SPMT, SPTP, atau lainnya dan diurus oleh mereka yang mengerti bisnis pelayaran. Masalahnya terletak pada ketidakcocokan genetik kedua bidang usaha; bagai air dan minyak.
ADVERTISEMENT
Kedua, masa depan bisnis Pelni dan ASDP tidak prospektif. Sejatinya, keduanya merupakan perusahaan yang kinerjanya biasa-biasa saja. Malah relatif berdarah-berdarah. Segmen usaha yang digeluti (pengangkutan penumpang) tergolong bidang yang tidak menjanjikan.
Khusus Pelni, BUMN ini amat tergantung subsidi untuk tetap mengapung. Ladang usahanya tergerus oleh maraknya penerbangan berbiaya murah dan nampaknya tidak akan pernah pulih kembali. Saking seretnya usaha pengangkutan penumpang, untuk mengadakan kapal baru sebagai pengganti armada yang sudah tua, Pelni bergantung kepada penempatan modal negara/PMN. Pendapatan yang ada selama ini terlalu kecil untuk meremajakan kapal. Menariknya, perusahaan ini juga memiliki anak usaha yang bergerak dalam jasa terminal dan logistik, SBN, tetapi sepertinya nasibnya setali tiga uang dengan induknya.
ADVERTISEMENT
ASDP sedikit lebih baik karena memiliki segmen usaha yang monopolistik. Maksudnya, selain sebagai operator kapal penyeberangan, ia juga mengoperasikan terminal penumpang. Yang terbesar berada di Merak, Provinsi Banten. Tidak hanya melayani feri milik induknya, terminal ini juga melayani feri milik swasta yang melayani rute Merak-Bakauheni.
Usaha inilah yang lebih menghasilkan cuan dibanding bisnis penyeberangan. Tidak jelas bagaimana segmen usaha terminal ini akan dikonsolidasi ke dalam Pelindo nantinya. Dan, paling penting, Pelni dan ASDP sama-sama memiliki beban keuangan yang juga akan menjadi tanggungan Pelindo sebagai holding kelak. Dalam kalimat lain, berat bagi Pelindo menyehatkan keduanya jika di-merger kelak.

Alternatif Lain

Menteri BUMN Erick Thohir di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta Pusat pada Senin (10/2/2025). Foto: Argya D. Maheswara/kumparan
Bila Menteri BUMN Erick Thohir tetap ngebet ingin menggabungkan ASDP dan Pelni, ada alternatif lain yang bisa ditempuhnya. Alternatif ini bisa, setidaknya secara teoritis, menghindari “jebakan batman” yang terbentang di hadapan bila kedua perusahaan pelayaran pelat merah tersebut tetap dipaksakan digabung dengan Pelindo.
ADVERTISEMENT
Ketimbang disandingkan dengan operator pelabuhan milik pemerintah itu, alangkah lebih baik ASDP dan Pelni disandarkan kepada Pertamina International Shipping (PIS). Tidak bakal muncul kendala teknis pada tingkat operasional mengingat secara genetik sama-sama perusahaan pelayaran alias shipping line.
Anak usaha Pertamina ini, berdasarkan berbagai laporan media, kinerjanya relatif kinclong sehingga secara keuangan boleh dibilang sehat untuk menyehatkan ASDP dan Pelni bila kelak bisa digabungkan ke dalam PIS. Dan, yang paling penting, prospek bisnis yang digarap adalah sektor yang amat lucrative, yaitu pengangkutan BBM.
Langkah penggabungan antar-BUMN yang bergerak pada lini bisnis yang sama juga tengah ditempuh Erick. Anak usaha Pertamina yang menekuni transportasi udara, Pelita Air, yang menjadi kelinci percobaannya. Menurut laporan media, airline itu didorong bergabung ke dalam Garuda Indonesia. Jadi, integrasi ASDP dan Pelni ke dalam PIS bukanlah sesuatu yang keblinger; hal ini lebih masuk akal dibanding menggabungkannya ke Pelindo.
ADVERTISEMENT
Sedikit informasi tentang Pertamina International Shipping (PIS). Perusahaan ini didirikan pada akhir 2016 sebagai hasil pemisahan bisnis penyewaan kapal Pertamina. Pada 2017, induk perusahaan menyerahkan empat unit kapal—MT Sei Pakning, MT Sungai Gerong, MT Sambu, dan MT Fastron—dan satu unit floating storage and offloading atau FSO bernama Abherka ke perusahaan baru itu.
Perusahaan ini pada 2018 mendirikan Pertamina International Shipping Pte. Ltd di Singapura yang setahun kemudian mulai mengoperasikan satu unit kapal general purpose PIS Patriot untuk memperkuat armadanya di Negeri Singa. Lalu di 2021, Pertamina resmi menunjuk perusahaan ini sebagai induk subholding pengapalan di lingkungan Pertamina.
Sebagai bagian dari pembentukan subholding tersebut, Pertamina pun menyerahkan 71 unit kapal, aset kelautan selain sarana tambat, dan 99,99% saham PT Pertamina Trans Kontinental ke PIS. Diserahkan pula enam terminal BBM dan LPG-nya untuk memperkuat rantai pasok perusahaan ini.
ADVERTISEMENT
Pada April 2021, perusahaan ini mulai mengoperasikan 2 unit kapal tanker berkategori very large crude carrier atau VLCC, yaitu Pertamina Prime dan Pertamina Pride. Pada akhir September 2021, mayoritas saham PT Peteka Karya Tirta, anak perusahaan Pertamina juga, resmi diserahkan ke perusahaan ini. PIS berekspansi ke pengangkutan petrokimia dengan mulai mengoperasikan kapal tanker PIS Precious pada 2022.
Jelas PIS bukan perusahaan kaleng-kaleng; ia bahkan perusahaan berbasis di luar negeri. Bagi ASDP dan Pelni profil mentereng yang dimiliki PIS akan mampu mengangkat derajat mereka masuk ke kancah regional. Entahlah.